KABARBURSA.COM – Bright Institute menilai Paket kebijakan ekonomi sebesar Rp40 triliun yang digadang-gadang mampu meredam dampak kenaikan PPN 12 persen pada Januari 2025 dinilai tidak akan memberikan efek signifikan bagi masyarakat luas.
Alih-alih memberikan bantuan langsung, sebagian besar stimulus tersebut diberikan untuk memberi potongan pajak dan insentif untuk sektor-sektor yang lebih banyak dinikmati kalangan menengah ke atas.
Sementara itu, masyarakat berpenghasilan rendah yang paling terdampak kenaikan PPN justru tidak merasakan manfaat nyata dari stimulus tersebut.
Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai paket stimulus Rp40 triliun yang digulirkan pemerintah tidak lebih dari sekadar gimik.
Andri mengatakan, angka tersebut tidak mencerminkan pengorbanan nyata dari belanja negara. Menurutnya, dampak stimulus terhadap masyarakat juga terbilang minim jika dibandingkan dengan skenario di mana pemerintah benar-benar menggelontorkan dana Rp40 triliun secara langsung.
“40 triliun yang disebutkan pemerintah di sini tidak lebih dari gimik,” jelas Andri kepada kabarbursa.com, Sabtu 28 Desember 2024.
Ia menambahkan, dari total Rp40 triliun tersebut, hanya sekitar Rp4,6 triliun yang benar-benar menggunakan anggaran belanja, yaitu untuk bantuan beras selama dua bulan.
“Yang benar-benar menggunakan anggaran belanja dalam paket stimulus ini hanya bantuan beras selama dua bulan yang dianggarkan tidak lebih dari Rp4,6 trilun,” terang dia.
Sisanya lebih banyak berupa insentif yang secara tidak langsung membebani BUMN dan sektor swasta, bukan dari kantong APBN. "Yang menanggung diskon tersebut adalah dari keuangan PLN, bukan dari anggaran pemerintah secara langsung, yang mana sejatinya dapat berpengaruh pada keuangan PLN dalam jangka panjang," tambahnya.
Stimulus jadi Bantalan Ekonomi
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan diskon listrik sebesar 50 persen kepada pelanggan rumah tangga PT PLN Persero dengan daya listrik hingga 2.200 VA.
Diskon listrik yang berlaku mulai berlaku mulai 1 Januari sampai Februari 2025 ini disebut bakal menjangkau 81,42 juta pelanggan PT PLN dengan kapasitas daya sebesar 450 VA, 1.300 VA dan 2.200 VA.
Stimulus ini diberikan sebagai bantalan atas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2024.
“Itu kan tarif listrik diskon 50 persen itu untuk di bawah 2.200 VA, itu sebagai stimulus bantalan ketika kenaikan PPN,” ujar Bahlil dalam keterangannya, dikutip Jumat, 27 Desember 2024.
Bahlil menilai, kebijakan ini merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan yang bertujuan membantu masyarakat menghadapi tantangan ekonomi di tahun depan.
Salah satu kebijakan yang diumumkan adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen mulai 1 Januari 2025, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Saat ini, regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaan kebijakan diskon biaya listrik sedang dalam proses penyusunan. Setelah regulasi ini selesai, PT PLN (Persero) akan menjelaskan mekanisme teknis program tersebut, baik untuk pelanggan pascabayar maupun prabayar.
Dalam pelaksanaan program diskon biaya listrik, PT PLN (Persero) diwajibkan memberikan pelayanan kepada konsumen sesuai dengan standar mutu pelayanan tenaga listrik yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut diskon listrik 50 persen selama dua bulan sebagai upaya mengurangi dampak dari kenaikan PPN sebesar 1 persen, yang berpotensi menekan daya beli masyarakat.
Insentif ini diperkirakan akan berdampak langsung pada 81,4 juta rumah tangga atau sekitar 97 persen dari total pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero). Nilai insentif PPN yang diberikan pemerintah terkait dengan diskon tarif listrik tersebut diperkirakan mencapai Rp12,1 triliun.
Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa air bersih akan terbebas dari PPN, dengan nilai insentif sebesar Rp2 triliun. “Sedangkan untuk pelanggan PLN dengan daya 3.500-6.600 VA, mereka tetap akan dikenakan PPN sebesar 12 persen,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo, turut memberikan apresiasi terhadap kebijakan diskon 50 persen untuk pelanggan dengan daya 2.200 watt ke bawah. “Tentu saja ini sangat membantu karena mengurangi beban masyarakat, sekaligus meningkatkan daya beli mereka,” ujarnya.
Darmawan juga menyatakan bahwa PLN mengapresiasi PPN yang dikenakan pada sekitar 400 ribu pelanggan yang memiliki daya di atas 6.600 VA. “PPN ini hanya diberlakukan pada pelanggan rumah tangga dengan daya terbesar di antara seluruh desil pelanggan kami,” tambahnya.
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.