KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan adanya ribuan sumur minyak yang saat ini tidak aktif atau idle, yang menjadi salah satu penyebab utama penurunan produksi minyak yang siap jual atau lifting.
Hingga semester I-2024, realisasi lifting minyak mencapai 576 ribu barel per hari (bph), yang setara dengan 91 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, dalam lima tahun terakhir, produksi minyak nasional terus mengalami penurunan. Data realisasi produksi minyak menunjukkan penurunan dari 708 mbopd pada 2020 menjadi 578 mbopd hingga Juni 2024.
Pemerintah menargetkan produksi lifting migas sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas mencapai 12 miliar kaki kubik per hari (mmscfd) pada 2030. Untuk mencapai target ini, Menteri ESDM Bahlil Lahadia telah menginstruksikan reaktivasi sumur-sumur minyak yang tidak aktif. Bahlil mengancam akan mencabut izin usaha kontraktor migas jika mereka tidak merealisasikan program ini.
"Dari total 44.900 sumur minyak yang ada, hanya 16.300 yang berproduksi. Ada sekitar 16.250 sumur yang idle, dan hampir 5.000 di antaranya masih bisa dioptimalkan," jelas Bahlil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Senin, 26 Agustus 2024.
Mengidentifikasi potensi besar dari sumur-sumur yang tidak aktif, Kementerian ESDM berencana menawarkan pengelolaan kepada investor domestik maupun asing.
"Kami lebih baik membuka peluang kepada swasta nasional atau asing untuk mengelola sumur-sumur ini, dengan target pendapatan negara sebesar 600 ribu barel yang setara dengan USD 12 miliar," tambah Bahlil.
Bahlil menekankan pentingnya mengoptimalkan sumur-sumur idle untuk meningkatkan produksi migas secara signifikan, tanpa perlu melakukan eksplorasi baru yang memerlukan waktu dan biaya tinggi.
"Saya perintahkan untuk mencabut izin usaha bagi kontraktor yang tidak menjalankan sumur-sumur idle yang mereka kuasai," tegasnya.
Lebih lanjut Bahlil menyampaikan pesimisme terhadap pencapaian target lifting minyak tahun ini, yang diperkirakan tidak akan mencapai 600.000 barel per hari (bph). Target lifting minyak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 adalah sebesar 635.000 bph.
Bahlil mengingatkan bahwa beberapa puluh tahun lalu, pendapatan negara banyak bergantung pada lifting minyak. Indonesia bahkan pernah menjadi anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan produksi minyak yang cukup besar, sekitar 1,6 juta bph, sementara konsumsi saat itu hanya sekitar 700.000 bph. Saat ini, konsumsi minyak domestik telah meningkat signifikan, mencapai 1,5-1,6 juta bph.
"Feeling saya, target 600.000 bph di tahun 2024 tidak akan tercapai. Kemungkinan maksimal kita hanya bisa mencapai 580.000 bph. Ironisnya, jika penurunan lifting ini menunjukkan kita menyerah, seharusnya kita bertanya apakah cadangan minyak sudah habis. Jika tidak, mengapa produksinya tidak dinaikkan? Itu adalah masalah utama kita," ungkap Bahlil.
Pemerintah telah menetapkan kriteria untuk menentukan Bagian Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle. Kriteria tersebut mencakup lapangan produksi yang tidak diproduksikan selama dua tahun berturut-turut, lapangan dengan plan of development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama dua tahun berturut-turut, serta struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama tiga tahun berturut-turut.
Untuk mengatasi masalah WK idle ini, KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) diberikan beberapa opsi:
- Mengerjakan Sendiri: KKKS dapat langsung menggarap WK idle tersebut.
- Kerja Sama: Bekerja sama dengan badan usaha lain untuk menerapkan teknologi tertentu.
- Diambil Alih KKKS Lain: WK idle dapat diusulkan untuk dikelola oleh KKKS lain.
- Dikembalikan ke Negara: WK idle dapat dikembalikan ke negara untuk dilelang kembali.
Bahlil berharap langkah-langkah ini dapat memaksimalkan potensi sumur minyak yang saat ini tidak aktif dan meningkatkan produksi nasional.
Sebelumnya Bahlil mengungkap adanya perbedaan signifikan antara produksi dengan impor minyak nasional pada neraca minyak bumi Indonesia sepanjangan tahun 2023.
“Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. Impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM),” kata Bahlil dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 26 Agustus 2024.
Bahlil mengungkap, tinggi angka impor minyak bumi terjadi sejalan dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional tahun lalu mencapai sekitar 505 juta barel, yang terbagi di beberapa sektor.
Adapun sektor tersebut diantaranya, sektor tranportasi sebesar 248 juta barel atau 49 persen, sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34 persen, sektor ketenagalistrikan sebesar 38,5 juta barel atau 8 persen.(*)