KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pentingnya memiliki keseimbangan antara profit dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
"Mineral dan batu bara adalah salah satu komoditas unggulan ekspor kita. Sekalipun di dunia global sekarang sedang berbicara tentang energi baru terbarukan, ekspor batu bara kita tetap salah satu yang terbesar, hampir 600 juta ton. Tetapi kita tidak boleh terlena, karena kita sudah punya target tahun 2060 Net Zero Emission," ujar Bahlil dalam sambutannya Good Mining Practice (GMP) Award 2024, Kamis, 26 September 2024.
Pada kesempatan ini Bahlil juga menyampaikan bahwa capaian target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertambangan hingga September 2024 telah mencapai 87,5 persen.
"Saya juga bersyukur kepada Tuhan bahwa hari ini target daripada realisasi PNPB kita sudah mencapai 87,5 persen sampai dengan September. Mudah-mudahan bisa tercapai sesuai dengan target yang ada," kata Bahlil.
Terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), Bahlil menekankan pentingnya pengelolaan yang bijak agar keseimbangan antara suplai dan permintaan tetap terkendali. Ia mengingatkan bahwa jika suplai terlalu banyak sementara permintaan menurun, hal tersebut dapat menyebabkan harga menjadi tidak terjangkau. Oleh karena itu, pengelolaan harus dilakukan dengan asas transparansi untuk menjaga stabilitas.
Selain itu Bahlil juga menekankan pentingnya kolaborasi antara perusahaan tambang lokal dengan investor asing dalam pengelolaan smelter. "Smelter-smelter yang ada, baik dari Eropa, Korea, Jepang, maupun China, harus mampu berkolaborasi dengan teman-teman yang punya IUP di sini," ujarnya.
Mengakhiri sambutannya, Bahlil juga menyoroti pentingnya pengelolaan pasca tambang yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. "Pasca tambang itu penting, rakyat juga harus diperhatikan. Untung besar itu penting, tapi rakyat juga harus diperhatikan. Jangan sampai masyarakat tambang itu susah," pungkasnya.
Penghargaan Good Mining Practice ini telah dua kali diselenggarakan oleh Kementerian ESDM sejak tahun 2020. Selain itu, penghargaan lain yang telah lama diberikan meliputi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan yang dimulai sejak 1992, Pengelolaan Lingkungan Hidup sejak 2004, Pengelolaan Usaha Jasa Pertambangan sejak 2018, serta Pengelolaan Teknis dan Konservasi Mineral dan Batubara yang dimulai pada 2020.
Penghargaan ini bertujuan untuk memberikan apresiasi terhadap prestasi badan usaha dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, serta memotivasi badan usaha untuk terus mencapai prestasi dalam pengelolaan teknis, keselamatan, lingkungan hidup, konservasi, dan usaha jasa pertambangan.
Peningkatan EBT untuk Smelter
Kementerian ESDM tengah berusaha meningkatkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam industri pemurnian mineral (smelter). Selain itu, upaya tersebut juga merupakan bagian dalam membidik target ambisius mengurangi emisi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa telah terjadi pergeseran pandangan industri global yang kini sudah bergeser ke arah yang lebih hijau.
“Dalam industri dan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia sudah mulai insaf bertahap. Karena dulu kita berpikir tentang mencari uang dengan cepat tanpa memperhatikan proses lingkungan dengan baik,” ujarnya, dalam keterangan resmi di laman Kementerian ESDM, Kamis, 26 September 2024.
Sejalan dengan paradigma global tersebut, tutur Bahlil, pemerintah akan membuat peraturan untuk memanfaatkan EBT di dalam industri-industri smelter secara bertahap dan perlahan, yang sebelumnya menggunakan batu bara sebagai sumber energi listriknya.
“Di Weda Bay itu membangun industri hilirisasi dari bahan baku nikel. Sekarang dia sudah punya lebih kurang lebih sekitar 8-10 gigawatt, artinya 8-10 ribu megawatt,” tuturnya.
Bahlil menyebutkan bahwa sudah berdiskusi dengan pemilik smelter Weda Bay mulai tahun 2025 mendatang pengolahan nikel di sana akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang, dengan target lima tahun selanjutnya pemanfaatan EBT sudah di atas 50 persen.
“Puncaknya nanti di tahun 2030 minimal 60-70 persen mereka sudah bisa melakukan konversi memakai energi baru terbarukan,” tambahnya.
Selanjutnya, Bahlil mengatakan bahwa smelter-smelter yang produk turunannya hanya sampai dengan Nickel Iron Pig (NPI) akan diberikan persyaratan sudah harus memakai EBT, atau setidaknya menggunakan energi berbasis gas bumi, meski memiliki investasi yang lebih mahal.
“Tetapi, mahalnya Capex untuk melakukan investasi terhadap power plant yang berorientasi pada EBT itu ditutupi dengan harga produk yang memang harganya lebih mahal ketimbang produk yang dihasilkan dari energi batu bara atau fosil. Jadi kalau dihitung secara ekonomi, itu no issue,” pungkasnya. (*)