KABARBURSA.COM - Ekonom sekaligus Direktur Utama PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyebut akan ada kenaikan harga Liqufied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair imbas terputusnya aliran pipa Gazprom oleh konflik Rusia-Ukraina. Dia melihat situasi tersebut akan memengaruhi perekonomian global di luar Eropa, khususnya pada sektor gas alam.
Harga gas alam di Amerika Serikat (AS)--yang menjadi patokan global komoditas ini--menunjukkan pergerakan dinamis dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan data Trading Economics yang dilihat pukul 23.15 WIB, kontrak berjangka gas alam AS turun lebih dari 7 persen menjadi USD3,4 (Rp54.400 dengan kurs Rp16.000) per MMBtu setelah laporan Badan Informasi Energi (EIA) mencatat penarikan cadangan gas yang lebih kecil dari perkiraan. Penarikan tersebut mencapai 116 miliar kaki kubik (bcf), lebih rendah dari proyeksi pasar sebesar 127 bcf, sehingga mengurangi total persediaan menjadi 3.414 bcf.
[caption id="attachment_110274" align="alignnone" width="1500"] Pergerakan harga gas alam AS menunjukkan tren penurunan tajam hingga mencapai USD3,4 per MMBtu setelah laporan EIA mencatat penarikan cadangan yang lebih rendah dari proyeksi pasar. Meski demikian, potensi rebound tetap terbuka mengingat prediksi cuaca dingin di awal Januari yang diperkirakan akan meningkatkan permintaan energi pemanasan. Sumber: Trading Economics.[/caption]
Meskipun stok gas alami surplus 4,7 persen dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir, persediaan tersebut masih 1,9 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. Penurunan harga gas alam ini terjadi di tengah prediksi cuaca yang lebih dingin dari biasanya pada 6 hingga 17 Januari 2025. Kondisi alam ini diperkirakan akan mendorong permintaan pemanasan.
Selain itu, aliran gas ke fasilitas ekspor LNG AS diperkirakan akan tetap tinggi, menyusul berakhirnya kesepakatan transit pipa gas Rusia-Ukraina yang makin mempertegas ketegangan geopolitik. Meskipun produksi LNG AS sempat mengalami penurunan tahunan pertamanya sejak 2016, analisis Trading Economics memperkirakan adanya potensi rebound harga LNG di pasar global, sejalan dengan sentimen pasar perihal ketidakpastian pasokan energi dunia.
Dalam konteks tersebut, Indonesia sebagai salah satu produsen gas alam terbesar di Asia Tenggara memiliki potensi untuk mengambil manfaat dari lonjakan permintaan global. Menurut Ibrahim, Indonesia berada dalam posisi yang cukup kuat di tengah ketidakpastian pasar energi dunia.
"Karena Indonesia sendiri mempunyai cadangan gas alam terbesar di Asia Tenggara yang sampai saat ini masih bisa di eksplorasi secara maksimal," ujar Ibrahim melalui panggilan suara kepada KabarBursa.com di Jakarta, Jumat 3 Januari 2025.
Meski perkiraan permintaan global begitu kuat, Ibrahim mengingatkan pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan energi domestik. Misalnya, kata dia, pemerintah mulai melakukan percepatan pengembangan gas alam untuk mendukung ketahanan energi di masa depan. Menurutnya, pemerintah harus segera mengekplorasi dan memanfaatkan lapangan gas yang telah dipetakan sejak lama.
"Pengembangan gas pada lapangan yang sudah dipetakan ini harus segera dipercepat. Kenapa? Karena ke depan dunia, baik global maupun internal, kemungkinan besar akan merubah pembangkit listriknya. Bukan lagi dengan pembangkit listrik tenaga uap, tetapi menggunakan energi baru terbarukan," jelas Ibrahim.
Ibrahim mengatakan Indonesia memiliki potensi besar karena menjadi salah satu negara dengan cadangan gas alam terbesar di ASEAN. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), cadangan gas bumi Indonesia sebesar 55,76 triliun kaki kubik (TCF). Dengan asumsi recovery sekitar 40-50 persen, maka cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan akan habis dalam waktu 22 tahun.
Ibrahim berujar, melimpahnya gas alam tersebut menjadi komoditas andalan yang mendukung neraca perdagangan Indonesia, menggantikan peran ekspor minyak sawit mentah (CPO) seperti yang terjadi pada masa pandemi Covid-19 lalu.
Dampak Geopolitik dan Peluang Ekspor
Ibrahim menyoroti dampak sanksi ekonomi Rusia terhadap Eropa yang menghentikan pasokan gas alamnya. Meski Indonesia tak mengekspor gas ke Eropa, kenaikan harga global akibat situasi tersebut memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai ekspornya di kawasan Asia Tenggara.
"Penutupan pipa gas dari Rusia ke Eropa akan meningkatkan harga gas global. Hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai eksportir utama di ASEAN," katanya.
Ibrahim mengatakan gas alam merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan atau EBT yang tengah menjadi tren global. Sentimen ini, kata dia, bakal berdampak positif pada emiten-emiten energi di Indonesia yang berfokus pada eksploitasi maupun pengolahan gas bumi.
"Banyak perusahaan energi terbarukan, termasuk yang berbasis gas alam mulai melakukan IPO (Initial Public Offering). Saham-saham EBT, termasuk tenaga angin dan air, diperkirakan akan naik seiring perubahan geopolitik dan meningkatnya permintaan energi ramah lingkungan," kata pria yang juga analis pasar modal ini.
Ibrahim pun optimistis Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat posisi di pasar energi global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.(*)