Logo
>

RI Butuh USD800 Miliar buat Pertumbuhan Delapan Persen

Untuk mengumpulkan uang sebanyak itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dilakukan berbagai pendekatan melalui sejumlah program.

Ditulis oleh Dian Finka
RI Butuh USD800 Miliar buat Pertumbuhan Delapan Persen
Seseorang tengah menghitung mata uang rupiah pecahan 100.000. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Indonesia membutuhkan dana investasi mencapai USD800 miliar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen, sesuai visi Presiden Prabowo Subianto.

    Untuk mengumpulkan uang sebanyak itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dilakukan berbagai pendekatan melalui sejumlah program prioritas. 

    “Target investasi kita sebesar USD800 miliar untuk lima tahun ke depan. Ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan,” ujar Airlangga saat menghadiri Forum Bisnis Rusia-Indonesia di Jakarta Selatan, Senin, 14 April 2025.

    Ia menjelaskan bahwa pemerintahan Prabowo telah menetapkan program prioritas nasional yang mencakup swasembada pangan dan energi, pengembangan energi baru dan terbarukan, serta hilirisasi industri.

    “Program utama Pak Presiden adalah swasembada pangan, energi, dan renewable energy. Hilirisasi juga akan diperkuat, khususnya di sektor mineral dan pertanian untuk mendorong ekspor bernilai tambah,” tambahnya.

    Dalam konteks kerja sama internasional, Airlangga menyoroti potensi besar kemitraan strategis antara Indonesia dan Rusia di berbagai sektor.

    “Dengan Rusia, kita telah membahas investasi di sektor migas, kerja sama teknologi di bidang cyber security, serta penjajakan awal pengembangan small modular reactor,” jelasnya.

    Selain energi, kedua negara juga tengah menjajaki peningkatan kerja sama di sektor pariwisata, kesehatan, dan pendidikan, termasuk program pengiriman mahasiswa Indonesia untuk studi ke luar negeri.

    “Ini juga menjadi prioritas Pak Presiden, karena penguatan SDM merupakan bagian penting dari strategi pembangunan nasional,” tegasnya.

    Airlangga juga menyebut bahwa kerja sama investasi dapat melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) strategis seperti Danareksa dan Danantara, khususnya untuk proyek-proyek jangka panjang dan bernilai strategis.

    “Pihak Rusia menunjukkan minat kuat di sektor aluminium dan energi. Ini menjadi peluang besar bagi Indonesia,” pungkasnya.

    Namun di balik ambisi besar pemerintahan Prabowo untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen melalui gelontoran investasi jumbo, realitas jangka pendek justru menunjukkan tantangan yang tak kecil. 

    Ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 diprediksi belum mampu menembus pertumbuhan 5 persen. Ini menjadi sinyal bahwa sebelum menatap langit dengan program-program besar, pemerintah juga perlu mencermati kondisi bumi, yakni perlambatan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional. 

    Pertumbuhan Kuartal I Diprediksi tak Capai Lima Persen

    Ekonomi Indonesia diprediksi melambat pada kuartal pertama tahun 2025. Pelambatan ekonomi tersebut terjadi karena beberapa hal, salah satunya adalah pelemahan konsumsi rumah tangga.

    Dosen Ekonomi Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi nasional kemungkinan besar tidak akan menembus angka 5 persen. 

    Menurutnya, penyebab utamanya adalah pelemahan pada konsumsi rumah tangga, yang sejatinya menjadi penyumbang terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Tingkat konsumsi di Indonesia sedang mengalami penurunan. Padahal ekonomi Indonesia itu 56-58 persen dari konsumsi rumah tangga,” ujar Wijayanto  dalam diskusi yang bertajuk Trump Trade War: Menyelamatkan Pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia, pada Jumat, 11 April 2025.

    Wijayanto memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama kemungkinan hanya berada di kisaran 4,7-4,8 persen. Hal serupa diperkirakan akan berlanjut pada kuartal kedua. 

    “Kuartal kedua, year on year ya, kuartal kedua mungkin juga berada di level yang sama,” ujarnya.

    Menurutnya, tekanan global yang semakin memburuk turut berkontribusi terhadap sikap kehati-hatian di kalangan pelaku ekonomi. Ketidakpastian ini membuat banyak pihak, termasuk pengusaha dan masyarakat umum, cenderung bersikap wait and see.

    “Kenapa global semakin memburuk? Ini membuat secara psikologi semua orang wait and see. Apakah ini pengusaha, apakah ini masyarakat yang akan mengonsumsi,” ujarnya.

    Wijayanto juga menyoroti peran penting pembiayaan dalam aktivitas ekonomi. Di tengah situasi yang tidak menentu, masyarakat cenderung menahan diri untuk mengambil keputusan finansial jangka panjang, seperti membeli rumah atau kendaraan.

    “Banyak sekali transaksi ekonomi itu difasilitasi oleh pinjaman. Dalam situasi sangat tidak menentu ini, orang pasti berpikir ulang untuk komit melakukan transaksi yang berdampak jangka panjang. Misalnya membeli rumah, membeli mobil, dan lain sebagainya. Apalagi sekutu juga belum tentu stabil, kemudian pendapatan konsumen juga belum tentu stabil,” jelasnya.

    Melihat kondisi ini, Wijayanto mengusulkan agar pemerintah melakukan penyesuaian terhadap program-program prioritasnya. Ia menyarankan agar fokus anggaran dialihkan sementara ke program jangka pendek yang berdampak langsung pada masyarakat.

    “Makanya saya mengusulkan supaya pemerintah melakukan rekalibrasi program-program besar jangka panjangnya dialokasikan untuk program-program yang immediate, yang short term, yang menciptakan lapangan kerja, mendongkrak daya beli,” pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.