KABARBURSA.COM - OpenAI sedang mempertimbangkan beberapa negara bagian di AS sebagai lokasi pusat data kecerdasan buatan (AI) untuk proyek raksasanya, Stargate. Perusahaan ini menganggap proyek tersebut sebagai upaya mendesak agar AS bisa mengungguli China dalam persaingan AI global.
“Ketika kabar tentang DeepSeek muncul, jelas bahwa ini adalah persaingan yang sangat nyata dan taruhannya tidak bisa lebih besar lagi,” ujar Chief Global Affairs Officer OpenAI, Chris Lehane, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025. “Siapa pun yang akhirnya menang dalam kompetisi ini akan benar-benar membentuk seperti apa dunia ke depannya, apakah kita akan memiliki AI yang demokratis, bebas, dan terbuka, atau AI otoriter yang bersifat autokratis.”
Stargate adalah proyek investasi sektor swasta yang diumumkan bulan lalu oleh Presiden AS Donald Trump. Proyek ini bernilai hingga USD500 miliar (Rp8.000 triliun) dan didukung oleh SoftBank, OpenAI, serta Oracle. Dari total investasi tersebut, USD100 miliar (Rp1.600 triliun) sudah siap digelontorkan dalam waktu dekat, sementara sisanya akan direalisasikan dalam empat tahun ke depan.
Menurut Lehane, sejauh ini ada 16 negara bagian yang berminat membangun pusat data untuk Stargate dengan Texas sebagai lokasi unggulan. Pembangunan pusat data pertama proyek ini telah dimulai di Abilene, Texas, dan sedang dikerjakan oleh startup asal San Francisco, Crusoe.
Keith Heyde, karyawan OpenAI yang memimpin pemilihan lokasi untuk Stargate, mengatakan perusahaannya menargetkan lima hingga sepuluh lokasi sebagai bagian dari proyek ini. “Jumlah yang kami perkirakan untuk jejak kampus berada di kisaran lima hingga 10,” ujarnya.
Namun, hanya beberapa hari setelah pengumuman proyek Stargate oleh Trump, China kembali mengguncang industri AI global dengan meluncurkan DeepSeek. Model AI ini diklaim berbiaya rendah yang menimbulkan pertanyaan besar tentang keharusan investasi masif dalam infrastruktur AI.
Tim peneliti DeepSeek mengklaim salah satu modelnya berhasil dilatih menggunakan chip yang lebih sederhana dengan biaya jauh lebih rendah dibandingkan model AI Amerika. Ini berpotensi mengguncang keyakinan lama perkembangan AI membutuhkan sumber daya komputasi raksasa seperti yang dibangun oleh Stargate.
Dampak dari kemunculan DeepSeek begitu besar hingga membuat investor global ramai-ramai melepas saham teknologi, terutama Nvidia, produsen chip AI terbesar di dunia. Akibat aksi jual ini, kapitalisasi pasar Nvidia menguap hingga USD593 miliar (Rp9.488 triliun) dalam satu hari—kerugian terbesar yang pernah dialami perusahaan mana pun di Wall Street.
Blue Owl dan Miliaran Dolar untuk Stargate
Stargate adalah proyek ambisius gabungan OpenAI-nya Sam Altman, Oracle, dan SoftBank. Markas pertamanya ada di Data center di Abilene, Texas. Tapi lucunya, tak ada satu pun dari ketiga raksasa teknologi itu yang keluar duit untuk membangunnya. Yang turun tangan malah Blue Owl Capital, manajer dana swasta yang lagi naik daun dengan kucuran dana miliaran dolar.
Dilansir dari The Wall Street Journal, kisahnya dimulai dari email dingin yang dikirim Blue Owl ke Oracle 18 bulan lalu. Tak pakai lama, Larry Ellison langsung balas dalam 24 jam dan mengajak bertemu. Sang miliarder memang sudah punya strategi buat mencari mitra finansial demi bisa memngebangun lebih banyak data center dan bersaing sama raksasa AI lainnya.
Dalam enam bulan kesepakatan dikunci. Blue Owl investasikan USD1 miliar (Rp16 triliun) dan mengurus pinjaman USD2,3 miliar (Rp36,8 triliun) untuk membangun fasilitas di Abilene. Oracle langsung menyewa tempat itu selama 15 tahun penuh, plus menanggung pajak, asuransi, dan biaya perawatan. Kunci utama proyek ini adalah membangun pembangkit listrik tenaga gas sendiri karena pasokan listrik di AS sudah makin tipis buat menopang ledakan data center.
Kalau bicara soal perusahaan yang kebanjiran duit gara-gara AI, Digital Realty bisa dibilang pemenang utama. Sudah dua dekade jadi perusahaan publik, tapi baru 2024 ini mereka ngerasain fundraising paling gede sepanjang sejarah.
Mereka ini trust investasi yang membangun dan menyewa data center buat klien korporasi. Tahun lalu saja, mereka berhasil mengumpulkan dana USD8,5 miliar (Rp136 triliun) dari penjualan saham dan obligasi buat mendorong ekspansi AI. Angka ini naik 25 persen dibanding 2023.
Tampaknya mereka tak mau berhenti. Empat bulan terakhir, Digital Realty sudah menjual obligasi berdenominasi euro, saham, dan obligasi konversi senilai USD4 miliar (Rp64 triliun). Bandingin sama 2023, di mana mereka cuma berhasil mengumpulkan USD1,4 miliar (Rp22,4 triliun) lewat sekuritas berbasis hipotek komersial.(*)