KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa dinamika dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) saat ini memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.
“Kami tengah memantau perkembangan Pilpres di AS, yang sementara ini menunjukkan keunggulan Trump. Prediksi pasar, termasuk pandangan kami, mengindikasikan kemungkinan penguatan dolar AS,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu 6 November 2024.
Perry menjelaskan bahwa ketegangan politik seputar Pilpres AS berimbas pada penguatan dolar AS, yang turut memengaruhi kondisi ekonomi global, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Dampak tersebut tidak hanya terasa pada nilai tukar, tetapi juga mempengaruhi arus modal.
“Dinamika ini berdampak pada hampir seluruh negara, terutama pasar negara berkembang. Terdapat tekanan pada nilai tukar, pergerakan arus modal, serta ketidakpastian yang semakin tinggi di pasar keuangan. Ini menjadi tantangan yang harus kami hadapi dengan kehati-hatian,” ungkap Perry.
Menanggapi situasi ini, Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. BI terus berkolaborasi dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menghadapi tantangan ini.
Pada penutupan perdagangan Rabu, nilai rupiah tercatat melemah 84 poin atau 0,53 persen, menjadi Rp15.833 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya di Rp15.749 per dolar AS.
Selain pengaruh Pilpres AS, Perry juga menyebutkan bahwa ketidakpastian mengenai kebijakan suku bunga AS masih dibayangi oleh ketegangan geopolitik global yang meningkat, khususnya konflik di Timur Tengah.
Bank Indonesia memproyeksikan bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan menurunkan suku bunga acuan, dengan estimasi Fed Funds Rate (FFR) sebesar 4,5 persen pada 2024, dan 3,5 persen pada 2025.
“Namun, ketidakpastian mengenai penurunan suku bunga ini masih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dunia yang sangat tinggi, termasuk konflik yang terus berlanjut di Timur Tengah,” kata Perry Warjiyo.
Dampak Ekonomi Dalam Pemilihan
Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024 tengah menjadi sorotan dunia, tak terkecuali Indonesia, terutama dalam kontestasi antara kandidat Donald Trump dan Kamala Harris.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengaku memantau kemungkinan dampak ekonomi jika Trump terpilih dalam pemilihan kali ini. Menurut hasil sementara, Trump diprediksi menang, sebuah skenario yang diperhitungkan oleh BI sebagai salah satu faktor penting yang berpotensi mempengaruhi ekonomi global dan nasional.
Perry menjelaskan bahwa BI sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan hasil pemilu AS, terutama jika Trump kembali memimpin AS.
“Berdasarkan perhitungan sementara, Trump unggul dalam Pilpres AS dan kami sudah mempertimbangkan berbagai skenario kemungkinan yang bisa terjadi,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 November 2024.
Menurut Perry, jika Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS, tren penguatan mata uang dolar AS kemungkinan akan berlanjut. Hal ini tidak lepas dari potensi kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang kemungkinan besar akan tetap tinggi di bawah kepemimpinan Trump.
Perry juga memperkirakan bahwa kebijakan perdagangan proteksionis Trump, termasuk potensi perang dagang, kemungkinan besar akan tetap menjadi bagian dari kebijakan ekonomi AS.
“Jika Trump menang, kemungkinan besar mata uang dolar AS akan menguat, suku bunga di AS akan tetap tinggi, dan perang dagang yang sudah terjadi sebelumnya mungkin berlanjut,” tutur Perry.
Hadapi Tekanan Tambahan
Dinamika ekonomi ini, menurut Perry, dapat berdampak langsung pada kondisi ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ia memperkirakan nilai tukar rupiah akan menghadapi tekanan tambahan, sementara aliran modal asing menuju Indonesia bisa berkurang karena investor asing akan lebih berhati-hati di tengah ketidakpastian global yang meningkat.
“Kondisi seperti ini berdampak pada ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pertama, nilai tukar rupiah kemungkinan akan tertekan. Kedua, aliran modal asing juga mungkin berkurang. Ketiga, kita akan menghadapi ketidakpastian di pasar keuangan,” jelas Perry.
Menghadapi situasi ini, Bank Indonesia akan tetap berupaya menjaga stabilitas pasar keuangan domestik melalui kolaborasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Perry menegaskan bahwa Bank Indonesia siap mengambil langkah-langkah proaktif untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta akan terus bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya ini.
“Kami di Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan. Kami akan berkoordinasi erat dengan pemerintah dan KSSK untuk menghadapi tantangan ini dan terus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Perry.(*)