Logo
>

Percepat Industrialisasi buat Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Ditulis oleh Dian Finka
Percepat Industrialisasi buat Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal menekankan percepatan sektor industri manufaktur untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi 8 persen pemerintah Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Faisal, tanpa pertumbuhan industrialisasi yang signifikan, target tak akan tercapai. "Dengan adanya penekanan pada target baru pemerintah, kami menguatkan kembali pentingnya industrialisasi sebagai kunci mencapai target pertumbuhan ekonomi," ujar Faisal dalam CORE Media Discussion (CMD) dengan tema “Energi Baru dan Terbarukan (EBT): Pendorong atau Penghambat Pertumbuhan Ekonomi?” di Gedung CORE Indonesia, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2024.

    Faisal mengungkapkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 diperkirakan berada pada kisaran 4,8 persen hingga 5 persen. Hal ini bertentangan dengan target 8 persen yang diinginkan pemerintah dalam lima tahun mendatang.

    Dalam analisis CORE Indonesia, meskipun ada perbaikan kebijakan, proyeksi ekonomi Indonesia pada 2024 hanya diperkirakan tumbuh 5,02 persen, dengan kemungkinan berada di angka 5 persen hingga 5,8 persen.

    Perlunya Kebijakan yang Mendukung Industrialiasi

    Faisal menegaskan bahwa untuk mencapai target yang lebih tinggi, kebijakan yang ada harus diubah. "Jika kita ingin mencapai target lebih tinggi, kita harus meninggalkan kebijakan yang ada saat ini. Proyeksi kami menunjukkan bahwa tanpa pergerakan cepat dalam industrialisasi, target tersebut sulit tercapai," tambahnya.

    Menurut Faisal, industrialisasi sangat penting karena sektor industri mampu menciptakan lapangan pekerjaan formal yang lebih banyak, terutama untuk mengurangi pengangguran, khususnya di kalangan generasi muda.

    "Industri adalah sektor yang paling efektif dalam menciptakan lapangan pekerjaan formal, yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi," ujarnya.

    Faisal juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir semakin melambat. Pada periode 2015 hingga 2023, Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,9 persen, yang menunjukkan penurunan dibandingkan periode sebelumnya.

    "Jika kita melihat ke depan, target pertumbuhan ekonomi pada 2025-2029 berada di kisaran 5,6 persen hingga 6,1 persen, berdasarkan proyeksi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ini menunjukkan bahwa ada pola perubahan yang jelas dan sangat berbeda dibandingkan dengan masa lalu," jelas Faisal.

    Faisal mengakhiri pernyataannya dengan berharap agar 2025 menjadi tahun yang dapat memacu perubahan signifikan dalam kebijakan ekonomi, khususnya yang terkait dengan industrialisasi.

    Ia juga menekankan bahwa tanpa perubahan kebijakan yang mendalam, target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi akan tetap menjadi tantangan besar.

    "Jika kita terus bertahan dengan kebijakan yang ada, kita hanya akan mencapai proyeksi pertumbuhan yang terbatas. Industrialiasi harus menjadi fokus utama agar Indonesia dapat mencapai target ekonominya," pungkas Faisal.

    Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi BI

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa kinerja ekonomi triwulan III-2024 tumbuh sebesar 4,95 persen (year-on-year/yoy). Pertumbuhan ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga, khususnya kelas menengah ke atas dan investasi yang mengalir untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN).

    “Secara keseluruhan tahun, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 berada dalam kisaran 4,7 sampai dengan 5,5 persen dan akan meningkat pada tahun 2025,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

    BI memprakirakan konsumsi rumah tangga bakal terus tumbuh seiring dengan indeks keyakinan konsumen yang masih terjaga di tengah dampak pelaksanaan pilkada di berbagai daerah.

