KABARBURSA.COM - Kalangan pengusaha mulai memperhatikan berbagai risiko tinggi dan tantangan signifikan yang dihadapi oleh importir domestik, seiring dengan ketidakpastian ekonomi global dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya diperkirakan mencapai 5 persen pada tahun depan.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengungkapkan bahwa langkah mitigasi yang bisa diambil oleh para importir kini sangat terbatas dan sarat risiko. "Pilihan yang ada bagi importir hanyalah menjalankan kegiatan usaha sesuai kontrak yang sudah ada, serta menjaga pelanggan setia mereka," ujar Subandi, dikutip Minggu 11 Agustus 2024.
Di tengah proyeksi ekonomi Indonesia yang lemah, ekspansi atau investasi baru dianggap sangat berisiko dan kemungkinan besar tidak akan dilakukan oleh pelaku usaha. Akibatnya, permintaan terhadap barang impor, terutama bahan baku dan produk penunjang, diprediksi akan menurun.
Ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang bagaikan permainan yoyo, juga menjadi salah satu pertimbangan utama para importir dalam menjalankan bisnis mereka. “Kita hanya bisa menunggu dan melihat. Bayangkan dolar yang terus naik turun, kita mau menetapkan harga di mana? Pemerintah tampaknya tidak serius,” tambahnya.
Subandi memberi contoh Malaysia, yang menggunakan mata uang ringgit untuk membayar biaya pengangkutan barang. Sebaliknya, di Indonesia, meskipun pembayaran dilakukan dalam rupiah, dasar pengenaan biaya tetap dalam dolar AS.
Hal ini menambah tantangan besar bagi pengusaha ekspor-impor dalam menghitung biaya dan mempertahankan bisnis mereka.
Pada akhirnya, Subandi menegaskan bahwa para pengusaha harus berusaha keras untuk mempertahankan eksistensi bisnis mereka, meskipun harus menghadapi risiko kerugian.
“Jika pun harus rugi, semoga tidak terlalu besar. Caranya adalah dengan mengurangi kualitas atau ukuran produk, jika memungkinkan. Meskipun mungkin ada perbedaan rasa dan kualitas dibandingkan sebelumnya, ini adalah cara pengusaha untuk tetap eksis,” ungkapnya.
Awal pekan ini, Deputi Kepala BPS Bidang Neraca dan Analisis Statistik Moh Edi Mahmud mengumumkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2024 mencapai Rp 5.536,5 triliun berdasarkan harga berlaku. Dengan demikian, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Angka ini hampir sesuai dengan perkiraan pasar, yang diprediksi berada di angka 5 persen. Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia tumbuh 3,79 persen. Pada semester I-2024, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,08 persen.
IMF pada bulan Juli meramalkan bahwa pertumbuhan ekonomi global 2024 akan tetap stabil. Negara berkembang mengalami pelambatan dibandingkan tahun 2023, namun masih tinggi di level global. Indikator PMI manufaktur global pada triwulan II berada di zona ekspansi, kata Edi dalam konferensi pers.
Sementara itu, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 hanya sebesar 5 persen yoy dan meningkat sedikit menjadi 5,1 persen yoy pada 2025.
Dalam laporan IMF, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang oleh permintaan domestik, namun tertahan oleh penurunan harga komoditas.
Prospek tetap positif meskipun dalam konteks global yang penuh tantangan. Pertumbuhan diperkirakan mencapai 5,0 persen pada 2024 dan 5,1 persen pada 2025, menurut laporan Dana Moneter Internasional yang dirilis pertengahan pekan ini.
Mengenai inflasi, IMF meramalkan akan berada dalam kisaran target pemerintah. Selanjutnya, ekspor diprediksi tumbuh dengan laju lambat, sementara impor diperkirakan tumbuh sejalan dengan permintaan domestik yang stabil.
Perkembangan tersebut, menurut IMF, akan mengarah pada defisit transaksi berjalan yang moderat pada 2024–2025.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik di tengah ketidakpastian perekonomian dunia.
Hal tersebut ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan ekonomi triwulan II-2024 tumbuh sebesar 5,05 persen year on year (yoy), melanjutkan kinerja positif pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya sebesar 5,11 persen (yoy).
"Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen (yoy) didukung oleh permintaan domestik," ujar Kepala Erwin, Rabu 7 Agustus 2024 lalu.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2024 didukung oleh aktivitas ekonomi domestik yang terjaga. Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi menjadi 4,93 persen (yoy) sejalan dengan mobilitas masyarakat yang meningkat dan terjaganya daya beli.
Untuk pertumbuhan investasi, secara keseluruhan meningkat menjadi 4,43 persen (yoy) seiring dengan peningkatan kinerja ekspor dan belanja modal pemerintah. Ekspor tumbuh sebesar 8,28 persen (yoy) ditopang oleh permintaan mitra dagang utama dan kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat.
Sementara itu, konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) dan konsumsi pemerintah tumbuh melambat masing-masing menjadi 9,98 persen (yoy) dan 1,42 persen (yoy) seiring dengan berakhirnya penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Pertumbuhan ekonomi yang tetap baik juga tercermin dari sisi lapangan usaha (LU) dan spasial. Dari sisi LU, seluruh LU pada triwulan II-2024 menunjukkan kinerja positif. LU akomodasi dan makan minum serta LU transportasi dan pergudangan tumbuh tinggi seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat sejalan dengan aktivitas selama libur hari besar keagamaan dan libur sekolah. LU industri pengolahan sebagai kontributor utama pertumbuhan juga tumbuh baik seiring permintaan domestik dan global yang terjaga," terang Kepala Erwin.
Sementara itu, dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2024 secara tahunan di sebagian wilayah Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat di wilayah Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), diikuti Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. (*)