KABARBURSA.COM - Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Fajarini Puntodewi mengatakan, kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) 2024 diprediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap sektor perdagangan Indonesia.
Menurut Puntodewi, kebijakan ekonomi yang cenderung proteksionis yang dijalankan oleh Trump akan mempengaruhi arus perdagangan internasional, terutama antara Indonesia dengan AS dan China.
Puntodewi mengungkapkan bahwa di bawah kepemimpinan Trump, kebijakan proteksi terhadap perekonomian domestik akan semakin diperkuat.
“Rencananya, pemerintah AS akan menaikkan tarif impor hingga 10-20 persen untuk hampir seluruh barang yang masuk ke Amerika,” kata Puntodewi dalam acara diskusi bertema ‘Gambir Trade Talk #17’ di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2024,
Bahkan, lanjut Puntodewi, AS akan menerapkan kebijakan khusus terhadap China, salah satu mitra dagang utama Indonesia, cukup drastis, yakni menaikkan tarif impor dari China antara 60 sampai 100 peren.
Kenaikan tarif yang signifikan ini diperkirakan akan berdampak langsung terhadap perdagangan Indonesia dengan kedua negara tersebut, baik yang berkaitan dengan ekspor maupun impor.
Mengingat besarnya peran AS dan China dalam hubungan perdagangan Indonesia, Puntodewi menekankan pentingnya untuk merumuskan langkah-langkah strategis yang dapat mengurangi potensi dampak negatif dari kebijakan tersebut. Ia berharap forum-forum diskusi seperti ini dapat menjadi tempat untuk menemukan solusi-solusi yang tepat agar kinerja ekspor Indonesia tetap terjaga.
Lalu, Puntodewi merujuk pada periode pertama kepemimpinan Donald Trump (2017-2021) yang dinilai memiliki dampak positif terhadap perdagangan Indonesia.
Selama masa jabatan pertama Trump, Indonesia tercatat mengalami surplus perdagangan dengan AS dan ekspor Indonesia ke negara tersebut terus meningkat. Meskipun demikian, ia juga mencatatkan bahwa di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, Indonesia mengalami lonjakan ekspor yang cukup signifikan, yang memperlihatkan dinamika yang bisa berubah dengan kebijakan yang berbeda di masa mendatang.
“Memang, pada periode pertama Trump, perdagangan Indonesia masih surplus dan ekspor kita masih tumbuh. Namun, setelah itu, di bawah pemerintahan Joe Biden, kita melihat lonjakan yang lebih signifikan pada ekspor Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap agar dalam periode kedua kepemimpinan Trump, dampaknya tidak terlalu besar terhadap kinerja ekspor kita,” jelas Puntodewi.
Sementara itu, pemerintah Indonesia juga telah menyusun strategi jangka panjang untuk memperluas pasar ekspor, salah satunya dengan aktif menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara lain.
Puntodewi mengungkapkan bahwa perundingan perdagangan dengan Uni Eropa tengah berlangsung, dan diharapkan dapat diselesaikan pada kuartal pertama tahun 2025, atau bahkan sebelum akhir tahun 2024.
“Selain itu, perundingan dengan negara-negara lain seperti Peru dan Kanada juga terus berlanjut, dengan harapan dapat membuka pasar baru yang lebih luas bagi produk Indonesia,” pungkasnya.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho menilai Indonesia masih sangat bergantung pada China dalam hal perdagangan.
Katanya, selama ini kebijakan perdagangan Indonesia lebih banyak mengandalkan China sebagai mitra utama. Andry menilai bahwa setiap penurunan permintaan domestik dari China akan mempengaruhi ekspor Indonesia, mengingat besarnya ketergantungan terhadap pasar China.
“Perdagangan Indonesia memang sangat bergantung pada China, sehingga ketika permintaan dari China menurun, dampaknya langsung terasa di Indonesia. Kita harus waspada, terutama jika Trump kembali terpilih,” kata Andry beberapa waktu lalu.
“Kebijakan pembatasan produk-produk China yang diterapkan Trump diprediksi akan lebih ekstrem, dan ini tentu akan berdampak besar bagi Indonesia,” sambungnya.
Andry juga mengingatkan bahwa meskipun kebijakan perdagangan di masa Presiden AS, Joe Biden, sudah menaikkan tarif terhadap produk-produk asal China, kebijakan tersebut masih jauh lebih longgar dibandingkan dengan kebijakan yang mungkin akan diterapkan oleh Trump.
Ia menilai bahwa Trump lebih cenderung untuk menekan ekonomi China lebih keras, dengan pembatasan perdagangan yang lebih ketat dan protektif.
“Seandainya Kamala Harris terpilih, mungkin kita akan melihat kebijakan yang lebih bersifat 'business as usual'. Tapi, karena Trump yang terpilih, kita harus siap menghadapi kebijakan yang jauh lebih ketat dan bisa memengaruhi kinerja ekspor Indonesia, terutama terkait dengan perdagangan dengan China,” tambah Andry.
Sejak dimulainya perang dagang antara AS dan China pada 2018, yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Donald Trump, sektor perdagangan global memang telah mengalami ketidakpastian yang signifikan.
Pada saat itu, tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang asal China mulai diterapkan, dan hal ini turut memengaruhi pasar global, termasuk Indonesia.
Meskipun pemerintahan Biden kemudian melanjutkan kebijakan tersebut, Andry memprediksi bahwa jika Trump kembali terpilih, kebijakan pembatasan terhadap China akan diperketat, yang tentunya akan mempengaruhi berbagai negara yang memiliki hubungan dagang erat dengan China, seperti Indonesia. (*)