KABARBURSA.COM - Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa produksi susu segar peternak lokal masih tertinggal dibandingkan peternak luar negeri, terutama dari Australia dan Selandia Baru.
Produktivitas susu sapi di Indonesia hanya mencapai 8-12 liter per ekor per hari, jauh lebih rendah dibandingkan 25 liter per ekor per hari di negara-negara tersebut.
Ia menjelaskan bahwa selisih produktivitas yang besar ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kualitas pakan.
“Saya sudah berdiskusi dengan pakar peternakan yang menyebutkan bahwa kualitas pakan menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi produktivitas susu. Jika kualitas pakan diperbaiki, produksi susu sapi di Indonesia juga dapat meningkat,” kata Budi di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November 2024. .
Selain itu, Budi juga menyoroti ketergantungan industri susu nasional pada impor, dengan produksi lokal hanya berkontribusi sekitar 20 persen dari total konsumsi nasional. Dari jumlah itu, sekitar 71 persen atau 400.000 ton diproduksi oleh koperasi susu.
Untuk meningkatkan produksi dalam negeri, Budi berencana mendorong pembentukan lebih banyak koperasi susu. Menurutnya, semakin banyak peternak yang tergabung dalam koperasi, semakin kuat daya tawar mereka di pasar.
“Jika peternak berdiri sendiri-sendiri, daya tawar mereka lemah. Namun, jika seribu peternak bergabung dengan total 10.000 ekor sapi, posisi tawar mereka akan jauh lebih kuat,” ujarnya.
Dana Program Susu Nasional Rp14 Triliun
Sebelumnya, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengusulkan pembentukan Program Susu Nasional sebagai upaya memperkuat industri pengolahan susu dalam negeri, sekaligus mendukung program makan bergizi gratis.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi susu dan memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat, khususnya anak-anak, dengan dukungan anggaran yang signifikan.
Pemerintah telah menyiapkan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun untuk program makan bergizi gratis di tahun 2025, dengan Rp14 triliun di antaranya dialokasikan khusus untuk susu.
“Saat ini, koperasi susu di Indonesia hanya mampu menyediakan produk susu senilai Rp1,5 triliun. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan nasional, sehingga perlu ada dorongan besar agar koperasi-koperasi susu dapat meningkatkan kapasitas produksinya,” kata Budi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi, Senin, 11 November 2024.
Budi menjelaskan bahwa Kementerian Koperasi saat ini tengah mencari solusi untuk meningkatkan produksi susu domestik. Saat ini, terdapat 59 koperasi susu di Indonesia yang memiliki sekitar 200 ribu ekor sapi perah, dengan rata-rata produksi 12 hingga 18 liter susu per ekor per hari. Menurutnya, produktivitas ini perlu ditingkatkan hingga mencapai minimal 20 liter per ekor per hari.
“Selain peningkatan produktivitas, kami juga menekankan pentingnya hilirisasi produk susu. Jangan hanya menjual susu segar, tetapi koperasi susu juga harus terlibat dalam pengolahan produk untuk mendapatkan nilai tambah,” ujar Budi.
Dia menekankan bahwa pakan dan bibit sapi perah berkualitas adalah faktor kunci dalam meningkatkan produktivitas susu. Berdasarkan diskusi dengan para pakar peternakan, Budi menyebutkan bahwa ketersediaan pakan yang mencukupi sangat penting agar setiap sapi perah dapat menghasilkan susu dalam jumlah optimal.
Kebijakan ini, lanjutnya, sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai kemandirian pangan, khususnya di sektor susu segar. Dengan adanya hilirisasi, koperasi susu diharapkan dapat memproduksi produk susu olahan, seperti susu pasteurisasi atau UHT, yang siap konsumsi.
Budi menyebutkan bahwa pengembangan produk olahan susu melalui hilirisasi adalah langkah penting untuk mewujudkan kemandirian industri susu dalam negeri sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor. Ia menekankan bahwa inovasi ini tidak hanya merupakan strategi produksi, tetapi juga upaya untuk membekali koperasi dengan kemampuan memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.
Ketua Umum Relawan Projo ini mengungkap bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp14 triliun untuk mendukung penyediaan produk susu dalam program makan bergizi gratis. Tidak hanya susu sapi, produk susu lainnya seperti susu ikan dan susu kedelai juga akan dipertimbangkan, sesuai dengan kebutuhan nutrisi anak-anak di berbagai daerah.
“Nantinya, Badan Gizi Nasional akan menilai dan memilih produk susu yang sesuai. Alternatif seperti susu ikan atau susu kedelai akan dievaluasi untuk melihat apakah kandungan gizinya dapat memenuhi kebutuhan protein anak-anak,” jelas Budi.
Budi juga menekankan bahwa hilirisasi produk susu koperasi harus terus didorong agar koperasi dapat menawarkan produk-produk bernilai tambah, seperti yoghurt, keju, dan susu dengan berbagai varian rasa. Menurutnya, produk seperti susu rasa stroberi atau cokelat lebih disukai anak-anak, sehingga inovasi produk sangat penting untuk memperluas pangsa pasar.
“Rumah produksi bersama menjadi penting di sini. Rumah produksi ini akan membantu koperasi mengembangkan produk susu dalam berbagai bentuk, mulai dari susu kemasan, yoghurt, hingga keju, sehingga koperasi dapat berperan sebagai pendukung utama program makan bergizi gratis,” papar Budi. (*)