KABARBURSA.COM - Pemerintah saat ini sedang dalam tahap finalisasi persiapan peraturan pemerintah (PP) yang akan mengatur lebih lanjut tentang program pensiun wajib bagi para pekerja di Indonesia.
Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengatakan, langkah strategi pemerintah yang dilakukan tersebut bertujuan agar kesejahteraan pensiunan tetap terjaga dan beban pemerintah dalam hal jaminan sosial dapat berkurang.
"Jadi strategi untuk supaya beban-beban pemerintah terhadap jaminan sosial (jamsos) itu menurun gitu loh, kelihatannya," ujar Tadjuddin kepada Kabar Bursa, Jumat, 6 September 2024.
Namun, implementasi strategi ini masih belum sepenuhnya jelas. Peningkatan replacement ratio diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada jaminan sosial dan memastikan bahwa pensiunan dapat hidup layak meskipun sudah tidak lagi bekerja.
Dengan adanya program yang mewajibkan pekerja untuk bekerja hingga masa pensiun, diharapkan perbedaan antara pendapatan sebelum dan sesudah pensiun dapat diminimalisasi.
Lebih lanjut, Tadjuddin menyebut saat ini banyak pensiunan yang sebelumnya memiliki gaji sekitar Rp8 juta hingga Rp9 juta, namun setelah pensiun, mereka hanya menerima sekitar Rp2 juta. Hal ini menimbulkan tantangan besar, terutama bagi mereka yang masih memiliki tanggungan keluarga.
"Kalau masih ada tanggungan kan enggak mungkin bisa hidup normal," jelasnya.
Pemerintah berharap bahwa dengan strategi ini, replacement ratio pekerja akan lebih baik, dan kesejahteraan pensiunan dapat terjaga dengan lebih optimal. Rincian lebih lanjut mengenai implementasi dan jenis pekerjaan yang akan diwajibkan dalam program ini masih belum diumumkan.
"Harapannya yang saya ketahui kalau dalam pasar tenaga kerja, replacement ratio pekerja itu adalah rasio perbandingan pendapatan dengan sebelum pensiun, dengan sesudah pensiun itu relatif tidak jauh berbeda gitu," paparnya.
"Jadi kesetaraan, pekerja itu sudah pensiun relatif tetap. Dengan mungkin ini diwajibkan untuk bekerja, bekerjanya apa kita enggak tahu sih nanti," tutupnya.
Apa itu Replacement Ratio?
Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menjelaskan replacement ratio sendiri adalah rasio antara pendapatan yang diterima seorang pekerja saat memasuki masa pensiun dibandingkan dengan gaji yang diterimanya ketika masih aktif bekerja. Rasio ini menunjukkan seberapa besar pendapatan pekerja yang dapat dipertahankan setelah pensiun.
Dalam sambutannya di acara peringatan HUT ADPI yang dilaksanakan di Jakarta, Ogi menjelaskan, “Sebagai tindak lanjut dari pasal 189 ayat 4, pemerintah dapat menetapkan program pensiun tambahan yang bersifat wajib bagi pekerja dengan penghasilan tertentu. Program ini akan dilaksanakan secara kompetitif.” ujarnya.
Ogi mengungkapkan bahwa upaya untuk meningkatkan replacement ratio perlu dilakukan mengingat saat ini Indonesia masih berada pada level 15-20 persen. Padahal, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) merekomendasikan agar replacement ratio minimal berada di angka 40 persen dari penghasilan terakhir seorang pekerja. Dengan rasio yang lebih tinggi, pekerja akan lebih terjamin kesejahteraannya ketika memasuki masa pensiun.
Lebih lanjut, Pasal 189 ayat 4 UU P2SK juga mengatur bahwa hanya pekerja dengan penghasilan di atas batas tertentu yang diwajibkan mengikuti program pensiun ini. Meskipun demikian, Ogi tidak memberikan penjelasan rinci mengenai berapa batas minimum penghasilan yang akan membuat seorang pekerja terkena kewajiban ini.
“Bagi pekerja yang memiliki pendapatan di atas nilai tertentu, pemerintah akan meminta mereka untuk membayar iuran tambahan pensiun secara sukarela, tetapi tetap bersifat wajib. Hal ini akan diatur lebih lanjut dalam PP dan Peraturan OJK (POJK) yang saat ini sedang disusun,” tambah Ogi.
Dari sisi pengelolaan dana pensiun wajib ini, Ogi menjelaskan bahwa dana tersebut nantinya dapat dikelola oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Namun, ia menekankan bahwa mekanisme pengelolaan dana ini masih dalam tahap pembahasan, sehingga rincian lebih lanjut belum bisa disampaikan. Ogi juga menegaskan bahwa program pensiun wajib ini berbeda dari BPJS Ketenagakerjaan (TK) yang sudah dikenal luas oleh pekerja.
“Yang akan menyelenggarakan program pensiun tambahan yang wajib ini sudah pasti bukan BPJS TK. Kemungkinan besar, pengelolaannya akan dilakukan oleh DPPK atau DPLK,” jelasnya.
Selain menetapkan kewajiban iuran pensiun bagi pekerja dengan kriteria penghasilan tertentu, pemerintah juga berencana untuk memberlakukan aturan baru terkait pencairan dana pensiun. Mulai Oktober 2024, dana pensiun tidak lagi bisa dicairkan sebelum peserta mencapai masa kepesertaan minimal 10 tahun. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.