KABARBURSA.COM - Pemerintah tengah berusaha memaksimalkan potensi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia di saat transisi energi yang berlangsung. Langkah ini diiringi dengan pembahasan revisi UU Migas yang dianggap sebagai dasar hukum penting untuk memperkuat sektor ini dan menjawab berbagai tantangan.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Benny Lubiantara, mengatakan perubahan regulasi ini diperlukan untuk memberikan arah baru bagi industri migas nasional. Salah satunya adalah menggabungkan pengembangan industri migas dengan tuntutan akan keberlanjutan lingkungan dan transisi menuju energi bersih.
"Urusannya nonteknis. Mau tidak mau lewat UU Migas, ada terobosan fiskal yang harus melalui payung hukum UU Migas,” kata Benny dalam keterangannya yang dikutip Senin, 16 September 2024.
Sambil menunggu revisi UU Migas rampung, SKK Migas tetap melakukan transformasi untuk mengembangkan sektor migas. Salah satu langkahnya adalah persetujuan Plan of Development (POD) untuk lapangan pertama Geng North melalui jalur ‘fast track’.
Di sisi lain, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, menyatakan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dalam menunggu revisi ini. Kebijakan-kebijakan yang menarik investasi terus disiapkan. Pemerintah berkomitmen memberikan kenyamanan bagi investor sambil tetap menjaga kepentingan negara.
Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah telah memberikan bagi hasil yang lebih besar bagi kontraktor migas, mencapai 50 persen, dibandingkan sebelumnya yang hanya sekitar 15-30 persen. Selain itu, insentif hulu migas juga diberikan sesuai Kepmen ESDM 199/2021. “Jadi sambil berjalannya revisi UU Migas, kita tidak diam dan terus lakukan perbaikan iklim investasi,” kata Ariana.
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Chalid Said Salim, menilai percepatan pelaksanaan Enhanced Oil Recovery (EOR) perlu menjadi salah satu kebijakan adaptif pemerintah. Ia menekankan dukungan untuk EOR seharusnya sebanding dengan dukungan yang telah diberikan kepada pengembangan Migas Non Konvensional (MNK). Pemerintah telah menerbitkan aturan terbaru yang memberikan keistimewaan bagi pelaku usaha yang mengembangkan MNK, dengan bagi hasil bagian kontraktor bisa mencapai 95 persen.
Chalid berpendapat implementasi EOR akan memberikan dampak yang signifikan dalam 3-5 tahun ke depan. “MNK sudah diberikan tapi menurut saya EOR harusnya didahulukan, impactnya akan terasa 3-5 tahun ke depan,” ungkap Chalid.
Dengan berbagai langkah strategis yang tengah dilakukan pemerintah dan pelaku usaha, diharapkan sektor migas nasional dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia, terutama di tengah transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Siap Pimpin Transisi Energi Bersih
Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam mitigasi perubahan iklim saat memimpin konferensi bertajuk ‘Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector’ di The Sakala Resort, Bali, pada 5-7 Agustus 2024. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Summit 2024.
Sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia menyadari pentingnya transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan. Selama ini, sektor energi yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Konferensi ini bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, khususnya melalui inovasi di sektor energi.
Beberapa topik utama yang telah dibahas dalam konferensi meliputi dekarbonisasi sektor pendingin, jalur menuju emisi nol karbon, peningkatan efisiensi energi, dan dekarbonisasi sektor bangunan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, pada saat pembukaan konferensi menyampaikan strategi mitigasi perubahan iklim Indonesia di sektor energi.
Di kesempatan yang sama pula, Eniya didampingi oleh Direktur Konservasi Energi juga meluncurkan dua dokumen, Rencana Aksi Nasional Pendinginan dan Panduan Audit Kerja Energi Paket Pendingin Air Sejuk atau Chiller, sebagai bentuk langkah konkret Kementerian ESDM dalam memitigasi perubahan iklim.
“Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32 persen hingga 43 persen pada tahun 2030. Namun kita juga membutuhkan investasi sebesar USD55 miliar guna mencapai mencapai emisi nol karbon pada tahun 2030,” jelas Eniya Lestiani melalui siaran persnya yang diterima Kabar Bursa, Jumat, 8 Agustus 2024 malam.
Eniya menambahkan, guna mempercepat pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan, namun masih tetap memprioritaskan pemanfaatan produk dalam negeri, Kementerian ESDM juga mengeluarkan Peraturan Nomor 11 Tahun 2024 tentang pemanfaatan produk dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah launching pada 6 Agustus 2024 dalam rangkain konferensi tersebut.
Peraturan ini diharapkan bisa mengatasi isu konten lokal, khususnya dalam proyek energi terbarukan, seperti panel surya.
Capaian Proyek Energi Bersih dan Dukungan Internasional
Eniya juga memberikan catatan penting bahwa Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi. Hingga tahun 2023, Indonesia berhasil mencapai pengurangan emisi sebesar 123,2 juta ton, melalui berbagai strategi antara lain kebijakan efisiensi energi, energi terbarukan, bahan bakar rendah karbon, teknologi pembangkit bersih dan kegiatan lainnya.
Pencapaian ini diharapkan meningkat, terutama dengan implementasi Peraturan Pemerintah No.33/2023 tentang Konservasi Energi, yang menyerukan kepada penyedia jasa energi, industri, transportasi dan gedung/bangunan untuk melakukan manajemen energi, terutama jika pengguna energi mempunyai konsumsi energi melebihi ambang batas tertentu.
Melalui kebijakan ini diperkirakan akan terjadi penghematan energi sebesar Rp9,4 triliun dan 3,56 juta TOE dari penyedia jasa energi, Rl20,8 triliun dan 5,28 juta TOE dari industri, Rp4,2 triliun dan 0,4 Juta TOE dari sektor transportasi, dan Rp0,9 triliun dan 66 juta TOE dari gedung dan bangunan.
Salah satu capaian lainnya yang menurutnya sangat signifikan adalah tentang Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) & Label Tanda Hemat Energi (LTHE).
Eniya mengatakan, hingga saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan SKEM dan LTHE untuk 7 peralatan, antara lain Air Conditioner (AC), kulkas, penanak nasi, kipas angin, lampu LED, Refrigerated Display Case (Showcase), dan Televisi.
Dalam bahan presentasi yang ditayangkan, Eniya dalam pembukaan konferensi menjelaskan, SKEM dari AC, penanak nasi, kulkas, lampu LED, dan kipas angin yang merupakan peralatan yang selalu kita gunakan sehari-hari tersebut, diperkirakan mampu mengurangi beban listrik pada saat beban puncak (jam sibuk) sebesar 599 MW dan menghemat energi sebesar 3,0 TWh pada tahun 2025 dan mengurangi beban listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebesar 3,8 TWh pada tahun 2030.
“Untuk itu saya mendorong dan merekomendasikan kepada Bapak/Ibu sekalian untuk selalu membeli produk-produk elektronik yang telah ada tanda SKEM dan LTHE bintang lima,” jelasnya.(*)