Logo
>

Remitansi TKI Tembus Rekor, Tapi Devisa TKA Tumbuh Lebih Cepat

Pada Triwulan I-2025, devisa masuk dari kompensasi tenaga kerja TKI tercatat sebesar USD74 juta, dan remitansi mencapai USD4.139 juta.

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Remitansi TKI Tembus Rekor, Tapi Devisa TKA Tumbuh Lebih Cepat
Ilustrasi tenaga kerja asing di Indonesia. (Foto dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Kontribusi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terhadap devisa negara masih menjadi salah satu pilar utama dalam neraca pembayaran Indonesia. 

Namun, dalam satu dekade terakhir, tren menunjukkan bahwa arus keluar devisa dari Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia tumbuh lebih cepat dan mulai mendekati capaian TKI. 

Hal ini menjadi sorotan serius dalam analisis yang diterima KabarBursa.com dari Ekonom dari Bright Institute Awalil Rizky.

“Kontribusi TKI terhadap arus masuk devisa masih besar dan cenderung meningkat. Namun mulai diimbangi arus keluar devisa dari pembayaran kepada TKA,” ujar Awalil Rizky pada Minggu, 8 Juni 2025.

Awalil merinci, arus devisa dari TKI dan TKA tercermin pada dua komponen neraca transaksi berjalan, yaitu neraca pendapatan primer (kompensasi tenaga kerja) dan neraca pendapatan sekunder (transfer personal atau remitansi). 

Pada Triwulan I-2025, devisa masuk dari kompensasi tenaga kerja TKI tercatat sebesar USD74 juta, dan remitansi mencapai USD4.139 juta. Total kontribusi tersebut mencapai USD4.213 juta dalam kurun tiga bulan pertama tahun ini.

Sebaliknya, devisa yang keluar dari Indonesia untuk TKA terdiri dari kompensasi tenaga kerja sebesar USD482 juta dan remitansi sebesar USD2.344 juta, sehingga totalnya mencapai USD2.752 juta. 

Meskipun masih lebih kecil dari arus masuk TKI, nilai tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah untuk kuartal pertama dan menunjukkan pertumbuhan yang cukup agresif.

Secara tahunan, TKI mencatatkan kontribusi devisa sebesar USD337 juta dari kompensasi dan USD15.702 juta dari remitansi pada tahun 2024, dengan total USD16.039 juta. 

Di sisi lain, devisa keluar untuk TKA pada tahun yang sama terdiri dari USD1.845 juta dalam bentuk kompensasi dan USD9.283 juta dalam remitansi, dengan total USD11.128 juta. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun kontribusi bersih TKI terhadap devisa Indonesia masih positif, selisihnya terus menyempit.

“Nilai pembayaran TKA jauh melampaui penerimaan TKI jika dilihat dari kontribusi per orang,” ucap Awalil.

Ketimpangan TKI dan TKA

Ia mencatat bahwa jumlah TKI pada Triwulan I-2025 mencapai sekitar 3,996 juta orang. Dengan total kontribusi sebesar USD4.213 juta, berarti rata-rata kontribusi per TKI adalah sekitar USD1.054 selama tiga bulan. Sedangkan pada 2024, kontribusi per TKI mencapai USD4.103. 

Sebaliknya, TKA yang jumlahnya hanya sekitar 145 ribu orang pada Triwulan I-2025 menghasilkan arus keluar devisa sebesar USD2.752 juta, atau sekitar USD18.979 per orang. Dalam setahun, kontribusi devisa keluar per TKA bahkan mencapai USD75.189.

Ketimpangan tersebut ia nilai mencerminkan adanya perbedaan mendasar dalam jenis pekerjaan dan posisi yang diisi oleh kedua kelompok tenaga kerja. 

TKA umumnya menempati posisi dengan keahlian tinggi dan penghasilan besar, sedangkan mayoritas TKI bekerja di sektor informal dan rumah tangga dengan penghasilan lebih rendah. 

Menurut Awalil, hal ini menunjukkan adanya peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas TKI.

“Salah satu yang penting adalah bagaimana meningkatkan pendapatan TKI agar kontribusinya pun bertambah besar,” ujarnya. Ia menilai peningkatan keterampilan, perluasan akses pendidikan vokasi, serta perluasan peluang kerja di sektor formal menjadi strategi penting ke depan.

Potensi Arus Keluar TKA Saingi Arus Masuk TKI

Selain itu, Awalil juga menekankan pentingnya pemerintah memantau keseimbangan devisa yang berkaitan dengan mobilitas tenaga kerja internasional. Dengan tren saat ini, jika tidak diantisipasi, bukan tidak mungkin dalam waktu dekat arus keluar dari TKA akan menyaingi arus masuk dari TKI, bahkan bisa melampaui. 

Ia menambahkan bahwa penguatan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri serta perbaikan tata kelola pengiriman tenaga kerja harus terus menjadi agenda prioritas. 

Di sisi lain, kebijakan rekrutmen TKA juga perlu dikaji agar tetap memberi manfaat ekonomi optimal tanpa menggerus keunggulan devisa dari tenaga kerja lokal.

Dengan terus meningkatnya nilai remitansi TKI yang telah menembus rekor tertinggi pada kuartal pertama 2025 Indonesia masih memiliki potensi besar untuk menjaga posisi tenaga kerjanya di panggung global. 

Namun upaya ini tidak bisa hanya bertumpu pada kuantitas pekerja yang dikirim ke luar negeri, melainkan juga harus menyasar kualitas dan posisi tawar mereka di pasar kerja internasional.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Desty Luthfiani

Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".