KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) berencana untuk meluncurkan Central Counterparty (CCP) pada 30 September 2024. CCP merupakan lembaga yang mengembangkan infrastruktur untuk pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing. Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin ingatkan pentingnya aspek manajemen risiko.
“Karena CCP ini merupakan sesuatu yang baru, sehingga kami berharap pengembangannya dapat mengikuti praktik terbaik yang telah berlaku secara internasional. Termasuk mengambil pelajaran atas kasus default yang pernah terjadi sebelumnya di Korea Exchange pada tahun 2014, dan Nasdaq Clearing di Eropa pada tahun 2018, yang dipicu akibat kelemahan praktik manajemen risiko pada CCP,” ujar Puteri dalam keterangannya, dikutip Sabtu, 14 September 2024.
Pada kesempatan ini, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut CCP merupakan pihak di tengah yang menjadi lawan transaksi bagi semua pelaku transaksi atau anggotanya. Sehingga, CCP bertindak sebagai penjual bagi seluruh pembeli, dan menjadi pembeli bagi seluruh penjual. Dengan demikian, CCP bisa menurunkan risiko kredit pihak lawan.
“CCP ini akan menjadi game changer. Satu, volume transaksinya akan lebih tinggi. Kedua, risiko kreditnya akan lebih rendah. Jadi, pembentukan harganya lebih tinggi. Sehingga, bisa menurunkan biaya (yield) utang pemerintah,” ungkap Perry.
Lebih lanjut, Perry mengungkap 3 (tiga) potensi risiko dari pengembangan CCP, diantaranya risiko bisnis, risiko kepesertaan, hingga risiko operasional. BI juga telah mempersiapkan upaya mitigasi risiko sejak dini, seperti pada tahapan seleksi kepesertaan anggota CCP.
“Kalau di ranking memang risiko operasional menjadi yang tertinggi. Karena ada risiko dari pihak bank, KPEI, hingga BI. Sehingga, risiko infrastruktur operasional ini menjadi concern kami. Kami juga sudah kerja sama dengan OJK untuk bersama-sama dalam mengawasi,” urai Perry.
Menutup keterangannya, Puteri juga berpesan kepada BI untuk memperkuat rencana kontijensi dan kerangka kerja resolusi yang akan dilakukan CCP apabila dihadapkan dengan situasi krisis yang mengharuskan untuk penyelesaian masalah likuiditas dan solvabilitas. Sekaligus, memitigasi dampak sistemiknya terhadap stabilitas sistem keuangan.
“Untuk itu, kami berharap agar protokol manajemen krisis, rencana resolusi, dan pemulihan ini juga dapat dikembangkan dan dielaborasi lebih lanjut dalam roadmap CCP nanti,” tutup Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Satgas Nasional LCT
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan BI dan delapan kementerian/lembaga (K/L) yang tergabung dalam Satgas Nasional Local Currency Transaction (LCT) telah melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan rapat koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Satgas Nasional LCT pada Kamis, 29 Agustus 2024 lalu.
Penandatangan tersebut menandai langkah strategis Pemerintah dalam memperkuat komitmen penggunaan mata uang lokal dalam transaksi ekonomi dan keuangan lintas negara sebagai bagian dari upaya penguatan ketahanan ekonomi nasional.
Penandatanganan PKS ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (NK) yang telah disepakati pada 5 September 2023. Dengan adanya kesepakatan ini, Kemenko Perekonomian bersama anggota Satgas Nasional LCT menggarisbawahi pentingnya sinergi kebijakan dan koordinasi lintas sektor dalam mempercepat realisasi penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral dengan negara mitra.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Ferry Irawan menekankan bahwa implementasi LCT telah menunjukkan hasil yang sangat positif, baik dari sisi nilai transaksi maupun jumlah pengguna.
“Inisiatif ini telah menjadi salah satu program prioritas Pemerintah dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah tantangan global yang semakin kompleks. Penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara tidak hanya membantu menjaga stabilitas nilai tukar, tetapi juga berperan penting dalam mendukung pertumbuhan sektor riil,” tutur Ferry.
Penandatanganan PKS ini diharapkan dapat menjadi landasan yang kokoh dalam memperkuat implementasi LCT ke depan, sekaligus meningkatkan pertukaran data dan informasi yang akurat antar K/L terkait, sebagai dasar pengambilan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Saat ini Indonesia sudah melakukan kerja sama LCT dengan delapan negara yaitu Malaysia, Thailand, Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, India, dan United Arab Emirates (UAE). Namun, kerja sama yang sudah berada di level implementasi baru dilakukan dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.
Artinya nasabah Indonesia dan nasabah dari 4 negara tersebut dapat melakukan pembayaran dan menerima dalam mata uang lokal. Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia sedang mendorong kerangka kerja sama dengan 4 negara lainnya yaitu Singapura, Korea Selatan, India, dan UAE agar dapat segera diimplementasikan sehingga LCT bisa lebih berdampak luas.
Total transaksi LCT selama semester I-2024 telah mencapai USD4,7 miliar, yang menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Saat ini, total pengguna LCT mencapai 3.850, meningkat signifikan sebesar 1,5 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, serta 38 kali lipat dari sejak pertama kali implementasi LCT pada tahun 2018. Capaian ini mencerminkan keberhasilan program dalam memperluas adopsi mata uang lokal di antara negara mitra.
Selain itu, Ferry juga menyoroti pentingnya sosialisasi kepada pelaku usaha, terutama di sektor perdagangan internasional.
“Sosialisasi LCT kepada pelaku usaha perlu ditingkatkan guna memperkuat pemahaman dan mendorong partisipasi aktif dalam memperluas pengguna mata uang lokal. Inovasi dalam pemberian insentif yang menarik bagi pelaku usaha, khususnya di sektor otomotif harus segera direalisasikan untuk memastikan manfaat nyata bagi dunia usaha,” ujar Ferry.
Pemerintah berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi lintas sektor dalam mendukung implementasi LCT secara berkelanjutan. Dengan kolaborasi yang erat dan kebijakan yang tepat, diharapkan LCT dapat menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia dan memperkuat peran mata uang lokal dalam transaksi internasional.
Kemenko Perekonomian optimis bahwa langkah ini akan mendorong peningkatan stabilitas ekonomi nasional, memperkuat peran mata uang lokal dalam transaksi lintas negara, dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan.
“Melalui implementasi yang efektif dan insentif yang tepat, kita akan melihat semakin banyak pelaku usaha yang menggunakan LCT sebagai solusi dalam transaksi internasional, yang pada gilirannya akan memperkuat posisi Indonesia di kancah ekonomi global,” pungkas Ferry. (*)