    Menurutnya, investasi bakal terus berlanjut didukung oleh belanja modal perusahaan, volume produksi dan pesanan sebagaimana yang tercermin dalam Indeks Prompt Manufacturing Indeks (PMI) BI.

    Sementara untuk ekspor non-migas diprakirakan bakal meningkat seiring dengan permintaan mitra dagang utama yang masih tumbuh positif. Ia memprakirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2024 tetap baik karena ditopang oleh konsumsi pemerintah sejalan dengan kenaikan belanja pemerintah.

    Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, kebijakan reformasi struktural pemerintah perlu diperkuat khususnya pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta menyerap dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

    Mitos yang Menghambat Indonesia menuju Industrialisasi

    Masih berdiri tembok penghalang di hadapan Indonesia yang telah menatap kemandirian industri sehingga menghambat kemajuan nasional. Dinding ini timbul dan bertahan di balik potensi besar sumber daya alam (SDA) Tanah Air.

    Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng melihat sebuah mitos tentang Indonesia hanya menjadi penyedia bahan baku mentah untuk negara lain. Dengan begini, anggapan Indonesia tidak mungkin menjadi negara industri menjadi sebuah dogma yang telah tertanam sejak lama.

    “Paradigma ini menciptakan pola pikir bahwa tidak perlu ada upaya industrialisasi di sini, semua SDA seakan-akan hanya perlu dikeruk dan diekspor,” kata Salamuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 November 2024.

    Apalagi, pemikiran bahwa Indonesia akan mengganggu negara industri maju seperti China, Jepang, dan Amerika Serikat. Ini terjadi ketika negara mengolah bahan mentah menjadi produk jadi.

    “Jika kita mulai produksi sendiri, katanya negara lain bisa rusuh karena banyak pengangguran. Ini mitos yang diyakini oleh sebagian pengurus ekonomi kita,” ujar Salamuddin.

    Salamuddin menyoroti, Indonesia sebenarnya memiliki sejarah industri yang cukup panjang. Dari sektor tembakau yang diperkenalkan pada abad ke-17 hingga menjadi salah satu pemain utama dunia saat ini, hingga industri minyak yang berkembang sejak tahun 1871.

    “Indonesia menjadi pionir di sektor minyak dengan berdirinya Bataafsche Petroleum Maatschappij di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara pada akhir abad ke-19,” jelasnya.

    Industri manufaktur di Indonesia pada masa kolonial juga berjalan bersamaan dengan perkembangan industri di Barat. Sejarah panjang tersebut membuktikan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan yang mumpuni dalam pengelolaan industri, namun sering kali terganjal oleh kepentingan luar serta kebijakan internal yang menghambat.

    Ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar dan produk manufaktur menunjukkan betapa lemahnya struktur industri dalam negeri. Berdasarkan data terbaru, impor terbesar Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar seperti petroleum refining dan crude petroleum yang mencapai nilai miliaran dolar.

    Ketergantungan ini, menurut Salamuddin, semakin memperkuat mitos bahwa Indonesia tidak bisa mandiri dalam sektor industri.

    “Industri kita didesain sedemikian rupa untuk terus berada dalam jalur deindustrialisasi. Pemikiran-pemikiran yang mendorong industrialisasi seakan terus dibisukan oleh para pengurus negara melalui program-program yang tidak konsisten,” tegasnya.

    Salamuddin Daeng melihat ada harapan dari upaya yang dilakukan dalam sektor industri kendaraan taktis, seperti Maung yang diluncurkan oleh PT Pindad. Kendaraan ini menjadi simbol keyakinan bahwa Indonesia mampu membangun produk industri secara mandiri.

    “Maung ini bukan sekadar mobil. Ini adalah bukti kapasitas kita sebagai bangsa. Ini adalah simbol bangkitnya keyakinan Indonesia, bahwa kita tidak harus terus bergantung pada negara lain. Ini adalah bentuk kesadaran baru bahwa kita memiliki potensi industri,” pungkas Salamuddin. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.