Logo
>

Perbandingan Gaji Hakim, Jaksa, Polisi vs Buruh: Siapa Paling Dirugikan?

Ditulis oleh Dian Finka
Perbandingan Gaji Hakim, Jaksa, Polisi vs Buruh: Siapa Paling Dirugikan?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) meminta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) membahas kenaikan gaji dan tunjangan para hakim. Koordinator SHI Rangga Desnata Lukita menyebut besaran kenaikan adalah 142 persen.

    “Kepada wakil rakyat, kami wakil Tuhan memohon kepada wakil rakyat agar gaji pokok kami dan tunjangan jabatan kami naik 142 persen,” kata Rangga dalam pertemuan bersama pimpinan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Oktober 2024.

    Selain itu, SHI, ujar Rangga, meminta DPR RI untuk segera melakukan perancangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012. Dia juga meminta agar presiden terpilih Prabowo Subianto, dapat menandatangani revisi PP tersebut.

    “Apabila berkenan, itu ditandatangani oleh Presiden terpilih, karena yang kami rasakan beliau sangat paham mengenai nasib kami dan beliau sangat paham mengenai peran kami sebagai Guardian of Justice, penegak keadilan di muka bumi ini,” ungkapnya.

    Sementara pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengomentari permintaan tersebut. Ia menilai wajar jika para hakim saat ini meminta kenaikan gaji pokok mereka. Namun selain hakim, para pekerja sektor lain juga belum mendapatkan prioritas.

    “Kita masih belum memiliki sistem penggajian nasional yang konsisten. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan penghasilan yang tidak selalu adil di berbagai sektor dan daerah,” jelas Tadjuddin kepada Kabarbursa.com, Rabu, 9 Oktober 2024.

    “Sistem pengupahan nasional harus diatur secara adil mulai dari pekerja dengan tingkat pendidikan dan pengalaman rendah hingga tingkat yang lebih tinggi,” ujar dia, menambahkan.

    Ketimpangan Pengupahan Pekerja

    Jika diambil contoh pada pekerja, Tadjuddin melihat bahwa upah mereka cenderung seragam lantaran tidak membedakan latar belakang pendidikannnya, antara lain lulusan perguruan tinggi dan sekolah menengah atas (SMA). Padahal, kata dia, di negara tetangga, seperti Malaysia, gaji lulusan SMA dengan sarjana, S2, atau S3 sangat berbeda. "Pendidikan dihargai di sana. Mereka menghargai pendidikan dan kompetensi," tegas dia.

    Menurutnya, sistem pengupahan yang ada saat ini tidak mencerminkan keadilan dan keseimbangan, serta tidak sesuai dengan kondisi pasar kerja yang terus berubah. Ia menekankan pentingnya penyesuaian gaji pekerja di berbagai sektor setiap tahun untuk mengikuti inflasi. 

    "Di negara-negara maju, pegawai biasanya mendapatkan kenaikan gaji tahunan yang disesuaikan dengan inflasi. Hal ini penting agar daya beli mereka tetap terjaga," jelasnya.

    Ia memperingatkan bahwa jika gaji tidak dinaikkan secara berkala, daya beli masyarakat akan tergerus. Pada gilirannya, hal ini dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

    Tadjuddin juga mencatat bahwa pengaturan upah minimum di Indonesia sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut dia, upah minimum seharusnya menjadi acuan awal bagi pekerja yang baru masuk, tetapi dalam praktiknya, upah minimum justru menjadi batas maksimum gaji. 

    "Dalam banyak kasus, pekerja dengan pengalaman satu tahun hingga tiga tahun tetap mendapatkan gaji yang sama dengan pekerja baru. Ini tidak mencerminkan kompetensi dan pengalaman kerja yang seharusnya dihargai," tambahnya.

    Artinya, pemerintah masih tidak patuh terhadap pembayaran upah terhadap para pekerja di Indonesia. Garis pembatas upah antara pekerja dengan gelar sarjana dan nonsarjana masih kabur. Padahal, gaji antara para pekerja di berbagai bidang dan sektor masih timpang. Berikut adalah perbandingan upah pekerja dari beberapa bidang.

