
KABARBURSA.COM – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) lahir di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Kelahirannya membawa cita-cita besar menghadapi era digital, yang menjadi salah satu prioritas pemerintah. Namun, perjalanannya dihadapkan segudang persoalan.
Fokus pemerintah pada digitalisasi dan transformasi teknologi diyakini tersandung berbagai kendala, antara lain anggaran instansi yang minim dan literasi digital belum inklusif. Selain itu, “kebocoran anggaran” lewat judi online (judol) turut memecah. Problem lain pun muncul ketika ada program yang seakan diunggulkan namun pada perjalanannya menuai kritik tajam.
Satu program yang dimaksud adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menyerap dana triliunan rupiah. Presiden bahkan sampai melakukan efisiensi (dibaca: realokasi) anggaran dengan memangkas bujet tiap kementerian/lembaga (K/L). Ketimpangan ini menimbulkan masalah tambahan.
Padahal segudang pekerjaan rumah (PR) bidang teknologi mulai dari pembangunan infrastruktur digital, perbaikan data tunggal, pengamanan ruang siber, peningkatan literasi digital lewat pelatihan hingga penerapan e-government telah menanti. Di saat yang sama, cita-cita peningkatan kualitas kesehatan melalui pemeriksaaan gratis dan program MBG yang terus digenjot, meski menuai kritik tajam. Terparah, penerimanya sampai keracunan massal.
Karena itu, bisa dibilang target Presiden ke-8 RI sangat ambisius sekaligus krusial. Tetapi sejauh mana janji itu dilaksanakan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran yang berumur setahun, menjabat sejak dilantik 20 Oktober 2024 hingga 20 Oktober 2025. Yang terpenting juga ialah seberapa besar dampaknya bagi masyarakat.
Untuk itu, KabarBursa.com akan sajikan data dari program, target, dan implementasinya sebagai berikut.
Kominfo Ganti Kulit Jadi Komdigi
Langkah paling menonjol di sektor teknologi diawali perubahan nomenklatur kementerian. Prabowo pada 5 November 2024 menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 174 Tahun 2024 tentang Kementerian Komunikasi dan Digital. Isi pokoknya adalah penataan ulang tugas dan fungsi kementerian sesuai kebutuhan transformasi digital nasional dan penyesuaian struktur organisasi mendukung fokus pada digitalisasi dan keamanan siber.

Meutya Viada Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) yang dilantik 21 Oktober 2024, menyatakan kementerian ganti kulit untuk menjawab tantangan zaman. “Fokus utamanya tetap pada pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), tetapi dengan penekanan lebih besar pada aspek digital,” ujarnya usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta Pusat lalu.
Ia menekankan komitmen Komdigi untuk mempercepat pemerataan infrastruktur digital sehingga masyarakat di wilayah terpencil dapat merasakan manfaat teknologi internet yang lebih inklusif. Komdigi juga memperkuat upaya pemberantasan judol yang telah meresahkan masyarakat.
“Presiden menginstruksikan kami untuk terus memberantas judi online serta pinjaman online (pinjol) ilegal. Ini menjadi prioritas utama kami di Komdigi,” tegas Meutya Hafid.
Tak hanya itu, Ketua Komisi I DPR RI 2019-2024 menegaskan fokus lainnya pada pengamanan data pribadi masyarakat. Arti penting pengawasan ketat adalah untuk mencegah kebocoran data yang dapat mengancam privasi dan keamanan, termasuk ruang internet yang ramah untuk publik dan anak.
“Ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Ini menjadi agenda penting,” pungkasnya.
Wanita yang sebelumnya berkarier sebagai jurnalis itu merangkum target 100 hari pertama menjabat Menkomdigi, yaitu pemberantasan aktivitas judol dan pinjol, penciptaan ruang internet ramah anak, serta pemerataan akses internet di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T).
Permasalahan judol menjadi besar ketika Komdigi mengeluarkan instruksi yang melarang pegawai instansinya terlibat aktivitas judi tersebut. Penguatan internal ini menjadi penting lantaran permasalahan judol sudah lintas sektor, yang membutuhkan integritas individu. Pembahasan lebih lengkap terkait ini akan dijabarkan pada bagian lain.
