KABARBURSA.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang baru dikeluarkan mendapat sorotan tajam dari berbagai sektor industri. Para pelaku industri, pedagang, dan petani, menilai regulasi ini memberatkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan.
Adapun isi dalam PP 28/2024 merupakan rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik.
Franky Sibarani, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengungkap bahwa pemerintah dinilai tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan keberagaman sektor yang terdampak. Dalam kajian dan koordinasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa masalah mendasar terkait regulasi ini.
"Pertama, kami mencatat bahwa keterlibatan industri dalam proses penyusunan PP ini sangat minim. Fokus utama dari regulasi ini lebih kepada aspek kesehatan yang mendominasi, sementara partisipasi dari pelaku industri, baik pembina maupun pelaku utama, sangat kurang," ujar Franky, Kamis, 11 September 2024.
Kedua, peraturan ini tidak mencantumkan klausul yang menyatakan pengecualian atau penyesuaian terhadap berbagai sektor. Akibatnya, banyak pedagang, baik yang beroperasi di pasar tradisional maupun ritel modern, terpaksa mengikuti ketentuan jarak penjualan produk tembakau yang baru. Hal ini memaksa banyak usaha kecil dan menengah (UKM) yang telah lama beroperasi untuk terancam gulung tikar.
"Ketentuan mengenai jarak berjualan dan iklan yang diatur dalam PP ini ternyata tidak memberikan ruang bagi pedagang yang telah lama beroperasi, bahkan sebelum peraturan ini ada," tambahnya.
Ketiga, situasi ekonomi Indonesia yang saat ini sedang mengalami transisi pemerintahan menjadi faktor tambahan yang memperburuk kondisi industri. Para pelaku industri menunjukkan kekhawatiran bahwa kontraksi ekonomi yang terjadi sejak awal tahun ini akan semakin parah jika PP 28 diterapkan tanpa penyesuaian.
"Industri saat ini mengalami kontraksi akibat penurunan permintaan pasar, baik global maupun lokal. Jika regulasi ini diterapkan, dampaknya bisa lebih luas dan berkepanjangan," ungkap Franky.
Para pelaku industri tembakau dan sektor terkait, termasuk petani tembakau dan cengkeh, merasa perlu untuk mengajukan petisi kepada Presiden Joko Widodo dan calon presiden terpilih Prabowo Subianto. Mereka meminta agar pemberlakuan PP 28/2024 ditunda atau dihentikan sementara.
"Dampak dari PP 28/2024 ini bisa lebih parah dibandingkan krisis yang disebabkan oleh COVID-19. Jika krisis COVID-19 dapat diatasi dengan penyesuaian kerja dari rumah dan pengelolaan sheet, maka PP 28/2024 berpotensi menghentikan seluruh industri ini," tegasnya.
Para pelaku industri berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan kembali penerapan peraturan tersebut demi keberlangsungan sektor-sektor yang terpengaruh.
Protes Petani Tembakau
Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyampaikan penolakan tegas terhadap PP 28/2024 dan rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait pengamanan produk tembakau. Menurut APTI, kedua regulasi tersebut berdampak negatif terhadap keberlangsungan hidup petani tembakau di Indonesia.
APTI mengungkapkan kekhawatiran mendalam mengenai dampak PP 28/2024, yang telah menimbulkan guncangan mental di kalangan petani tembakau.
Kenaikan cukai yang terus-menerus, merujuk pernyataan APTI, menyebabkan penurunan penyerapan tembakau lokal, dan hingga kini, petani merasa tidak ada niat baik dari pemerintah pusat untuk melindungi hak-hak mereka dan memastikan masa depan pertanian tembakau.
“Kami Asosiasi Petani Tembakau Indonesia yang mewakili jutaan petani tembakau di Indonesia melihat kemudian menyikapi atas bergulirnya rencana peraturan dari Kementerian Kesehatan RI, tentang Pengamanan Produk Tembakau, kami Petani tembakau dan sampai saat ini masih sebagai warga Negara Indonesia yang masih sah merasa sangat terpukul,” ungkap K Muhdi, Sekjen DPN APTI dalam konferensi pers di Gedung Apindo, Jakarta Selatan, Rabu, 11 September 2024.
Gaprindo Mengaku Pasrah
Gaprindo, yang merupakan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia, akan menerima keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun depan. Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi, menyatakan pemahaman mereka terhadap kebijakan pemerintah meskipun kenaikan tarif CHT akan memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Benny menekankan bahwa kenaikan tarif CHT harus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menyatakan kekhawatiran bahwa jika kenaikan terlalu tinggi, produksi rokok legal akan semakin turun sementara rokok ilegal akan menjadi lebih marak.
Gaprindo mencatat penurunan produksi rokok atau sigaret putih mesin (SPM) dari 15 miliar batang per tahun menjadi 10 miliar dalam lima tahun terakhir. Secara nasional, produksi hasil tembakau juga mengalami penurunan dari 350 miliar batang sebelum 2019 menjadi di bawah 300 miliar batang per tahun saat ini.
Kondisi ini dianggap mengancam kontribusi penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja dari sektor IHT. Benny menegaskan bahwa meningkatnya rokok ilegal akan merugikan produsen rokok legal dan berpotensi menurunkan penerimaan negara. Hingga akhir 2023, IHT telah menyumbang sebesar Rp213,48 triliun melalui CHT dan diharapkan dapat mencapai Rp300 triliun jika dikalkulasikan dengan pembayaran PPN dan PPh.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengindikasikan bahwa harga rokok akan mengalami kenaikan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR RI untuk menyesuaikan tarif CHT pada 2025. Hal ini disebabkan karena tarif cukai rokok multiyears yang berlaku saat ini akan berakhir pada akhir 2024. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.