Logo
>

PNBP Kuartal I 2025 Turun 12,75 Persen, Ini Dampaknya

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
PNBP Kuartal I 2025 Turun 12,75 Persen, Ini Dampaknya
Total PNBP lainnya yang dihimpun hingga Maret tercatat mengalami perlambatan sebesar 12,75 persen secara tahunan (year on year/yoy). Foto dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM - Kontribusi Kementerian dan Lembaga (K/L) menjadi penopang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya dari komponen Penjualan Hasil Tambang (PHT) dan Domestic Market Obligation (DMO) migas.

Total PNBP lainnya yang dihimpun hingga Maret tercatat mengalami perlambatan sebesar 12,75 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut, realisasi PNBP lainnya hingga Maret mencapai Rp37,23 triliun. Angka tersebut berasal dari PHT sebesar Rp7,49 triliun, PNBP K/L dari layanan sebesar Rp25,45 triliun, serta PNBP K/L non-layanan sebesar Rp4,32 triliun.

“Yang besar adalah PNBP K/L sebesar Rp29,7 triliun,” ungkap Suahasil dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 8 Mei 2025 di Jakarta.

Namun demikian, PNBP K/L tercatat mengalami penurunan sebesar 13,01 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara PNBP dari PHT juga terkontraksi sebesar 11,7 persen (yoy).

Meski terjadi penurunan, dominasi dari 10 kementerian/lembaga terbesar tetap mencolok, dengan kontribusi mencapai 71,7 persen dari total PNBP K/L atau setara dengan Rp21,29 triliun dari total Rp29,7 triliun.

Kontributor terbesar berasal dari Bendahara Umum Negara (BUN) yang menyumbang Rp6,95 triliun atau sekitar 23,4 persen dari total PNBP K/L.

“Pemasukan dari BUN tersebut terutama berasal dari pengelolaan rekening negara,” terangnya.

Selain BUN, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemen Komdigi) turut menyumbang Rp3,25 triliun (10,9 persen), diikuti oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebesar Rp3,16 triliun (10,6 persen).

Kontribusi lainnya berasal dari Polri sebesar Rp2,12 triliun (7,1 persen) dan Kementerian Imigrasi dan Paspor (Kemen Imipas) sebesar Rp2,22 triliun (7,4 persen).

Kementerian ATR/BPN dan Kejaksaan masing-masing menyumbang Rp0,80 triliun dan Rp0,81 triliun (2,7 persen), diikuti oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Rp0,53 triliun (1,8 persen), Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pertahanan masing-masing Rp0,48 triliun dan Rp0,47 triliun (1,6 persen), serta Kementerian Agama yang berkontribusi Rp0,56 triliun (1,9 persen).

“Cukup penting K/L dalam konteks penerimaan negara bukan pajak,” kata Suahasil.

Bila ditinjau dari jenis layanan, terdapat 10 kategori layanan dengan kontribusi terbesar yang menyumbang hingga 80,4 persen dari total pendapatan layanan K/L.

Di antaranya, Pendapatan atas Pengelolaan Rekening Tunggal menjadi yang tertinggi dengan kontribusi sebesar Rp5,20 triliun, diikuti oleh jasa Komunikasi dan Informatika sebesar Rp3,09 triliun, serta Pelayanan dan Administrasi Hukum yang mencatatkan kontribusi Rp2,74 triliun.

Selanjutnya adalah Jasa Transportasi (Rp2,72 triliun), Pelayanan Kepolisian I (Rp1,76 triliun), Denda Lainnya (Rp1,56 triliun), Pendapatan Lain-Lain (Rp1,04 triliun), Kejaksaan dan Peradilan (Rp0,89 triliun), Jasa Agraria (Rp0,74 triliun), serta sektor Pendidikan (Rp0,73 triliun).

PNPB Mulai Tertekan

Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam empat bulan terakhir, terhitung dari Desember 2024 hingga Maret 2025, menunjukkan pergerakan yang naik-turun. Meski sempat mengalami pemulihan pada Maret, tekanan berat masih membayangi sektor sumber daya alam (SDA) akibat gejolak harga komoditas global dan dampak cuaca ekstrem di dalam negeri.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan, rerata bulanan PNBP sepanjang periode tersebut tercatat sebesar Rp44,4 triliun. Capaian ini sedikit lebih tinggi dibanding rerata bulanan periode Desember 2021 hingga Maret 2022 yang berada di level Rp43,8 triliun. Namun demikian, angka tersebut masih tertinggal dibandingkan rerata dua tahun terakhir, yakni Rp56,3 triliun pada 2023 dan Rp52,7 triliun di tahun 2022.

