KABARBURSA.COM - Pemerintah kembali mengulurkan tangan untuk menghidupkan denyut sektor properti. Melalui pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada Selasa, 14 Oktober 2025, dipastikan bahwa insentif pajak pertambahan nilai (PPN) bagi pembelian properti tertentu akan diperpanjang hingga akhir 2027.
Kebijakan ini bukan sekadar stimulus jangka pendek, tetapi langkah strategis yang menunjukkan keseriusan pemerintah menjaga daya beli masyarakat kelas menengah, sekaligus mendorong roda ekonomi domestik.
Dalam kebijakan ini, pembeli rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar (sekitar USD300.000) akan memperoleh keringanan signifikan. Pemerintah akan menanggung PPN untuk nilai hingga Rp2 miliar dari harga properti yang memenuhi syarat.
Artinya, bagi pembeli rumah tapak atau apartemen di kisaran harga menengah, beban pajak bisa berkurang hingga puluhan juta rupiah. Ini jelas menjadi insentif nyata bagi pasar yang sempat melambat akibat tekanan suku bunga tinggi dan biaya konstruksi yang terus meningkat.
Dampaknya terhadap sektor properti diyakini akan cukup besar. Bagi pengembang, kebijakan ini berarti peluang untuk mempercepat penjualan unit yang selama ini tersendat. Bagi pasar menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung penyerapan properti nasional, kembali mendapatkan dorongan psikologis untuk membeli.
Ketika pajak ditanggung negara, keputusan membeli rumah bukan lagi sekadar wacana, melainkan peluang yang terasa lebih terjangkau.
Secara makro, langkah ini juga akan menular ke berbagai lini industri pendukung seperti semen, baja ringan, cat, hingga furnitur. Efek pengganda (multiplier effect) dari sektor properti sudah terbukti kuat, karena setiap unit rumah yang terjual menciptakan permintaan baru di rantai pasok bahan bangunan dan tenaga kerja konstruksi.
Namun, di sisi lain, ada catatan menarik. Kebijakan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) seperti ini seringkali memberikan dorongan sementara. Tantangan bagi pemerintah adalah memastikan agar insentif ini tidak hanya menciptakan euforia sesaat, tetapi juga membangun momentum berkelanjutan bagi sektor properti yang sempat stagnan akibat tekanan makroekonomi.
Perhatikan Beberapa Saham ini: PWON hingga SMRA
Bagi investor pasar modal, perpanjangan insentif PPN hingga 2027 merupakan katalis positif bagi saham-saham emiten properti. Sejumlah nama besar seperti PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) menjadi emiten yang wajib dipantau.
Keempat perusahaan ini dikenal memiliki portofolio proyek residensial menengah dan menengah atas, segmen yang paling diuntungkan dari kebijakan ini.
Selain itu, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) dan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) juga berpotensi mendapatkan limpahan permintaan dari konsumen yang sebelumnya menunda pembelian. Di segmen apartemen, PT Intiland Development Tbk (DILD) dan PT Modernland Realty Tbk (MDLN) bisa menjadi pilihan menarik, terutama jika proyek-proyek vertikal mereka memenuhi syarat dalam skema PPN DTP.
Secara fundamental, emiten-emiten ini berpotensi mencatat peningkatan penjualan prapenjualan (marketing sales) dan arus kas operasional mulai kuartal I 2026. Dengan perpanjangan kebijakan hingga 2027, pasar properti memiliki jendela waktu yang cukup panjang untuk memulihkan permintaan dan mendorong valuasi saham sektor ini kembali naik.
Dari sudut pandang investor, sentimen ini juga memperkuat narasi rotasi sektor di Bursa Efek Indonesia. Ketika sektor keuangan dan energi tertekan oleh volatilitas global, sektor properti justru memiliki peluang untuk menjadi “safe haven domestik” karena dukungan kebijakan fiskal yang konkret.
Kebijakan ini juga mencerminkan arah baru strategi pemerintah, yaitu menstimulasi ekonomi melalui konsumsi dan pembiayaan domestik, bukan semata mengandalkan investasi asing. Dengan daya beli masyarakat kelas menengah yang terjaga, pertumbuhan ekonomi diharapkan tetap solid meski tekanan global meningkat.
Jadi, ketika pemerintah menanggung pajak hingga Rp2 miliar per unit, bukan hanya pembeli rumah yang diuntungkan tetapi juga pasar modal. Investor kini kembali melirik saham-saham properti dengan ekspektasi kenaikan permintaan yang berkelanjutan.
Dalam konteks ini, pemerintah memang tampak seperti “sales properti terbaik” yang dimiliki industri, karena melalui kebijakan fiskal yang cerdas, mereka bukan hanya menurunkan pajak, tetapi juga membangun kepercayaan pasar yang sempat goyah.(*)