KABARBURSA.COM - Ekonom saat ini memperkirakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan memilih untuk mempertahankan suku bunga pada pertemuan keempat berturut-turut.
Keputusan ini diperkirakan akan dipengaruhi oleh ketidakpastian politik domestik yang menyelimuti Indonesia serta penantian terhadap langkah-langkah pelonggaran kebijakan moneter yang mungkin diambil oleh Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat.
Dalam survei terbaru oleh BloombergInternational, 34 dari 36 ekonom memproyeksikan bahwa BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen.
Sementara dua ekonom lainnya memperkirakan adanya kemungkinan pemangkasan sebesar seperempat poin. Meskipun proyeksi ini tampaknya menjadi konsensus umum, BI masih memiliki waktu untuk menilai kondisi ekonomi lebih lanjut sebelum membuat keputusan akhir. Perbaikan dalam berbagai aspek ekonomi Indonesia memberikan BI lebih banyak ruang untuk pertimbangan.
Sementara itu, situasi ekonomi Indonesia menunjukkan prospek yang lebih cerah dengan penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS. Ini diikuti oleh berkurangnya kekhawatiran investor mengenai kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan presiden terpilih, Prabowo Subianto. Kondisi ini memberikan sentimen positif terhadap stabilitas ekonomi Indonesia dalam jangka pendek dan menengah.
Di sisi lain, para analis memperkirakan bahwa Bank of Thailand akan mempertahankan suku bunga di 2,5 persen dalam pertemuan mendatang. Dari 24 analis yang disurvei, 23 memperkirakan suku bunga tidak akan berubah, sementara satu analis memprediksi adanya penurunan menjadi 2,25 persen.
Para pembuat kebijakan Thailand tampaknya menunggu lebih banyak kejelasan mengenai kebijakan dan rencana dari pemimpin baru, Paetongtarn Shinawatra, sebelum membuat keputusan penting mengenai suku bunga.
Euben Paracuelles dari Nomura Holdings Inc. di Singapura memberikan pandangannya mengenai situasi ini, menyatakan, “Kami memperkirakan kedua bank sentral, baik BI maupun Bank of Thailand, akan tetap mempertahankan suku bunga mereka pada pertemuan mendatang. Namun, BI mungkin mengubah nada kebijakannya menjadi lebih dovish, yang membuka kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September mendatang.”
Para ekonom dari Standard Chartered Plc, Capital Economics Ltd, dan Oversea-Chinese Banking Corp juga mengantisipasi bahwa nada dovish dari pembuat kebijakan Thailand pada 21 Agustus 2024 dapat membuka jalan bagi pelonggaran kebijakan di kuartal keempat tahun ini.
HSBC, melalui Pranjul Bhandari, kepala ekonom India dan Indonesia, memperkirakan bahwa siklus pelonggaran BI kemungkinan akan dimulai pada kuartal keempat setelah The Fed melakukan penurunan suku bunga pertamanya. Bhandari menekankan pentingnya melihat lebih dalam prospek jangka menengah Indonesia, termasuk susunan kabinet terbaru Presiden terpilih, Prabowo Subianto, dan kebijakan-kebijakan pemerintah baru yang akan diimplementasikan pada bulan Oktober mendatang.
Di sisi lain, data inflasi terbaru menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia lebih jinak pada bulan Juli, mencatatkan laju terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor pasokan. Namun, neraca perdagangan menunjukkan penyempitan tajam pada bulan Juli, mencapai angka terkecil sejak Mei 2023.
Kondisi ini dapat mempengaruhi kehati-hatian BI dalam mengambil keputusan untuk menurunkan suku bunga terlalu cepat, menurut Brian Tan, analis dari Barclays Plc.
BI nampaknya akan berhati-hati dan cenderung mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas mata uang. Gubernur BI, Perry Warjiyo, telah beberapa kali menyatakan bahwa penurunan suku bunga kemungkinan akan segera terjadi. Namun, penekanan juga diberikan pada kewaspadaan terhadap risiko eksternal, seperti potensi kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat yang dapat mempengaruhi arus modal asing dan menekan mata uang lokal.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI) akan tetap mempertahankan suku bunga karena belum akan berani menurunkannya sebelum Federal Reserve (The Fed) mengambil langkah serupa.
Faisal percaya BI masih memiliki kesempatan untuk menurunkan suku bunga setelah The Fed melakukannya terlebih dahulu. Dia menambahkan bahwa kondisi ekonomi dan pergerakan rupiah mendukung potensi penurunan suku bunga tersebut.
“Dorongan untuk menurunkan BI Rate memang sangat kuat, namun saya rasa penurunan suku bunga belum akan terjadi bulan ini,” kata Faisal.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, berpendapat bahwa kemungkinan penurunan BI Rate sangat bergantung pada keputusan The Fed mengenai suku bunga Federal Funds Rate (FFR). Meskipun kondisi fundamental ekonomi Indonesia cukup solid dan prospektif, yang mendukung peluang penurunan suku bunga BI, BI tetap harus memperhatikan tekanan eksternal yang dapat memengaruhi ekonomi domestik.
“Tekanan eksternal sebagian besar berasal dari ketegangan geopolitik, kebijakan suku bunga global, dan kondisi ekonomi global,” ujar Josua.
Jika tekanan eksternal mulai mereda, Josua melihat adanya potensi bagi BI untuk menurunkan suku bunga. Selain mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter, BI juga kemungkinan akan mengevaluasi penerapan strategi exit dari kebijakan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dalam waktu dekat.
Josua menambahkan bahwa ruang untuk pemangkasan BI Rate akan semakin terbuka di paruh kedua tahun 2024 jika kondisi eksternal terus membaik dan mendukung sentimen risk on, yang pada gilirannya dapat membantu stabilitas nilai tukar rupiah.
Rupiah, dalam perkembangan positif, telah menguat sekitar 5 persen terhadap dolar AS bulan ini, seiring dengan prospek penurunan suku bunga acuan AS. Indonesia, dengan target defisit fiskal moderat pada tahun 2025, memberikan ruang yang lebih besar bagi investor.
Obligasi pemerintah Indonesia mencatatkan arus masuk modal asing yang signifikan di atas USD1 miliar pada bulan Agustus ini, karena investor memanfaatkan imbal hasil sebelum biaya pinjaman turun.
Dengan berbagai dinamika ini, BI menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas finansial. Perkembangan global dan domestik akan terus mempengaruhi keputusan kebijakan moneter di masa mendatang. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.