Logo
>

Perputaran Uang Lebaran Melemah, Daya Beli Merosot?

Tambahan jumlah uang beredar (JUB) dalam arti sempit (M1) selama periode Ramadan dan Lebaran hanya mencapai Rp114,37 triliun

Ditulis oleh Cicilia Ocha
Perputaran Uang Lebaran Melemah, Daya Beli Merosot?
Menghitung rupiah. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Momentum Lebaran 2025 yang biasanya menjadi pendorong utama konsumsi rumah tangga tampaknya tidak akan memberikan dampak ekonomi sebesar tahun-tahun sebelumnya. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mencatat bahwa tambahan jumlah uang beredar selama Ramadan dan Idul Fitri tahun ini mengalami kontraksi atau melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024.  

    Menurut Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, tambahan jumlah uang beredar (JUB) dalam arti sempit (M1) selama periode Ramadan dan Lebaran hanya mencapai Rp114,37 triliun, turun dari Rp136,97 triliun pada 2024.

    “Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024. Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” ujar Huda melalui keterangannya, dikutip Senin, 31 Maret 2025.

    Adapun, Huda menjelaskan pelemahan tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti meningkatnya jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di dua bulan pertama tahun 2025, penurunan keyakinan konsumen, serta daya beli yang tergerus akibat kondisi ekonomi yang masih penuh tekanan. 

    Merujuk pada data Kementerian Ketenagakerjaan, tercatat 18.610 pekerja terkena dampak PHK pada Januari-Februari 2025, atau lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama dari tahun sebelumnya. Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat jumlah PHK lebih besar, mencapai 60.000 buruh di 50 perusahaan. 

    “Kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen,” kata Huda.

    Dampaknya, konsumsi rumah tangga melemah, tercemin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang turun 0,4 persen pada Januari 2025 dibandingkan Desember 2024. Sementara itu, Indeks Penjualan Riil (IPR) juga mengalami kontraksi, dari 222 poin di Desember 2024 menjadi 211,5 poin di Januari 2025. 

    "Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” jelas Huda.

    Lebaran Tak Mampu Dongkrak Ekonomi Secara Signifikan 

    Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa dengan penurunan jumlah uang beredar selama Lebaran, dampak ekonomi yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan tahun lalu.  

    “Berdasarkan modelling yang dilakukan CELIOS pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5 persen. Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun,” ungkap Bhima.

    Lebaran yang biasanya menjadi pemicu lonjakan belanja masyarakat tidak memberikan dampak signifikan karena banyak rumah tangga yang lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan mereka. Simpanan perorangan terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK) juga turun drastis menjadi 46,4 persen, yang menurut Bhima menunjukkan bahwa masyarakat mulai mengandalkan tabungan untuk bertahan hidup akibat tekanan ekonomi.

    “Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan. Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya,” tambah Bhima. 

    Selain itu, pelemahan kurs rupiah juga menjadi faktor yang meningkatkan kehati-hatian masyarakat dalam membelanjakan uang mereka. 

    “Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut,” tutup Bhima.

    BI: Peredaran Uang Masih Tinggi

    Peredaran uang selama momen Lebaran 2025 diperkirakan masih berada pada level yang tinggi, meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini terjadi seiring dengan tingginya kebutuhan masyarakat menjelang Idul Fitri, mulai dari kebutuhan pokok, persiapan mudik, hingga tradisi berbagi rezeki dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR) dan angpao Lebaran.

    Bank Indonesia (BI) telah menyalurkan uang layak edar (ULE) senilai Rp67,1 triliun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri 2025. Jumlah ini setara dengan sekitar 37 persen dari total dana yang disediakan BI, yakni Rp180,9 triliun, hingga Senin, 17 Maret 2025. 

    Puncak penukaran uang diprediksi terjadi setelah pencairan THR, yaitu pada pekan keempat Ramadhan.

    Namun, dibandingkan dengan tahun lalu, perputaran uang selama Lebaran 2025 diperkirakan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jika pada Idul Fitri 2024 perputaran uang diperkirakan mencapai Rp157,3 triliun, maka tahun ini angkanya diprediksi hanya sekitar Rp137,975 triliun. 

    Penurunan ini sejalan dengan berkurangnya jumlah pemudik yang bergerak ke kampung halaman.

    Data dari survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga, termasuk Badan Kebijakan Transportasi, Kementerian Perhubungan, dan akademisi, menunjukkan bahwa jumlah pemudik pada Lebaran 2025 diperkirakan mencapai 146,48 juta orang. 

    Angka ini setara dengan sekitar 52 persen dari total penduduk Indonesia, tetapi mengalami penurunan 24 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 193,6 juta pemudik.

    Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan jumlah pemudik tahun ini. Pertama, kedekatan antara periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) dengan Idul Fitri membuat sebagian masyarakat yang sudah berlibur pada akhir tahun lalu memilih untuk tidak melakukan perjalanan mudik lagi pada Lebaran. 

    Keputusan ini diambil sebagai bentuk penghematan setelah pengeluaran yang cukup besar saat liburan sebelumnya.

    Selain itu, kondisi ekonomi yang masih menantang juga mempengaruhi perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan mereka. Dengan mendekatnya tahun ajaran baru, banyak keluarga lebih memilih untuk menabung guna memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak-anak mereka. 

    Faktor lain yang turut berperan adalah meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri, yang membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka.

    Tidak hanya itu, penurunan daya beli masyarakat juga menjadi salah satu penyebab utama perlambatan peredaran uang selama Lebaran. Situasi ini diperburuk oleh faktor cuaca yang tidak menentu, yang menyebabkan sebagian masyarakat menunda atau bahkan membatalkan rencana perjalanan mereka.

    Meski demikian, peredaran uang selama periode Lebaran tetap akan signifikan, didorong oleh kebutuhan konsumsi masyarakat yang meningkat serta tradisi berbagi yang masih kuat. Bank Indonesia dan pelaku usaha terus mencermati perkembangan ini untuk memastikan ketersediaan uang tunai yang cukup serta kelancaran transaksi keuangan selama periode puncak Lebaran.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Cicilia Ocha

    Seorang jurnalis muda yang bergabung dengan Kabar Bursa pada Desember 2024. Menyukai isu Makro Keuangan, Ekonomi Global, dan Energi. 

    Pernah menjadi bagian dalam desk Nasional - Politik, Hukum Kriminal, dan Ekonomi. Saat ini aktif menulis untuk isu Makro ekonomi dan Ekonomi Hijau di Kabar Bursa.