KABARBURSA.COM - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan (BI Rate) pada tingkat 6,25 persen.
Namun, para pengusaha juga memahami bahwa bank sentral perlu mengantisipasi dampak dari gejolak perekonomian global terhadap perekonomian domestik. Mereka menyadari pentingnya kesiapsiagaan dan langkah-langkah preventif untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi dunia.
“Kalau kami inginnya BI Rate jangan dinaikkan lagi dalam kondisi seperti ini. Memang tidak mudah bagi untuk pemerintah. BI memang tetap harus melakukan intervensi, terutama yang berkaitan dengan kondisi rupiah,” ucap Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa, 16 Juli 2024.
Shinta menegaskan bahwa saat ini, otoritas fiskal dan moneter di Indonesia secara intensif memantau perkembangan kebijakan yang diterapkan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
“Kebijakan suku bunga acuan The Fed sangat berpengaruh terhadap kebijakan ekonomi global,” ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa saat ini, The Fed menerapkan kebijakan suku bunga yang tinggi atau yang dikenal dengan istilah ‘higher for longer.’
Hal ini, menurutnya, akan memberikan dampak signifikan terhadap arus modal dan stabilitas ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tetap waspada dan menyesuaikan strategi ekonomi nasional agar dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu ini,” ucap Shinta.
“Kita juga harus melihat kondisi global Yang mempengaruhi Fed Rate. Karena ini masalahnya di Fed Fund Rate (FFR) . Mereka sudah tahu posisinya seperti apa,” sambungnya.
Mengenai kondisi nilai tukar rupiah, Shinta berharap agar BI terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga jangan sampai fluktuasi nilai tukar rupiah terus terjadi secara drastis karena akan memberikan dampak langsung ke kinerja dunia usaha.
Dia mengharapkan nilai tukar rupiah bisa kembali berada di bawah Rp16.000. Pada, Selasa, 16 Juli 2024, nilai tukar rupiah berada di level Rp16.195 per dolar AS.
“Kalau sekarang ini sepertinya sudah cukup stabilized di Rp16.000. Namun kita harus tetap berhati-hati. Bukan hanya Indonesia yang menentukan, karena kondisi di Amerika Serikat nanti bakal seperti apa, Fed Rate-nya bakal seperti apa, itu juga akan pengaruh lagi,” kata Shinta.
Di sisi lain, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan, BI perlu tetap waspada dalam merumuskan bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan tingkat harga domestik.
Menurut dia, saat ini inflasi cenderung bukanlah isu mendesak dan perbedaan tingkat suku bunga masih cenderung atraktif untuk menarik modal masuk dan menjaga stabilitas rupiah.
“Menilai kondisi ini, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25 persen untuk bulan ini,” kata Riefky.
BI Rate Diramalkan tidak Berubah
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) digelar pada Selasa dan Rabu, 16-17 Juli 2024. Salah satu agenda utama yang menjadi perhatian dalam rapat ini adalah kebijakan suku bunga (BI Rate). Pasar memproyeksikan bahwa suku bunga ini kemungkinan besar akan tetap ditahan pada level saat ini.
BI Rate terakhir dinaikkan pada April 2024 dan ditahan pada pertemuan Mei serta Juni di level 6,25 persen.
Sebelumnya, pada RGBI Juni 2024 lalu, BI mempertahankan suku bunganya pada level 6,25 persen yang konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa keputusan untuk menahan suku bunga acuan juga mempertimbangkan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, meskipun terdapat prospek perekonomian dunia yang semakin kuat.
“Kami menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2024 akan mencapai 3,2 persen, lebih tinggi dari perkiraan awal,” kata Perry.
Ia menambahkan, optimisme ini didorong oleh kinerja positif dari perekonomian India dan China, yang menunjukkan pertumbuhan yang solid.
“Namun, kami tetap waspada terhadap tantangan yang ada, termasuk potensi dampak dari kebijakan moneter yang ketat di negara lain, terutama oleh The Fed,” ujarnya.
Lebih lanjut, nilai tukar rupiah yang seringkali menjadi patokan BI dalam menentukan BI Rate juga terpantau terkendali terkhusus sejak akhir Juni hingga 15 Juli 2024.
Rupiah terpantau menguat cukup signifikan dari level Rp16.400an hingga sempat menyentuh level Rp16.100an per dolar AS dalam kurun waktu tiga pekan.
Chief Economist BRI Anton Hendranata juga menyampaikan bahwa tidak ada alasan BI menaikkan suku bunganya pada Juli 2024 ini. Hal ini ia perkirakan mengingat rupiah masih in range sesuai dengan ekspektasi BI serta cadangan devisa (cadev) yang masih tetap tinggi yakni sebesar US$140,2 miliar pada Juni 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.