KABARBURSA.COM - Mata uang rupiah ditutup melemah sebesar 41 poin ke level Rp16.370 atas dolar AS pada perdagangan Senin, 15 September 2025.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah terjadi dikarenakan beberapa sentimen eksternal. Salah satunya ialah tensi geopolitik yang memanas setelah Ukraina meningkatkan serangan ke infrastruktur minyak Rusia, termasuk terminal ekspor terbesarnya, Primorsk, dan kilang utama Kirishinefteorgsintez.
"Serangan tersebut berpotensi menghentikan produksi minyak Rusia dalam jumlah besar, dan dapat memicu potensi gangguan pasokan, terutama untuk pasar utama Moskow, yaitu India dan Tiongkok," ujar dia dalam keterangannya, Senin, 15 September 2025.
Selain itu, sentimen juga datang dari data terbaru Amerika Serikat (AS) yang telah memberi The Fed banyak alasan untuk melonggarkan kebijakan moneter.
Ibarhim menyebut Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Agustus mengonfirmasi bahwa inflasi utama masih sedikit tinggi, tetapi narasi yang lebih luas menunjukkan ekonomi yang melambat.
"Nonfarm Payrolls (NFP) hampir terhenti di bulan Agustus dan pertumbuhan lapangan kerja sebelumnya telah direvisi turun tajam, dan klaim pengangguran awal minggu terakhir telah naik ke level tertinggi dalam beberapa tahun. Pada saat yang sama, tekanan harga di tingkat produsen telah turun," tuturnya.
Dari dalam negeri, sentimen datang terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat pada kuartal III 2025 imbas faktor belanja pemerintah yang masih rendah.
Selain itu, kata Ibrahim, kinerja perdagangan khususnya net ekspor diperkirakan melandai. Apalagi, kinerja ekspor memuncak hanya sampai Agustus 2025 karena pengusaha melakukan front loading sebelum penerapan tarif impor oleh Presiden AS, Donald Trump.
"Namun, geliat perekonomian akan berbalik arah terjadi pada kuartal IV 2025, optimistis bakal tumbuh sejalan dengan penyerapan insentif maupun stimulus yang digelontorkan pemerintah," ungkap Ibrahim.
Sedangkan untuk perdagangan besok, Selasa, 16 September 2025, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah bergerak fluktuatif. Akan tetapi, ia optimistis rupiah ditutup menguat.
"Ditutup menguat direntang Rp16.370 - Rp16.420," pungkas Ibrahim.
Seberapa Dalam The Fed Pangkas Suku Bunga?
Sebelumnya diberitakan, Federal Reserve atau The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga acuan pada pertemuan 17 September, setelah sembilan bulan menahan level suku bunga.
Ekspektasi itu muncul seiring rapuhnya pasar tenaga kerja, meski inflasi tetap di atas target dua persen.
Tekanan terhadap The Fed semakin besar setelah Presiden Donald Trump berulang kali mendesak Ketua Jerome Powell untuk menurunkan suku bunga. Namun, para ekonom menilai bukan tekanan politik yang jadi alasan, melainkan serangkaian laporan tenaga kerja yang mengecewakan.
Seperti dilansir USA Today, Kathy Bostjancic, Chief Economist Nationwide, menyebut empat bulan berturut-turut melemahnya kinerja ketenagakerjaan sepenuhnya mendukung The Fed memulai pemangkasan pada pertemuan berikutnya.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan ekonomi hanya menambah 22.000 pekerjaan pada Agustus, dengan tingkat pengangguran naik ke posisi tertinggi sejak Oktober 2021.
Revisi data juga menunjukkan ada 13.000 pekerjaan hilang pada Juni, penurunan bulanan pertama sejak Desember 2020.
Selain itu, laporan lain menunjukkan jumlah pekerja antara April 2024 hingga Maret 2025 ternyata 911.000 lebih sedikit dibanding perkiraan awal.
Klaim pengangguran mingguan melonjak ke 263.000, tertinggi dalam hampir empat tahun.
Di sisi harga, inflasi Agustus tercatat naik 0,4 persen bulanan, sementara inflasi inti bertahan di 3,1 persen. Angka ini tetap di atas target, tetapi pasar menilai lemahnya tenaga kerja lebih dominan sebagai alasan pemangkasan.
“Ini kondisi terburuk bagi The Fed,” kata Claudia Sahm, Chief Economist New Century Advisors sekaligus mantan ekonom The Fed, kepada Yahoo Finance.
“Mereka tidak memangkas karena inflasi turun, melainkan karena pasar tenaga kerja melemah,” tegasnya.
Data CME FedWatch menunjukkan peluang 92 persen The Fed memangkas 25 basis poin dan delapan persen untuk 50 basis poin. Suku bunga saat ini berada di kisaran 4,25–4,5 persen.
Eugenio Aleman, Chief Economist Raymond James, menilai opsi 50 basis poin mungkin tidak ada di meja kecuali ada tanda resesi segera.
Namun ekonom JP Morgan Michael Feroli memperkirakan sejumlah gubernur akan mendorong pemangkasan lebih agresif.
Deutsche Bank Research menilai keputusan ini kemungkinan tidak bulat. Bisa jadi muncul dissent dari tiga gubernur, yang akan menjadi peristiwa pertama sejak 1988.
Pasar berjangka saat ini memperkirakan tiga kali pemangkasan pada 2025, meski ekonom terbelah antara dua atau tiga kali pemangkasan tahun ini. Survei Bloomberg menunjukkan mayoritas memperkirakan dua kali, dengan jadwal Oktober atau Desember.
Lebih lanjut, pertemuan The Fed kali ini juga dibayangi kontroversi politik. Presiden Trump berupaya memecat Gubernur The Fed Lisa Cook dengan tuduhan fraud.
Cook membantah tuduhan tersebut, dan hakim federal memutuskan ia tetap dapat menjalankan tugas sementara gugatan berjalan.
Langkah Trump terhadap Cook memicu kekhawatiran atas independensi bank sentral. (*)