KABARBURSA.COM – Goldman Sachs baru saja mengeluarkan proyeksi baru terhadap harga emas. Bank investasi terbesar dan paling berpengaruh di dunia ini menyatakan bahwa emas akan menyentuh angka USD4.900 ons pada Desember 2026. Sebelumnya, proyeksi Sachs ada di USD4.300.
Naiknya proyeksi Sachs ini menjadi sinyal positif yang bisa menggairahkan kembali minat terhadap aset berbasis logam mulia, termasuk saham-saham emiten emas di dalam negeri. Proyeksi ini menunjukkan bahwa kenaikan harga emas belum mencapai puncaknya, bahkan di tengah volatilitas ekonomi global yang tinggi dan ketidakpastian geopolitik yang semakin meluas.
Dalam laporan terbarunya, Goldman Sachs menyoroti tiga faktor utama yang menopang kenaikan harga emas global. Pertama adalah arus masuk dana yang kuat ke ETF berbasis emas di negara-negara Barat.
Kedua, pembelian berkelanjutan oleh bank-bank sentral dunia, dan terakhir prospek penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve (The Fed) pada 2026.
Kombinasi ketiganya menciptakan kondisi ideal bagi harga emas untuk terus menguat, sekaligus mendorong sektor tambang emas menjadi salah satu sektor defensif paling menarik di tengah ancaman perlambatan ekonomi global.
Emas Telah Melesat 51 Persen
Saat ini, harga emas spot berada di USD3.955 per ons, mendekati rekor tertinggi sepanjang sejarah di USD3.977 per ons. Sepanjang tahun berjalan (year-to-date), harga emas telah melesat sekitar 51 persen, dipicu oleh meningkatnya pembelian bank sentral, pelemahan dolar AS, dan lonjakan permintaan dari investor ritel.
Tren ini menggambarkan bahwa emas kembali memainkan perannya sebagai aset lindung nilai yang paling andal di masa ketidakpastian ekonomi global.
Bagi pasar domestik, proyeksi optimistis dari Goldman Sachs dapat memberikan sentimen positif bagi saham-saham emiten emas seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Archi Indonesia Tbk (ARCI).
Keduanya berpotensi menikmati kenaikan harga saham seiring ekspektasi peningkatan margin keuntungan akibat kenaikan harga jual emas dunia.
Dalam jangka pendek, pelaku pasar biasanya akan merespons berita seperti ini dengan peningkatan minat beli pada saham sektor logam mulia, terutama karena margin laba bersih emiten tambang emas sangat sensitif terhadap kenaikan harga spot emas dunia.
Potensi Pertumbuhan Kinerja Laba ANTM dan ARCI
ANTM, misalnya, tidak hanya berperan sebagai produsen nikel dan bauksit, tetapi juga memiliki kontribusi besar dari penjualan emas batangan Logam Mulia (LM) yang dikelola oleh anak usahanya, PT Antam Resourcindo.
Dengan harga emas mendekati USD4.000 per ons, potensi kenaikan margin kotor ANTM meningkat signifikan. Bahkan, aktivitas perdagangan emas fisik domestik juga berpotensi melonjak, hingga mendorong volume penjualan yang lebih tinggi.
Hal ini bisa memperkuat kinerja laba kuartal berikutnya, terutama jika harga tetap bertahan di level tinggi hingga akhir tahun.
Sementara itu, PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), sebagai salah satu produsen emas murni terbesar di Indonesia yang beroperasi di tambang Toka Tindung, Sulawesi Utara, berpotensi memperoleh keuntungan langsung dari setiap kenaikan harga emas global.
Sebagai perusahaan yang fokus pada eksplorasi dan produksi, ARCI lebih sensitif terhadap fluktuasi harga emas di pasar internasional. Dengan biaya produksi yang relatif stabil, setiap kenaikan harga jual emas akan langsung memperlebar margin keuntungan perusahaan.
Apabila harga emas benar-benar bergerak menuju USD4.900 per ons seperti yang diproyeksikan Goldman Sachs, ARCI berpotensi menikmati lonjakan laba bersih dan menarik kembali minat investor institusional yang sebelumnya menahan posisi karena volatilitas pasar komoditas.
Waktunya Realisasi Keuntungan (Profit Taking)?
Namun, di balik optimisme tersebut, investor juga perlu memahami bahwa kenaikan harga emas yang terlalu cepat sering kali diikuti oleh fase profit taking atau aksi ambil untung besar-besaran.
Dalam konteks saat ini, dengan harga emas sudah naik lebih dari 50 per tahun sepanjang tahun, sebagian investor besar, termasuk dana ETF dan bank sentral, bisa mulai melakukan realisasi keuntungan apabila harga menembus level psikologis baru di sekitar USD4.000 per ons.
Aksi ambil untung dalam skala besar seperti ini dapat menimbulkan koreksi harga emas jangka pendek, yang secara otomatis juga berpotensi menekan harga saham-saham emiten emas.
Jika koreksi terjadi, saham seperti ANTM dan ARCI kemungkinan akan ikut mengalami tekanan teknikal meskipun fundamentalnya tetap solid. Pola ini sudah sering terjadi di masa lalu, misalnya pada periode 2020–2021 ketika harga emas sempat terkoreksi setelah mencetak rekor akibat aksi jual investor institusi.
Meski begitu, koreksi biasanya bersifat sementara karena permintaan riil terhadap emas tetap kuat, terutama dari bank sentral dan pelaku industri perhiasan Asia.
Secara keseluruhan, proyeksi kenaikan harga emas oleh Goldman Sachs memperkuat pandangan bahwa emas masih akan menjadi aset unggulan hingga 2026, terutama di tengah pelemahan dolar AS dan potensi penurunan suku bunga global.
Dalam konteks pasar domestik, emiten seperti ANTM dan ARCI berpotensi memperoleh momentum positif, baik dari sisi kinerja keuangan maupun minat investor. Namun, bagi pelaku pasar, momen kenaikan harga yang terlalu cepat juga perlu diwaspadai karena risiko aksi jual jangka pendek bisa menimbulkan koreksi teknikal.
Dengan demikian, investor jangka panjang masih memiliki alasan kuat untuk tetap mempertahankan eksposur terhadap saham-saham emas. Sementara trader jangka pendek perlu lebih disiplin dalam mengatur timing, karena volatilitas di pasar emas berpotensi meningkat tajam seiring mendekatnya level harga psikologis baru di kisaran USD4.000–5.000 per ons.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.