"Pada bulan Maret 2025 mengalami rebound setelah dua bulan sebelumnya mengalami kontraksi," ujar Suahasil saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI, Kamis, 8 Mei 2025 di Jakarta.

Pertumbuhan Maret tercatat naik 15,1 persen dibandingkan Februari, didorong oleh peningkatan harga batubara acuan (HBA), kenaikan produksi gas bumi, serta bertambahnya penerimaan dari pemanfaatan spektrum frekuensi radio dan dana perkebunan kelapa sawit.

"Harga komoditas tahun ini terjadi penurunan, secara year to date dan month to month-nya beberapa turun. Ini yang membuat PNBP-nya juga terefleksi," ungkapnya.

PNBP Migas Tertekan ICP, Meski Lifting Naik

Sektor migas menyumbang PNBP sebesar Rp24,9 triliun dalam periode tersebut. Penurunan terjadi seiring dengan turunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 4,42 persen, dari USD 77,67 per barel pada 2024 menjadi USD 74,24 per barel tahun ini.

Di sisi produksi, lifting minyak bumi mengalami kenaikan 3,11 persen menjadi 596 ribu barel per hari. Lifting gas bumi juga tumbuh 4,41 persen menjadi 947 ribu barel setara minyak per hari. Namun, realisasi ini belum berhasil memenuhi target APBN yang mematok lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari dan gas sebesar 1,005 juta barel setara minyak per hari.

"Kita lihat ICP dibandingkan tahun lalu turun. Tapi bukan hanya ICP yang berpengaruh, lifting-nya juga. Lifting minyak bumi memang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu tapi tetap di bawah asumsi APBN," jelas Suahasil.

Penurunan harga ICP disebabkan oleh kombinasi perlambatan ekonomi di Tiongkok yang menurunkan permintaan global serta kekhawatiran pasar atas prospek ekonomi menyusul kebijakan tarif dari Amerika Serikat terhadap Kanada dan Meksiko. Di sisi lain, depresiasi nilai tukar rupiah turut memberi dampak. Kurs rupiah terhadap dolar AS tercatat menguat dari Rp15.638 menjadi Rp16.167, atau naik 3,38 persen.

Minerba Terbebani Cuaca, Panas Bumi Alami Koreksi Dalam

PNBP dari sektor nonmigas mayoritas disumbang sektor minerba, khususnya batubara, yang menyumbang 92,3 persen dari total PNBP SDA nonmigas. Total penerimaan dari sektor ini mencapai Rp23,7 triliun, terdiri atas Rp17,1 triliun dari royalti batubara dan Rp6,6 triliun dari royalti non-batubara. Meski demikian, angkanya masih turun 7,6 persen secara tahunan akibat terganggunya produksi batubara oleh kondisi cuaca yang memburuk sejak akhir 2024.

"PNBP SDA Minerba terkontraksi dipengaruhi kinerja penerimaan royalti batubara yang menurun dampak penurunan produksi batubara disebabkan kondisi cuaca yang buruk akhir tahun 2024 sampai saat ini,” kata Suahasil.

Kontraksi juga terjadi pada sektor kehutanan, kelautan, perikanan, dan panas bumi yang secara agregat turun 10,2 persen secara tahunan. Penurunan PNBP kehutanan sebesar 6,8 persen dipicu oleh minimnya setoran Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), yang melemah akibat turunnya harga kayu bulat.

"Hal ini akibat turunnya harga kayu bulat sehingga pengusaha menahan penebangan kayu," jelasnya.

Sementara itu, sektor kelautan dan perikanan mencatat kontraksi ringan sebesar 0,8 persen, dipicu turunnya hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan. Namun penurunan terdalam justru datang dari sektor panas bumi, yang anjlok hingga 27,4 persen akibat berkurangnya setoran bagian pemerintah (SBP) sebesar 68 persen. Hal ini terjadi karena meningkatnya biaya produksi pada seluruh wilayah kerja panas bumi milik Pertamina Geothermal Energy. (*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.