    1. Pekerja Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

    Berdasar pada data Badan Pusat Statistik (BPS), Kabarbursa.com mengambil satu sampel mengenai upah buruh berdasarkan jenjang pendidikannya. Lebih rinci, data termutakhir Februari 2024 memperlihatkan ada kesenjangan antara pekerja yang memiliki latar belakang pendidikan berbeda.

    Pekerja yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) memperoleh upah sebesar Rp1.970.141 per bulan. Sementara bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) mendapatkan upah sekitar Rp2.194.956. Pekerja dengan latar belakang pendidikan SMA mencatatkan pendapatan yang lebih tinggi, yaitu Rp2.891.948.

    Sementara para pekerja yang mengenyam bangku pendidikan tinggi mampu memperoleh upah bulanan lebih banyak. Karyawan bergelar diploma akan mendapat bayaran mencapai Rp3.868.555, sedangkan mereka yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana diberi upah dengan Rp4.685.241.

    Data ini menunjukkan bahwa setiap tingkat pendidikan tidak hanya berpengaruh pada kualitas pekerjaan yang dapat diakses, tetapi juga pada besaran upah yang diterima. Selisih yang signifikan antara pendapatan pekerja dengan pendidikan dasar dan mereka yang memiliki gelar universitas menjadi sorotan penting dalam pembahasan mengenai keadilan dalam sistem pengupahan di Indonesia.

            2. PNS Kejaksaan Agung

    Lebih jauh, Kabarbursa.com mengambil data gaji pegawai negeri sipil (PNS) di Kejaksaan Agung (Kejagung) dan kepolisian. Tujuannya adalah sebagai komparasi terhadap gaji hakim dan sampel data pekerja di atas.

    PNS diberikan upah berdasarkan golongan. Ada sebanyak tiga golongan dengan setiap golongan memiliki tingkatan lanjut mulai A sampai dengan D. Pengkategorian ini dibuat berdasar pada tingkat pendidikan setiap aparatur sipil negara (ASN) saat bergabung di instansinya.

    Pada contoh ini, PNS Kejagung Golongan I menerima gaji antara Rp1.560.800 hingga Rp2.686.500. Golongan ini umumnya diisi oleh pegawai dengan pendidikan terendah, seperti lulusan SD atau SMP.

    Bagi mereka yang berada di Golongan II, gaji yang diterima mulai dari Rp2.022.200 hingga Rp3.820.000. Golongan ini biasanya diisi oleh mereka yang memiliki pendidikan setingkat SMA atau D-III.

    Sementara itu, untuk Golongan III, gaji berkisar antara Rp2.579.400 hingga Rp4.797.000. Golongan ini umumnya terdiri dari PNS dengan gelar S1 hingga S3.

          3. Kepolisian

    Sementara dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), setiap anggota mendapat upah berdasarkan golongannya pula. Selain itu, pembayaran gaji juga bervariasi tergantung pada pangkatnya.

    Golongan atau pangkat terendah, yaitu Tamtama, terdiri atas beberapa tingkatan. Misalnya, untuk Bhayangkara Dua (Bharada), gaji berkisar antara Rp1.643.500 hingga Rp2.538.100. Sedangkan Bhayangkara Satu (Bharatu) menerima gaji antara Rp1.694.900 hingga Rp2.699.400.

    Gaji untuk Bhayangkara Kepala (Bharaka) juga tidak jauh berbeda, yakni Rp1.747.900 hingga Rp2.699.400. Ajun Brigadir Polisi Dua (Abripda) memiliki gaji mulai dari Rp1.802.600 hingga Rp2.783.900, sementara Ajun Brigadir Polisi Satu (Abriptu) menerima gaji antara Rp1.858.900 hingga Rp2.870.900.

    Golongan kedua dalam struktur kepangkatan kepolisian, yaitu Bintara, juga memiliki struktur gaji yang berbeda. Misalnya, untuk Brigadir Polisi Dua (Bripda), gaji berkisar antara Rp2.103.700 hingga Rp3.457.100. Brigadir Polisi Satu (Briptu) menerima gaji dari Rp2.169.500 hingga Rp3.565.200, dan Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda)mendapatkan gaji mulai dari Rp2.379.500 hingga Rp3.910.300. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.