KABARBURSA.COM – Harga perak dunia melesat ke level tertingginya dalam hampir 14 tahun terakhir pada Rabu waktu setempat. Lonjakan ini didorong oleh kekhawatiran terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump, kelangkaan pasokan di pasar spot, serta meningkatnya minat investor terhadap logam mulia alternatif selain emas.
Dilansir dari Reuters, Kamis, 24 Juli 2025, perak spot tercatat naik 0,3 persen menjadi USD39,40 per troy ons pada pukul 20.54 WIB, tertinggi sejak September 2011. Kenaikan ini membawa perak semakin mendekati batas psikologis USD40 per ons, dan hanya terpaut tipis dari rekor tertinggi sepanjang masa USD49 yang terjadi pada 2011.
Sepanjang tahun ini, harga perak telah melonjak 36 persen, melampaui kenaikan emas yang berada di angka 31 persen. Keunggulan ini tak hanya mencerminkan kekuatan fundamental, tapi juga selera pasar terhadap logam yang berfungsi ganda sebagai logam industri sekaligus logam mulia.
Rencana Trump memberlakukan tarif impor 50 persen atas tembaga mulai 1 Agustus serta kebijakan tarif atas produk dari Meksiko turut memicu gejolak. Di pasar berjangka Amerika Serikat, harga logam seperti perak dan tembaga melonjak lebih tinggi dibanding patokan harga di London. Perbedaan harga ini kemudian meningkatkan permintaan pinjaman logam di pasar spot, yang tercermin dari naiknya lease rates atau biaya sewa logam.
Meskipun emas, perak, platinum, dan paladium sempat dikecualikan dari kebijakan tarif timbal balik pada April lalu, pasar tampaknya tetap mengantisipasi risiko. “Pasar mengambil pelajaran dari pergerakan harga tembaga di Comex,” kata Nicky Shiels, kepala strategi logam di MKS PAMP. Menurutnya, harga perak bisa menembus USD42 per ons sebelum akhir tahun ini.
Permintaan Industri Stabil, Perak Jadi Opsi Investor
Analis juga menyoroti permintaan industri terhadap perak yang tetap solid. Tahun ini menjadi tahun kelima defisit struktural di pasar fisik perak. Di sisi lain, investor individu semakin melirik perak sebagai pilihan yang lebih terjangkau dibanding emas.
Fenomena ini turut memperbaiki rasio emas terhadap perak. Kini dibutuhkan 87 ons perak untuk membeli satu ons emas—angka yang jauh membaik dari 105 ons pada April lalu. Artinya, daya tarik perak sebagai aset pelindung nilai semakin kuat.
“Tarif tembaga membuat pasar logam mulia bergerak liar ke berbagai arah,” kata seorang pedagang logam mulia di London. Ia menambahkan bahwa ketegangan pasar spot kemungkinan mereda setelah kekhawatiran soal tarif mereda, dan biaya pinjam-meminjam logam pun kembali normal.
Namun tak semua analis yakin reli ini akan mulus. Nitesh Shah, ahli strategi komoditas di WisdomTree, menyebutkan bahwa lonjakan harga yang cepat bisa diikuti koreksi. “Bisa saja perak menyentuh USD40 dalam waktu dekat. Tapi kami tak akan heran jika harganya turun dulu ke USD35 sebelum bergerak naik ke USD45 tahun depan,” katanya.
Kenaikan Harga Perak dan Imbasnya bagi Emiten di Indonesia
Melejitnya harga perak global ke level tertinggi dalam 14 tahun terakhir tak hanya menarik perhatian investor internasional, tetapi juga memantik pertanyaan apakah kenaikan ini berdampak nyata bagi emiten di Bursa Efek Indonesia?
Secara teori, jawaban singkatnya ya, tapi terbatas. Indonesia tidak memiliki produsen perak murni atau pure-play silver producer, namun beberapa emiten memiliki paparan tidak langsung terhadap komoditas ini.
Perak di Indonesia umumnya hadir sebagai by-product dari tambang emas dan tembaga, bukan sebagai fokus utama eksplorasi. Beberapa emiten yang memiliki eksposur terhadap perak adalah:
- PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) melalui anak usaha PT Citra Palu Minerals, memproduksi emas dan perak.
- PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) perak ikut terekstraksi dari tambang emas di Sulawesi Utara.
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menjual perak batangan melalui bisnis Logam Mulia.
- PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) memiliki kandungan perak dalam tambang emas dan tembaga mereka.
Dalam laporan keuangan, kontribusi perak terhadap pendapatan emiten-emiten ini relatif kecil, sehingga lonjakan harga perak tidak serta-merta mengerek kinerja secara signifikan. Namun, perak tetap menambah margin tambahan saat harga berada di level tinggi, seperti sekarang.
Kenaikan harga perak juga dapat memicu sentimen positif terhadap sektor logam mulia secara keseluruhan. Investor ritel di Indonesia kerap menyikapi penguatan harga komoditas dengan aksi beli spekulatif terhadap saham-saham tambang seperti BRMS, ARCI, dan ANTM, meskipun eksposurnya terhadap perak terbatas.
Fakta bahwa harga perak melampaui kenaikan emas (36 persen vs 31 persen YTD) menjadikannya alternatif investasi yang menarik. Pasar pun sangat mungkin mulai membidik saham-saham logam sebagai proxy momentum harga komoditas global.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.