Logo
>

Pengamat Sebut Insentif untuk Industri Otomotif Solusi Sesaat

Ditulis oleh Citra Dara Vresti Trisna
Pengamat Sebut Insentif untuk Industri Otomotif Solusi Sesaat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan sejumlah insentif untuk industri otomotif guna mengurangi dampak dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Insentif itu meliputi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Diitanggung Pemerintah atau PPnBM DTP. Pemerintah mengklaim insentif tersebut mampu mengatasi kemerosotan di sektor otomotif.

    Menanggapi hadirnya insentif dari pemerintah untuk industri otomotif, Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu menyebut stimulus yang diberikan pemerintah sebagai solusi sesaat. Karena, menurutnya ada faktor yang tidak dapat diatasi hanya dengan insentif.

    “Faktor-faktor seperti USA yang diprakirakan bakal memperkuat dolarnya akibat kebijakan proteksionis dan peningkatan tarif impor,” kata Yannes kepada kabarbursa.com, Rabu, 26 Desember 2024.

    Menurutnya, penguatan dolar bakal berdampak kepada mata uang lainnya, termasuk rupiah dan berpotensi meningkatkan biaya impor komponen otomotif di Indonesia. Kondisi ini, lanjut dia, bakal diperparah dengan realitas penurunan kelas menengah di Indonesia.

    “Kelas menengah itu menurun sekitar 8,5 juta orang antara tahun 2018-2023. Penurunan ini berdampak kepada konsumsi domestik, terutama pada pembelian barang konsumsi tertier mahal seperti kendaraan bermotor,” jelasnya.

    Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu juga menyoroti terkait dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), yang menurutnya, bakal memperparah kelesuan industri otomotif. Upah buruh yang tinggi, kata dia, bakal dibebankan industri otomotif kepada konsumen sehingga harga kendaraan di pasaran meningkat dan menurunkan daya beli.

    BI Rate Masih Tinggi

    Dampak keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan BI-Rate di level enam persen pada 17-18 Desember 2024 membawa dampak langsung terhadap sektor otomotif. Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan kebijakan moneter yang ditempuh BI membawa andil dalam membentuk iklim industri otomotif di Indonesia.

    “Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan di level enam persen pada Desember 2024, meskipun bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mengendalikan inflasi, memiliki implikasi kepada biaya kredit,” kata Yannes.

    Suku bunga enam persen atau sama dengan sebelumnya mengakibatkan suku bunga kredit pembelian kendaraan masih cukup tinggi di kondisi sektor otomotif yang tertekan dan juga penurunan daya beli masyarakat. Akibatnya, kata Yannes, masyarakat yang berencana membeli mobil secara kredit menghadapi beban cicilan yang lebih berat. “Pada gilirannya (akan) menurunkan minat beli (di masyarakat),” ujarnya.

    Agar daya beli masyarakat meningkat, BI dianggap perlu menurunkan suku bunga untuk menarik minat masyarakat dalam membeli kendaraan. Sedangkan salah satu pertimbangan utama dari pembelian kebutuhan tersier adalah suku bunga.

    Di tengah kondisi sulit, kata Yannes, umumnya masyarakat mau membeli kendaraan dengan skema mengangsur. Makin rendah bunga yang diberikan, maka akan menaikkan minat beli masyarakat.

    Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyebut keputusan BI menahan suku bunga acuan bisa memperlambat pemulihan industri otomotif. Hal ini mengingat kredit kendaraan bermotor masih menjadi andalan pembiayaan di pasar otomotif, terutama saat ekonomi lesu.

    Dampak dari kombinasi deflasi dan kebijakan suku bunga yang masih tinggi dapat terlihat dari volume produksi kendaraan bermotor yang menurun.

    Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), produksi mobil pada November 2024 sebesar 100.309 unit atau turun sebesar 9,7 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

    Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terjadi penurunan sebesar 13,6 persen. Kemudian jika dilihat dari produksi kumulatif periode Januari-November 2024 sebesar 1.097.157 unit atau turun sebesar 15,5 persen pada periode yang sama tahun lalu.

    Yannes mengatakan produsen cenderung mengurangi produksi untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar yang melemah dan menghindari penumpukan stok.

    Penurunan produksi ini, kata dia, tidak hanya mencerminkan respons terhadap kondisi pasar saat ini, tapi juga dapat berimplikasi terhadap efisiensi operasional dan potensi pengurangan tenaga kerja di sektor otomotif. “Jika tidak ada solusi lebih lanjut akan memperkuat potensi PHK massal di industri otomotif pada awal tahun 2025,” katanya.

    Di sisi lain, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025 dikhawatirkan meningkatkan biaya produksi kendaraan. Sebab, kenaikan biaya UMP tersebut bakal dibebankan kepada konsumen akhir atau pembeli.

    Begitu juga dengan adanya pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen pada 1 Januari 2025, Yannes yakin kebijakan ini akan membuat harga kendaraan jadi semakin mahal. Menurutnya, kenaikan PPN yang sedang terjadi saat ini, tidak mempertimbangkan kondisi middle income class indonesia yang sedang tertekan.

    Middle income class yang memiliki peran krusial sebagai bantalan ekonomi nasional, dengan kontribusi signifikan terhadap konsumsi dan penerimaan pajak pemerintah pada 2024 ini sudah menurun signifikasn dari awalnya pada tahun 2019 57,33 juta orang, ditahun 2024 turun jadi 47,85 juta orang,” jelasnya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Citra Dara Vresti Trisna

    Vestibulum sagittis feugiat mauris, in fringilla diam eleifend nec. Vivamus luctus erat elit, at facilisis purus dictum nec. Nulla non nulla eget erat iaculis pretium. Curabitur nec rutrum felis, eget auctor erat. In pulvinar tortor finibus magna consequat, id ornare arcu tincidunt. Proin interdum augue vitae nibh ornare, molestie dignissim est sagittis. Donec ullamcorper ipsum et congue luctus. Etiam malesuada eleifend ullamcorper. Sed ac nulla magna. Sed leo nisl, fermentum id augue non, accumsan rhoncus arcu. Sed scelerisque odio ut lacus sodales varius sit amet sit amet nibh. Nunc iaculis mattis fringilla. Donec in efficitur mauris, a congue felis.