Logo
>

Revisi UU TNI Disahkan, Puan: Tak Boleh Berbisnis

DPR RI resmi mengesahkan revisi UU TNI. Puan Maharani menegaskan bahwa aturan utama tetap berlaku, termasuk larangan bagi TNI berbisnis dan berpolitik.

Ditulis oleh Dian Finka
Revisi UU TNI Disahkan, Puan: Tak Boleh Berbisnis
Ketua DPR RI, Puan Maharani, memberikan keterangan pers usai pengesahan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2025. Foto: KabarBursa/Dian Finka.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - DPR RI akhirnya resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI dalam Rapat Paripurna. Ketua DPR RI, Puan Maharani, mengatakan meski ada sejumlah perubahan, aturan utama tetap berlaku, yakni TNI dilarang berbisnis dan berpolitik.

    "Alhamdulillah, rapat paripurna DPR RI baru saja mengesahkan revisi UU TNI. Semua asas legalitas sudah terpenuhi dan prosesnya dijalankan sesuai mekanisme, mulai dari penerimaan surat, mendengarkan partisipasi masyarakat, hingga mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait," ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Maret 2025.

    Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengklaim selama proses revisi, DPR dan pemerintah terbuka terhadap aspirasi publik, termasuk dari kalangan mahasiswa yang turut menyuarakan pendapatnya. "Kami dari DPR dan pemerintah menerima masukan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa. Semua aspirasi yang dianggap penting sudah kami dengarkan," ujarnya.

    Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah larangan bagi TNI untuk terlibat dalam bisnis maupun politik. Puan menegaskan bahwa aturan tersebut tetap berlaku, di mana prajurit aktif dilarang menjalankan usaha, bergabung dengan partai politik, serta harus mematuhi sejumlah ketentuan lain yang telah ditetapkan.

    Selain itu, aturan perihal abatan bagi prajurit aktif di kementerian dan lembaga negara juga diperjelas."Di luar pasal 47, hanya ada 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki oleh TNI aktif. Jika ada yang ingin menjabat di luar itu, maka mereka harus mundur atau pensiun dini," jelasnya.

    Puan mengimbau agar masyarakat tidak terburu-buru berprasangka terhadap revisi UU TNI yang baru disahkan ini. Ia mengajak semua pihak untuk terlebih dahulu membaca dan memahami isi regulasi sebelum membuat penilaian. “Tolong jangan ada kecurigaan atau prasangka buruk dulu. Mari kita baca dan pahami dengan baik isi undang-undang ini. Apalagi ini bulan Ramadan, bulan penuh berkah. Kita harus memiliki pikiran positif sebelum memberikan penilaian,” ujarnya.

    Revisi UU TNI Berisiko Ganggu Ekonomi dan Investasi

    Ilustrasi TNI. Foto: Dok. TNI AD.
    Meski DPR menegaskan revisi UU TNI tetap melarang prajurit aktif berbisnis dan berpolitik, sejumlah pihak masih menyoroti dampak dari perubahan aturan ini. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengungkapkan perubahan aturan ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Menurutnya, keberadaan prajurit aktif di jabatan sipil berpotensi menciptakan inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya. 

    “Ini didasarkan pada gap keahlian militer berbeda dengan pekerjaan sipil terutama dalam pengambilan keputusan strategis. Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Rabu, 19 Maret 2025.

    Selain itu, Bhima menyoroti potensi crowding out effect apabila militer diizinkan untuk terlibat dalam dunia bisnis. Kondisi ini terjadi ketika aktivitas pemerintah mendominasi sektor ekonomi sehingga menghambat pertumbuhan investasi swasta. Jika peran militer diperluas ke bidang yang seharusnya menjadi ranah pelaku usaha, UMKM, atau petani, maka persaingan ekonomi yang sehat bisa terganggu.

    “Contohnya sudah terjadi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan dapur umum yang tersentralistik, dan food estate yang dikerjakan TNI. Artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat diperebutkan militer aktif,” jelasnya.

    Dampak buruk keterlibatan militer dalam sektor bisnis juga terlihat dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bhima menilai, meski beberapa perusahaan negara telah melibatkan personel militer aktif, hal tersebut tidak otomatis memperbaiki kinerja mereka. Ia justru menyoroti dampak negatif dari sistem penempatan pejabat yang tidak berbasis meritokrasi.

    “Yang terjadi adalah demoralisasi pada manajerial dan staf BUMN karena puncak karier ditentukan oleh political appointee bukan karena meritokrasi,” jelasnya. Menurut Bhima, jika pola ini terus berlangsung, maka BUMN berisiko kehilangan talenta terbaik akibat brain drain yang merugikan perusahaan itu sendiri.

    Dari sisi investasi, ia juga memperingatkan revisi UU TNI dapat mengembalikan sistem ekonomi Indonesia ke pola komando, bukan berbasis inovasi dan persaingan sehat. Hal ini dapat berdampak pada penurunan investasi asing atau foreign direct investment (FDI) yang berpotensi membuat target penanaman modal asing sebesar Rp3.414 triliun pada 2029 sulit tercapai. “Efeknya investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia. Dengan tata kelola, korupsi, dan izin lingkungan yang bermasalah, Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan Vietnam dan China,” katanya.

    Bhima juga menyoroti risiko fiskal jika revisi UU TNI mencakup kenaikan batas usia pensiun prajurit. Belanja pegawai pemerintah saat ini sudah mencapai Rp521,4 triliun, meningkat 85,5 persen dalam satu dekade terakhir. Jika usia pensiun diperpanjang, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa dengan cepat menembus 3 persen. “Ini berbahaya karena melanggar konstitusi, khususnya Undang-Undang Keuangan Negara Tahun 2003,” katanya.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.