Selanjutnya, Komdigi menegaskan penanganan konten judol menjadi salah satu program jangka pendek kementerian. Menurut Menkomdigi, hal ini menjadi fokus pemerintah sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Sebagai bagian dari fokus jangka pendek ini, Komdigi tidak hanya menekankan pemblokiran konten dan pengawasan transaksi judol, tetapi juga memperkuat kapasitas internal kementerian untuk memastikan integritas dan akuntabilitas pegawai. Langkah ini sekaligus menjadi landasan bagi upaya digitalisasi lebih luas, termasuk persiapan infrastruktur dan sistem yang dapat mendukung berbagai program strategis pemerintah.
Pendekatan terpadu ini menegaskan bahwa penanganan isu judol bukan hanya soal keamanan siber, tetapi juga bagian dari modernisasi layanan publik dan transformasi digital nasional, yang membutuhkan koordinasi lintas sektor, teknologi, serta integrasi data secara menyeluruh.
Single Identity Number hingga Internet Ramah Anak
Posisinya juga krusial dalam menyiapkan Single Identity Number (SIN), identitas tunggal nasional yang ditargetkan menjadi tulang punggung semua layanan publik digital.
Reposisi nama kementerian memberi pesan politik yang jelas, yakni isu digital kini dianggap arus utama pembangunan nasional. Namun tantangan muncul pada eksekusi.
Pertama, kapasitas birokrasi Komdigi masih dipertanyakan, terutama untuk mengawasi integrasi data lintas sektor dan penegakan regulasi digital. Kedua, hingga akhir tahun pertama, kementerian yang dipimpin Meutya Hafid ini belum sepenuhnya mampu menunjukkan peran aktif sebagai “arsitek ruang digital nasional”.
Dengan kata lain, perubahan nama berhasil memberi branding politik yang kuat, tetapi tanpa penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia, risikonya besar: nomenklatur baru berhenti sebagai label, sementara fungsi lama tetap berjalan dengan pola lama.

Transformasi digital ini menjadi pintu masuk bagi langkah strategis pemerintah melalui Government Technology Artificial Intelligence (GovTech AI) dan INA Digital, yang diwadahi dengan pondasi hukum lewat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2023 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
GovTech akan dikerjakan oleh Komite Percepatan Transformasi Digital yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2025, yang disahkan 29 Juli 2025. Komiten akan menjalankan langsung arahan Presiden untuk mempercepat digitalisasi dan pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Tim kami yang ada di Komite akan mengawal secara lebih detail, salah satunya pemilihan teknologi yang paling tepat digunakan di tengah perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat,” kata Menkomdigi, di Kantor DEN, Jakarta Pusat, seperti dikutip.
Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Komite yang juga menjabat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengatakan salah satu target penerapan GovTech yaitu peningkatan efisiensi anggaran secara signifikan lewat efisiensi birokrasi dan digitalisasi pelayanan publik. Selain itu, GovTech juga bisa mengoptimalkan program MBG, yang kontroversial.
“Potensi efisiensi diperkirakan mencapai Rp350-400 triliun yang akan membantu pemerintah menekan defisit anggaran hingga tahun 2026,” jelas Luhut, dalam kesempatan yang sama.
Adapun SPBE memerintahkan integrasi layanan digital, interoperabilitas antarinstansi, dan penghapusan aplikasi ganda. Implementasinya dikawal oleh GovTech INA Digital, yang pada akhir 2024 resmi memperkenalkan tiga produk: INApas, INAku, dan INAgov, dengan uji coba terbatas untuk sekitar 40 ribu pengguna.
Di atas kertas, SPBE menjadi kebijakan digital paling ambisius sejak era e-government dua dekade lalu, namun pengalaman publik masih jauh dari ideal: warga sering diminta mengunggah dokumen berulang kali, verifikasi gagal, dan durasi layanan belum banyak berkurang. Singkatnya, regulasi sudah melompat, tetapi pengalaman publik masih dalam tahap “beta.”
Untuk menopang transformasi ini, Komdigi menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 5 Tahun 2025. Aturan itu mewajibkan instansi pemerintah mendaftarkan sistem elektroniknya, mengklasifikasikan data berdasarkan risiko, dan menggunakan domain resmi pemerintah. Tujuannya meningkatkan keamanan data dan menutup celah kebocoran.
Adapun ada lima poin utama dalam kebijakan baru ini. Poin pertama dari kebijakan ini adalah memperluas jangkauan layanan secara kolaboratif dalam 1,5 tahun ke depan dengan menargetkan kolaborasi antarpelaku industri, sehingga bisa menjangkau 50 persen provinsi di Indonesia.
