KABARBURSA.COM – Pergerakan emas dunia masih berlanjut. Permintaan yang belum selesai semakin menyeret emas mendekati rekor tertingginya. Walaupun lambat, harga emas spot yang naik 0,6 persen di kisaran USD4.340 per ons, menandatakan adanya aksi timbang-menimbang di pasar.
Yang membuat reli logam mulia tahun ini berbeda adalah peran permintaan struktural. Emas dan perak sama-sama menuju kinerja tahunan terbaik sejak 1979. Perak yang melonjak lebih dari dua kali lipat dan emas yang haik hampir dua pertiganya, mencerminkan permintaan yang nyata.
Belum lagi pembelian besar-besaran bank sentral, terutama dari negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan pada dolar AS, telah mengurangi pasokan fisik di pasar global.
Pada saat yang bersamaan, arus masuk ETF berbasis emas meningkat Ketika imbal hasil obligasi AS mulai turun. Kondisi ini menciptakan persaingan langsung antara investor finansial dan bank sentral untuk mendapatkan bullion yang jumlahnya terbatas.
Hal yang sama disampaikan Goldman Sachs. Menurut Sachs, ketika suku bunga AS turun, investor ETF mulai berebut pasokan emas yang sama dengan bank sentral. Selama dua pendorong ini bertahan, harga emas akan terus berlanjut meskipun volatilitas jangka pendek tetap ada.
Data Inflasi dan Suku Bunga Acuan
Data inflasi AS dan suku bunga acuan, tidak bisa diabaikan. Data inflasi inti AS yang naik di laju paling lambat sejak awal 2021, memperkuat argumen bahwa tekanan harga struktural mulai melandai. Bagi emas, ini sangat relevan, karena penurunannya membuka ruang bagi suku bunga riil yang lebih rendah.
Kemudian sikap Federal Reserve yang ambigu pasca memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya, dan dorongan politik dari Presiden AS Donald Trump yang secara terbuka mendoron penurunan suku bunga secara agresif, menambah spekulasi bahwa siklus pelonggaran belum berakhir.
Kondisi inilah yang membuat emas tetap relevan sebagai aset lindung nilai.
Kinerja logam mulia lain memperkuat narasi tersebut. Platinum melesat ke atas USD1.980 per ons. Ini merupakan level tertinggi sejak 2008. Kenaikannya didorong oleh pengetatan pasikan di pasar London dan pergeseran stok ke AS sebagai antisipasi risiko tarif.
Paladium juga mengalami kenaikan, meskipun moderat. Intinya, faktor pasokan dan industri tetap memainkan peran penting.
Dari sisi lintas aset, penguatan tipis Bloomberg Dollar Spot Index menunjukkan bahwa emas mampu bertahan bahkan ketika dolar tidak sepenuhnya melemah. Ini menjadi sinyal penting bahwa permintaan emas tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pelemahan dolar, melainkan pada ketidakpastian kebijakan, struktur permintaan fisik, dan ekspektasi suku bunga riil ke depan.
Secara keseluruhan, performa emas dunia saat ini berada dalam fase matang namun masih konstruktif. Harga yang stabil di dekat rekor tertinggi, dukungan dari data inflasi yang melandai, ketidakpastian arah kebijakan The Fed, serta permintaan struktural dari bank sentral dan ETF membentuk kombinasi sentimen yang solid.
Risiko koreksi jangka pendek tetap ada, terutama jika ekspektasi pemangkasan suku bunga kembali mundur, tetapi selama faktor struktural tersebut bertahan, emas masih berada dalam tren naik yang kuat, bukan sekadar reli spekulatif sementara.(*)