Logo
>

Rupiah Melemah, Beban PLN dan Subsidi Kian Berat

72 persen biaya operasional PLN berbasis dolar. Saat rupiah melemah, biaya listrik naik dan subsidi pemerintah ikut membengkak hingga Rp6,5 triliun.

Ditulis oleh Dian Finka
Rupiah Melemah, Beban PLN dan Subsidi Kian Berat
Pelemahan rupiah tingkatkan beban PLN. Biaya listrik naik, subsidi tembus Rp6,5 triliun. PLN siapkan strategi mitigasi untuk jaga stabilitas keuangan. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM — Dolar menguat, PLN megap-megap. Begitulah kira-kira gambaran singkat dampak fluktuasi nilai tukar terhadap kondisi keuangan BUMN kelistrikan ini. Dengan 72 persen biaya operasional berbasis valuta asing, pelemahan rupiah bukan sekadar ancaman teknis, tapi bisa menjelma jadi badai keuangan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis, 22 Mei 2025, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan dalam skenario terburuk—kurs tembus Rp17.500 per USD dan harga minyak global naik—biaya produksi listrik melonjak dan subsidi membengkak hingga Rp6,5 triliun per tahun. Ironisnya, seluruh pendapatan PLN tetap 100 persen dalam rupiah.

“Kalau dolar menguat terhadap rupiah, tentu itu akan berdampak negatif terhadap kondisi keuangan PLN. Sebaliknya, kalau dolar menurun, itu akan memperkuat posisi keuangan kami,” jelas Darmawan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Kamis, 22 Mei 2025.

PLN, kata Darmawan, telah melakukan simulasi dua skenario untuk mengukur sensitivitas kurs terhadap performa keuangan. Dalam skenario terbaik (best case), nilai tukar diasumsikan di angka Rp16.000 per dolar AS, sementara skenario terburuk (worst case) menempatkan kurs di Rp17.500 per dolar AS.

Darmawan memaparkan bahwa struktur biaya PLN sangat sensitif terhadap fluktuasi mata uang asing. Dari seluruh biaya operasional, sebanyak 72 persen bersumber dari elemen-elemen yang berbasis mata uang asing atau diindeks terhadap dolar AS. 
Ini mencakup komponen seperti energi primer, sewa pembangkit, pembelian listrik dari pembangkit swasta (IPP), dan biaya pemeliharaan. Sementara itu, 28 persen sisanya berupa biaya kepegawaian dan administrasi, yang berbasis penuh pada rupiah.

“Kami juga mencatat bahwa beban bunga kami sebesar 63 persen dalam bentuk valas—baik dolar AS, euro, maupun yen. Sisanya 37 persen berbasis rupiah,” ungkapnya.

Namun di sisi pendapatan, PLN tidak memiliki penyangga berbasis valas. “Seluruh pendapatan usaha PLN, baik dari penjualan listrik, biaya pokok, subsidi, maupun kompensasi, semuanya 100 persen dalam rupiah,” tegasnya.

Biaya Produksi Naik, Tambah Beban Subsidi Rp6,5 Triliun

Darmawan menjelaskan bahwa dalam simulasi stress test dengan kurs Rp17.500 per dolar AS dan asumsi harga minyak (ICP) di USD82 per barel, terjadi lonjakan biaya pokok produksi (BPP) listrik. 

“Biaya produksi meningkat dari Rp1.822 menjadi Rp1.851 per kWh, atau naik Rp29 per kWh. Dan ini berdampak langsung pada kenaikan kebutuhan subsidi dan kompensasi pemerintah sebesar Rp6,5 triliun per tahun,” jelasnya.

Dampak lanjutan dari pelemahan rupiah juga dirasakan pada rasio Debt Service Coverage Ratio (DSCR)—rasio kemampuan perusahaan membayar utang berbasis kas. “Kami ukur DSCR bukan dengan metode akuntansi, tapi cash basis. Artinya, bila ada keterlambatan pembayaran subsidi dan kompensasi dari pemerintah, maka DSCR langsung tergerus,” katanya.

Guna menjaga kesehatan finansial perusahaan di tengah volatilitas eksternal, PLN merancang sejumlah strategi mitigasi risiko. Salah satunya adalah meningkatkan volume penjualan listrik demi mendongkrak pendapatan usaha (gross revenue).

“Kita harus tanggap dan adaptif terhadap tekanan global. Meningkatkan penjualan adalah langkah penting untuk memperkuat arus kas dan menopang struktur keuangan perusahaan,” ujarnya.

Darmawan juga menyebut upaya efisiensi internal serta optimalisasi pembelian energi primer sebagai bagian dari strategi jangka menengah PLN dalam menjaga daya tahan finansial. “Kami akan terus menjaga efisiensi biaya dan memperkuat struktur keuangan sebagai fondasi menghadapi ketidakpastian global. PLN tidak boleh hanya menjadi korban fluktuasi, tapi harus mampu menavigasi risiko secara aktif,” katanya.(*)

Disclaimer:
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.