Kedua, Permen ini mengatur adanya peningkatan kualitas layanan dan perlindungan terhadap konsumen. Untuk itu, Komdigi mendorong adanya status mutu layanan yang terukur, sehingga masyarakat bisa dengan mudah memilih layanan pengiriman logistik yang aman, nyaman, dan bisa dipercaya.
Ketiga, pemerintah mendorong infrastructure sharing demi menciptakan ekosistem industri yang inklusif dan efisien. Keempat, sistem monitoring transparan akan diterapkan agar seluruh pelaku usaha baik besar maupun kecil mendapat kesempatan tumbuh secara setara.
Tujuan akhir ialah green logistics, yang telah menjadi tanggung jawab bersama.
Di lapangan, aturan baru berarti biaya kepatuhan yang signifikan, terutama bagi daerah dengan anggaran teknologi terbatas. Standar teknis yang rumit seperti risk assessment, audit log, dan pemeliharaan server menciptakan jurang antara instansi yang siap infrastruktur dan yang belum. Regulasi maju, tetapi ketimpangan implementasi ikut melebar.
Transformasi digital lewat GovTech hanyalah satu sisi. Di sisi lain, pemerintah juga mendorong reformasi identitas digital yang langsung menyentuh pengguna telekomunikasi dan ruang daring. Inilah yang memunculkan regulasi tentang eSIM, registrasi biometrik, dan perlindungan anak di ruang digital.
Melalui Permen Komdigi 7/2025 tentang pemanfaatan Teknologi Modul Identitas Pelanggan Melekat atau Embedded Subscriber Identity Module (eSIM), pemerintah mewajibkan migrasi ke eSIM dan pemutakhiran data pelanggan dengan verifikasi biometrik yang terhubung pada data kependudukan dan catatan sipil (dukcapil).
Menkomdigi pada Jumat, 11 April 2025, menyampaikan payung hukum untuk melakukan eSIM sudah ada. Percepatan migrasi dari kartu SIM biasa ke eSIM bisa dilakukan karena saat ini pengguna eSIM masih di bawah 5 persen pengguna ponsel di Indonesia.
Migrasi eSIM ini utamanya menjawab permasalahan penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Dalam temuan Komdigi, terdapat satu NIK yang dipakai untuk registrasi 100 nomor sehingga penyelewengan data pribadi sangat meresahkan. Selain itu, migrasi eSIM tak lepas dari tren global.
“Pada 2025, perangkat yang mendukung eSIM secara global telah mencapai 3,4 miliar unit,” ujar Meutya Hafid dikutip Minggu, 13 April 2025.
Selain itu, implementasi eSIM diharapkan mampu memperkuat upaya pemutakhiran data secara real-time, yang sejalan dengan prinsip- prinsip perlindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Dalam konteks UU PDP dan penguatan keamanan digital nasional, eSIM dapat menjadi entry point untuk menciptakan ekosistem yang lebih transparan dan dapat dipantau, khususnya dalam pengawasan penggunaan nomor seluler. Hal ini menjadi langkah penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap transformasi digital yang aman dan bertanggung jawab.
Namun demikian, implementasinya menghadapi berbagai tantangan. Komdigi mencatat pada 2025, terdapat 350 juta nomor kartu SIM yang beredar, jauh melampaui jumlah populasi Indonesia sebanyak 280 juta jiwa.
Data dari industri pun menunjukkan. Komdigi mencatat pengguna eSIM di Indonesia telah mencapai sejuta jiwa. “Per Desember tahun lalu, Telkomsel sekitar 300 ribu, Indosat dan XL sekitar 250 ribu, Smart sekitar 176 ribu, (totalnya) hampir sejuta,” kata Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Komdigi, pada Rabu, 16 April 2025 lalu.
Sayangnya hingga kini pemerintahan Prabowo-Gibran belum merilis data terbaru terkait hal tersebut.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS).
Dengan data pelanggan yang lebih akurat dan mutakhir, penyalahgunaan nomor seluler untuk tindakan kriminal seperti penyebaran hoaks, penipuan (scam), tindak pidana siber (fraud), dan mendukung kebijakan real-name registration dan mengurangi data palsu atau nomor-nomor bodong.
PP TUNAS dipromosikan sebagai model global perlindungan anak di dunia maya. Namun hingga kini, mekanisme pengawasan platform lintas negara masih jadi pertanyaan besar. Tanpa audit algoritma dan penegakan sanksi nyata, regulasi ini berisiko berhenti pada seremoni deklarasi. (*/Bersambung)