Logo
>

Program Cetak Sawah, Kementan Disuntik Rp68,9 Triliun

Ditulis oleh KabarBursa.com
Program Cetak Sawah, Kementan Disuntik Rp68,9 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui penambahan anggaran untuk Kementerian Pertanian sebesar Rp68,9 triliun pada tahun anggaran 2025 mendatang.

    Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menilai bahwa anggaran ini memang sudah sepatutnya diberikan untuk mendukung program cetak sawah baru, pengembangan sektor perkebunan, serta mempercepat pertumbuhan sektor peternakan di Indonesia.

    "Komisi IV sepenuhnya memahami urgensi dari penambahan anggaran sebesar ini. Kami juga mengingatkan agar Kementerian menyusun program dan kegiatan dengan pendekatan yang rasional, terukur, serta mengutamakan prinsip kehati-hatian," jelas Sudin saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 6 September 2024.

    Penambahan anggaran ini diharapkan mampu mendorong percepatan program swasembada pangan. Selain itu, anggaran tersebut juga akan digunakan untuk memperluas lahan sawah, mengembangkan kawasan pertanian perkebunan, meningkatkan populasi ternak, dan memperkuat infrastruktur pertanian.

    Sudin berharap Kementerian Pertanian (Kementan) dapat merancang program besar dengan konsep strategi ramah lingkungan, termasuk memanfaatkan lahan-lahan di wilayah perbatasan.

    “Di pulau-pulau terluar, perkebunan jagung bisa menjadi salah satu opsi. Saya minta agar hal ini dipersiapkan dengan matang,” tambahnya.

    Dukungan serupa juga disuarakan oleh Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Budi Satrio Djiwandono, yang menegaskan bahwa seluruh fraksi di DPR, mulai dari Golkar, Demokrat, hingga PDI Perjuangan, telah sepakat untuk mendukung penambahan anggaran tersebut. Menurut Budi, tambahan anggaran ini sangat penting guna mewujudkan swasembada pangan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat pangan dunia.

    "Semua fraksi di sini, dari Golkar hingga PDI, sepakat mendukung penambahan anggaran untuk Kementerian Pertanian. Terlebih lagi, ini untuk ketahanan dan swasembada pangan," kata Budi.

    Meskipun begitu, Budi menyebutkan bahwa mekanisme penambahan anggaran ini akan diserahkan kepada Kementan untuk dibahas lebih lanjut.

    “Soal teknis penambahan dan angka pastinya, kami serahkan sepenuhnya kepada Kementan untuk didiskusikan di tahapan berikutnya,” jelas Budi.

    Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menyampaikan bahwa anggaran yang mencapai Rp68,9 triliun tersebut akan didistribusikan ke berbagai unit kerja di kementeriannya.

    Secara detail, anggaran Kementan akan dialokasikan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebesar Rp7,48 triliun, hortikultura Rp1,25 triliun, perkebunan Rp2,39 triliun, peternakan dan kesehatan hewan Rp2,4 triliun, serta sarana dan prasarana pertanian sebesar Rp51,68 triliun, termasuk untuk mencetak sawah baru seluas 1 juta hektare.

    "Kami sangat berharap Bapak dan Ibu Pimpinan serta Anggota Komisi IV yang terhormat mendukung usulan tambahan anggaran tahun 2025 sebesar Rp68,9 triliun untuk mewujudkan lumbung pangan nasional,” ungkap Amran.

    Sebagai informasi, Kementan telah menetapkan tema rencana kerja pemerintah tahun 2025, yakni akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan untuk menuju Indonesia emas. Dalam tema tersebut, Kementan fokus pada inovasi peningkatan produktivitas dan kemandirian pangan sebagai bagian dari visi Indonesia Emas.

    Siasat Kementan Pacu Produksi Padi

    Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tengah menggenjot produksi padi melalui Program Perluasan Areal Tanam (PAT) dan pompanisasi di sejumlah wilayah di Indonesia.

    Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono, menyatakan terdapa anomali wajar yang menandakan kebijakan yang diambil Kementan mampu merespons perubahan iklim dan tantangan di sektor pertanian dengan efektif.

    “Fenomena ini mungkin belum pernah terjadi dalam 30 tahun terakhir, bahkan sejak Indonesia merdeka. Artinya, program dan kebijakan Kementan terkait pompanisasi dan oplah sudah tepat, karena berdampak positif terhadap peningkatan produksi,” kata Arief dalam keterangannya, 3 September 2024.

    Arief menyebut, sejak dulu penurunan harga gabah dan beras, termasuk di tingkat penggilingan padi, menjadi tren yang lazim selama musim kemarau akibat berkurangnya produksi karena keterbatasan air. Namun, berkat langkah-langkah proaktif yang diambil Kementan dalam menghadapi tantangan iklim, tren tersebut berhasil dibalik.

    “Dulu, musim kemarau selalu dikaitkan dengan menurunnya produksi, yang mengakibatkan harga beras dan gabah cenderung naik. Namun, tahun ini, skenario tersebut tidak terjadi. Data BPS menunjukkan bahwa harga gabah justru mengalami penurunan, yang mengindikasikan bahwa produksi padi nasional berada dalam kondisi yang baik, bahkan berlimpah,” ungkap Arief.

    Peningkatan produksi beras nasional juga terkonfirmasi melalui Kerangka Sampling Area (KSA) BPS yang disampaikan pada rapat pengendalian inflasi beberapa waktu lalu.

    Produksi beras diproyeksikan juga akan bertambah di Bulan September 2,87 juta ton, dan Oktober 2,59 juta ton. Jika dibandingkan dengan angka produksi dibulan yang sama pada tahun sebelumnya, selisihnya cukup signifikan yakni sebesar 356.329 ton di September dan 396.604 ton di Oktober.

    Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis adanya penurunan rata-rata harga gabah pada Agustus 2024 sebesar 0,07 persen (Month to Month/mom). Anomali ini bertolak belakang dengan pola biasanya, terutama karena tahun ini Indonesia menghadapi El Nino yang cukup ganas, menyebabkan kemarau panjang.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Agustus 2024 turun sebesar 1,15 persen secara bulanan (MoM), sementara harga beras premium di penggilingan turun 1,19 persen.

    “Selama Agustus 2024, rata-rata harga GKP di tingkat petani mencapai Rp6.422,00 per kg, turun 1,15 persen. Di tingkat penggilingan, harga mencapai Rp6.566,00 per kg, turun 0,97 persen dibandingkan bulan sebelumnya,” ujar Pudji dalam rilis resmi BPS, Senin, 2 September 2024.

    Pudji juga menambahkan bahwa penurunan harga beras terjadi di seluruh Indonesia, mencakup berbagai jenis kualitas, baik medium maupun premium. Penurunan harga ini, menurut Pudji, sebagian besar disebabkan oleh beberapa wilayah sentra yang tengah memasuki masa panen raya. Sementara itu, kenaikan harga di sejumlah daerah umumnya terjadi di wilayah yang tidak sedang dalam masa panen.

    "Survei ini mencakup 1.853 observasi transaksi penjualan gabah di 26 provinsi. Dari 89,21 persen observasi kualitas GKP dan GKG, terdapat 11,07 persen harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP)," tutupnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi