Logo
>

Program Biodiesel Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit RI

Ditulis oleh KabarBursa.com
Program Biodiesel Berpotensi Ganggu Ekspor Sawit RI

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto yang ingin mendorong pengembangan biodiesel, khususnya bahan bakar minyak yang dicampur dengan sawit.

    Dalam pernyataannya, Prabowo mengungkapkan bahwa tidak hanya program B35 yang akan dilanjutkan, tetapi juga akan dikembangkan hingga mencapai B50 dan B60.

    Ketua Umum GAPKI Eddy Martono mengatakan bahwa rencana tersebut membuka peluang untuk mengoptimalkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Namun, ia menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam pelaksanaan program biodiesel, terutama jika produksi sawit masih stagnan.

    Eddy menegaskan keyakinannya bahwa pemerintah tidak akan terburu-buru dalam menerapkan B50 jika produksi tidak memadai.

    “Pemerintah pasti tidak akan gegabah dalam mengimplementasikan B50 selama produksi sawit stagnan,” kata Eddy dalam konferensi pers di Kantor Pusat Gapki, Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024,

    Ia mewanti-wanti, jika tidak dihitung dengan tepat, program biodiesel berpotensi mengganggu ekspor sawit Indonesia, yang pada gilirannya dapat menurunkan devisa negara.

    Eddy merinci bahwa jika B50 diterapkan dalam kondisi industri sawit saat ini, diperkirakan ekspor akan turun sekitar 6 juta ton. Sementara itu, jika B60 diterapkan, penurunan ekspor bisa mencapai 10 juta ton.

    “Dengan B40 saja, jika diimplementasikan, ekspor kita bisa turun 2 juta ton. Jika kita memaksakan B50, kita berisiko kehilangan 6 juta ton dari rata-rata ekspor yang mencapai 30 juta ton,” jelasnya.

    Salah satu dampak yang perlu diperhatikan adalah potensi inflasi yang dapat terjadi akibat berkurangnya pasokan ekspor sawit ke pasar global. Eddy menekankan bahwa Indonesia akan merasakan dampak tersebut, terutama dalam harga produk yang berbahan dasar sawit.

    “Jika pasokan kita berkurang, harga minyak nabati di dunia akan naik, dan pada akhirnya akan berdampak pada inflasi domestik, mengingat mahalnya produk sawit,” tambah Eddy.

    Produksi Crude Palm Oil (CPO) pada bulan Agustus 2024 tercatat mencapai 3.986 ribu ton, meningkat 10,2 persen dibandingkan dengan bulan Juli yang hanya mencapai 3.617 ribu ton. Selain itu, produksi Palm Kernel Oil (PKO) juga mengalami kenaikan, menjadi 391 ribu ton dari sebelumnya 344 ribu ton pada bulan Juli.

    Namun, secara keseluruhan, produksi tahun 2024 hingga Agustus menunjukkan penurunan 4,86 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu dari 36.287 ribu ton menjadi 34.522 ribu ton. Total konsumsi dalam negeri juga meningkat, meskipun angka tersebut masih perlu ditelaah lebih dalam.

    Konsumsi dalam negeri pada bulan Agustus 2024 tercatat naik menjadi 2.060 ribu ton, naik 30 ribu ton dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh konsumsi pangan yang meningkat sebesar 88 ribu ton, meskipun konsumsi oleokimia mengalami penurunan sebanyak 2 ribu ton dan biodiesel turun 56 ribu ton dari 1.035 ribu ton menjadi 979 ribu ton.

    Secara tahunan, konsumsi dalam negeri pada tahun 2024 mencapai 15.571 ribu ton, lebih tinggi 1,94 persen dibandingkan tahun 2023 yang hanya 15.274 ribu ton. Untuk konsumsi pangan, tercatat sebesar 6.665 ribu ton, turun 4,51 persen dibandingkan tahun lalu yang mencapai 6.980 ribu ton. Sementara itu, konsumsi oleokimia juga menunjukkan penurunan sebesar 1,85 persen dari 1.512 ribu ton menjadi 1.484 ribu ton. Namun, biodiesel justru menunjukkan pertumbuhan dengan mencapai 7.421 ribu ton, naik 9,42 persen dari tahun sebelumnya.

    Dari sisi ekspor, terdapat kenaikan signifikan dari 2.241 ribu ton pada bulan Juli menjadi 2.384 ribu ton pada bulan Agustus, atau meningkat sebesar 6,35 persen. Kenaikan tersebut terutama berasal dari produk olahan CPO yang naik sebesar 79 ribu ton menjadi 1.668 ribu ton. CPO mentah juga mengalami peningkatan sebesar 48 ribu ton, menjadi 222 ribu ton, sedangkan produk oleokimia naik 41 ribu ton menjadi 440 ribu ton.

    Secara keseluruhan, GAPKI menegaskan bahwa penting untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan dalam negeri dan potensi ekspor agar program biodiesel tidak merugikan industri sawit Indonesia. Melalui perencanaan yang matang, diharapkan sektor ini dapat terus berkembang tanpa mengorbankan kestabilan ekonomi.

    Prabowo Pacu Produksi Biodiesel B60-B100

    Diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan arahan Presiden Prabowo Subianto perihal pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam pemerintahan 2024-2029. Katanya, pemerintah sedang mempertimbangkan peningkatan penggunaan campuran  biodiesel hingga mencapai B60. Saat ini, bauran Bahan Bakar Nabati (BBN) telah mencapai B35, sementara B40 sudah melalui uji coba.

    “Presiden terpilih menyampaikan bahwa kita akan menuju B35, B40. Ke depan, diperhitungkan menjadi B50, B60,” ujar Bahlil dalam temu media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.

    Dijelaskannya, dengan B50 atau B60, penggunaan minyak kelapa sawit akan lebih dominan dibandingkan bahan bakar fosil.

    Bahlil menegaskan, peningkatan bauran EBT ini akan menjadi salah satu target pemerintah. “Kita harus mendorong energi bersih. B50, B60 sedang dihitung plus-minusnya, karena uji coba B40 sudah selesai,” katanya.

    Sementara itu, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, mengakui meski Indonesia telah berhasil menerapkan B30 dan berencana memperluasnya ke B60, terdapat sejumlah tantangan. Tantangan tersebut meliputi ketersediaan infrastruktur, harga lebih tinggi dibandingkan listrik dari PLN, serta ketersediaan bahan baku.

    Ia juga menyoroti kompetisi penggunaan sawit antara energi dan pangan, serta kesenjangan peluang antara pelaku usaha besar dan kecil dalam sektor bioenergi.

    Dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024, Rabu, 9 Oktober 2024, Prabowo Subianto menyebut bahwa teknologi saat ini memungkinkan Indonesia memproduksi solar dari kelapa sawit, tidak hanya B35, B40, atau B50, melainkan hingga B100.

    “Kita bisa bikin B100. Bensin juga bisa dari kelapa sawit, jadi kita sangat bisa swasembada energi,” kata Prabowo.

    Prabowo menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM), terutama karena harga minyak dunia yang terus berfluktuasi akibat kondisi geopolitik di Timur Tengah. “Kita harus swasembada energi, kita tidak bisa lagi tergantung impor bahan bakar,” katanya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi