Logo
>

PPN Naik, QRIS Tetap Tanpa Tambahan: Beban Merchant!

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
PPN Naik, QRIS Tetap Tanpa Tambahan: Beban Merchant!

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Transaksi melalui QRIS semakin diminati. Dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak bahwa pembayaran menggunakan QRIS akan dikenakan tambahan pajak sebesar 12 persen.

    Terkait isu ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menegaskan bahwa transaksi menggunakan QRIS dan layanan serupa tidak akan membebani customer dengan PPN tambahan.

    "QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi," jelasnya dalam pernyataan resmi di Jakarta, dikutip Senin 23 Desember 2024.

    Febrio menjelaskan bahwa meskipun PPN berlaku pada transaksi yang memanfaatkan fintech seperti QRIS, beban pajak tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab merchant.

    Ketentuan terkait pengenaan PPN atas transaksi yang melibatkan uang elektronik dan layanan fintech secara umum telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.

    Layanan yang dikenakan PPN mencakup e-money, e-wallet, gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana. PPN dikenakan atas biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara, seperti biaya registrasi, top-up saldo, pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai.

    Hal serupa juga berlaku untuk layanan e-wallet, termasuk pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN turut dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).

    Namun, saldo uang elektronik, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni tidak dikenakan PPN.

    Sebagai ilustrasi, jika pengguna melakukan top-up saldo e-money dengan biaya administrasi, maka yang dikenakan PPN adalah biaya administrasi tersebut.

    Misalnya, biaya administrasi top-up Rp1.000 dengan tarif PPN 11 persen saat ini, maka pengguna membayar tambahan Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110. Jika tarif PPN naik menjadi 12 persen, biaya yang dibayarkan naik menjadi Rp1.120.

    Sebaliknya, jika pengguna hanya melakukan transfer saldo tanpa dikenakan biaya tambahan, tidak ada PPN yang berlaku.

    "Jadi kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS," tegas Febrio.

    Jasa Sistem Pembayaran

    Beredar kabar, pembayaran transasi melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) akan kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Begini penjelasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Saat ini, pembayaran transaksi melalui QRIS semakin populer di masyarakat Indonesia. Namun, seiring rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025, muncul kekhawatiran akan dikenakan tambahan PPN 12 persen.

    Menanggapi itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa pembayaran melalui QRIS termasuk dalam kategori Jasa Sistem Pembayaran. Oleh karena itu, transaksi yang melibatkan QRIS memang akan terutang PPN, namun hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 terkait Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    DJP menegaskan bahwa penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, termasuk QRIS, bukanlah objek pajak baru. Pengenaan PPN ini berdasarkan Merchant Discount Rate (MDR), yaitu biaya yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant.

    Sebagai contoh, DJP memberikan ilustrasi pembelian sebuah TV seharga Rp5.000.000. Pada transaksi tersebut, PPN 12 persen akan dikenakan sebesar Rp550.000, sehingga total harga yang harus dibayarkan adalah Rp5.550.000.

    DJP menegaskan, jumlah pembayaran tidak akan berbeda meskipun menggunakan QRIS atau metode pembayaran lainnya.

    Transaksi e-Money Kena PPN 12 Persen

    Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan bahwa uang elektronik (e-money) dan dompet digital (e-wallet) telah dikenakan PPN sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Dwi menjelaskan, PPN tidak dikenakan pada nilai pengisian ulang (top up), saldo, atau transaksi jual beli, melainkan pada penggunaan jasa layanan uang elektronik atau dompet digital.

    “Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” jelas Dwi, Jumat, 20 Desember 2024.

    Sebagai ilustrasi, jika seseorang mengisi ulang uang elektronik sebesar Rp1.000.000 dengan biaya top up Rp1.500, maka PPN 11 persen akan dihitung berdasarkan biaya layanan tersebut, yaitu 11 persen x Rp1.500 = Rp165. Total yang dibayar konsumen menjadi Rp1.001.665.

    Dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen, pajaknya dihitung sebagai berikut: 12 persen x Rp1.500 = Rp180. Total pembayaran menjadi Rp1.001.680, dengan kenaikan hanya sebesar Rp15.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.