KABARBURSA.COM - PT Pertamina (Persero) tengah menjajaki kemungkinan kerja sama dalam pengembangan sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di kawasan Amerika Latin dan Karibia. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyebutkan bahwa pencarian peluang kerja sama ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Fadjar menjelaskan bahwa upaya tersebut adalah bagian dari strategi Pertamina untuk memperkuat ketahanan energi nasional melalui optimalisasi hulu migas domestik serta pengembangan migas di luar negeri. “Untuk mendukung ketahanan energi, Pertamina membuka peluang sinergi dengan berbagai pihak,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Jumat 13 September 2024.
Dia mengungkapkan bahwa Amerika Latin dan Karibia memiliki potensi migas yang signifikan, dan Pertamina melihat peluang untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan wilayah kerja migas di sana. Fokus Pertamina akan tertuju pada Suriname, Guyana, dan Brasil, karena ketiga negara tersebut memiliki potensi migas yang besar.
Fadjar mencontohkan, Suriname memiliki cadangan terbukti minyak mentah sebanyak 89 juta barel dengan Staatsolie, perusahaan minyak negara Suriname, sebagai pemain utama. Guyana, di sisi lain, diperkirakan akan menjadi negara penghasil minyak terbesar keempat di Amerika Latin setelah penemuan blok Stabroek dengan potensi cadangan mencapai 11 miliar barel setara minyak.
Brasil juga memiliki cadangan produksi minyak cair yang dapat bertahan hingga 21,5 tahun serta cadangan gas yang dapat bertahan selama 28,7 tahun. “Pertamina telah berpengalaman dalam mengelola hulu migas di berbagai negara, termasuk Venezuela yang terletak di kawasan Amerika Latin-Karibia,” tambah Fadjar.
Sejak tahun 2018, PT Pertamina Internasional EP (PIEP), melalui anak perusahaannya Maurel & Prom (M&P), telah melakukan investasi di Venezuela dengan Petroleos de Venezuela SA, perusahaan migas milik pemerintah Venezuela. Pemerintah Indonesia dan Venezuela juga telah sepakat untuk meningkatkan kerja sama di sektor energi melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pada awal tahun ini.
MoU tersebut mencakup berbagai aspek kerja sama, termasuk bisnis hulu migas, peningkatan produksi minyak, serta pengembangan teknologi dan praktik terbaik dalam bidang energi. Melalui kesepakatan ini, Pertamina bertujuan untuk menambah portofolio investasinya di sektor hulu migas di Venezuela.
Forum Bisnis Indonesia-Amerika
PT Pertamina (Persero) melalui subholding-nya, Pertamina New and Renewable Energy (PNRE), tengah menjajaki potensi kolaborasi strategis dalam Forum Bisnis Indonesia-Amerika Serikat di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
“Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya energi bersih, yang mampu menarik minat investor global. Pertamina terus membangun kepercayaan internasional untuk mendukung program transisi energi guna mempercepat pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada 2060,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 27 Agustus 2024.
Fadjar menjelaskan, forum bisnis ini diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun hubungan bilateral Indonesia-AS.
Sebagai BUMN, lanjut Fadjar, Pertamina berperan aktif dalam acara yang digelar oleh KBRI di AS, dengan tujuan membuka peluang sekaligus mendorong Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia.
Pertamina memanfaatkan momentum ini untuk menyampaikan kebijakan keberlanjutan perusahaan serta membuka peluang investasi dan kolaborasi dengan mitra global, terutama di sektor energi baru terbarukan.
Fadjar menambahkan, kebijakan keberlanjutan Pertamina dirancang untuk mendukung kerja sama yang kuat, baik di tingkat nasional maupun internasional.
CEO PNRE, John Anis, yang menjadi panelis dalam forum tersebut, menekankan bahwa PNRE memiliki mandat untuk mendukung target pengurangan emisi Indonesia, sekaligus merancang masa depan bisnis Pertamina.
John juga menyatakan, PNRE bercita-cita menjadi pemimpin dalam membangun ekosistem NZE di Indonesia.
PNRE telah mengalokasikan Capex besar untuk pengembangan energi baru terbarukan. Hingga 2029, Capex PNRE diproyeksikan mencapai USD 6,2 miliar, ungkap John.
Dari total Capex tersebut, sekitar 63 persen dialokasikan untuk pengembangan tenaga surya, angin, dan panas bumi.
Sisanya, sekitar 18 persen digunakan untuk pengembangan solusi rendah karbon, termasuk dekarbonisasi, 11 persen untuk biomassa dan bioetanol, serta 6 persen untuk pengembangan bisnis masa depan.
“PNRE berkomitmen memperluas bisnisnya, oleh karena itu, kami membuka peluang kolaborasi dengan mitra domestik maupun internasional, termasuk dari AS,” tambah John.
Acara ini turut dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Under Secretary of Commerce for International Trade AS Marisa Lago, serta sejumlah perwakilan pemerintah dan pelaku bisnis dari kedua negara.
Sebagai pelopor dalam transisi energi, Pertamina tetap teguh mendukung target NZE 2060 dengan mengembangkan program-program yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh inisiatif ini sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.
Capex 15 BUMN Migas Asia, Pertamina Pemain Utama
Badan usaha milik negara (BUMN) di sektor minyak dan gas bumi (migas) Asia diperkirakan akan menggelontorkan anggaran belanja modal yang lebih besar tahun ini. PT Pertamina (Persero) menjadi salah satu pemain utama dalam tren ini.
Total belanja modal atau capital expenditure (capex) dari 15 perusahaan migas terkemuka di Asia, terutama Asia Timur dan Tenggara, diproyeksikan mencapai USD 136,4 miliar (sekitar Rp2.138 triliun dengan kurs saat ini) pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 4,8 persen dari tahun lalu, berdasarkan estimasi BMI, lembaga riset yang merupakan bagian dari Fitch Ratings.
Di tengah geliat tersebut, Pertamina masih berada di bawah bayang-bayang BUMN migas China, PetroChina, dalam hal proyeksi belanja modal perusahaan migas pelat merah di Asia.
Menurut laporan terbaru BMI, Pertamina diperkirakan akan mengalokasikan capex sebesar USD8,5 miliar (sekitar Rp133,2 triliun dengan kurs saat ini) pada tahun 2024, meningkat 37,1 persen dibandingkan realisasi tahun lalu yang sebesar USD6,2 miliar.
Sementara itu, PetroChina diproyeksikan akan menggelontorkan capex sebesar USD39 miliar (sekitar Rp611,32 triliun dengan kurs saat ini) pada 2024, sedikit meningkat dari USD38,8 miliar pada 2023.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.