KABARBURSA.COM - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengungkapkan penyebab tingginya harga tiket pesawat di Indonesia. Menurutnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan harga tersebut.
Kata Sandiaga Uno, salah satu faktor yang membuat tiket pesawat mahal yaitu karena tingginya minat penerbangan global pasca pandemi COVID-19.
Adanya beban pajak hingga beban biaya operasional juga menjadi penyebab melambungnya harga tiket pesawat.
Selain itu, peran pendapatan kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan serta identifikasi rincian Cost Per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasional.
Untuk menyikapi persoalan ini, Sandiaga Uno menyebutkan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menurunkan harga tiket pesawat.
Adapun pembentukan satgas ini dilakukan untuk mendorong efisiensi komponen pesawat sehingga harga tiket pesawat domestik bisa lebih murah.
“Rapat koordinasi telah dilaksanakan dan telah diperintahkan untuk mengambil sembilan langkah ke depan, termasuk pembentukan satgas untuk menurunkan harga tiket pesawat,” kata Sandiaga Uno di Jakarta, kemarin.
Dia menyebutkan, satgas tersebut terdiri dari Kemenko Bidang Perekonomian, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait lainnya.
Dalam kesempatan ini, ia menyampaikan bahwa bukan hanya bahan bakar Avtur yang berkontribusi membuat harga tiket pesawat mahal di dalam negeri.
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan harga tiket pesawat di Indonesia merupakan salah satu yang termahal di dunia.
Senada dengan Sandiaga Uno, Luhut menyebutkan faktor penyebab mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia yaitu pulihnya aktivitas penerbangan setelah pandemi COVID-19.
Dia memproyeksikan pada tahun 2024 ini jumlah penumpang global diperkirakan mencapai 4,7 miliar, meningkat sebesar 200 juta dibandingkan dengan tahun 2019.
“Harga tiket penerbangan yang cukup tinggi telah menjadi keluhan banyak orang akhir-akhir ini, yang disebabkan oleh pulihnya aktivitas penerbangan global mencapai 90 persen dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. Berdasarkan data dari IATA (International Air Transport Association), diproyeksikan bahwa pada tahun 2024 akan ada 4,7 miliar penumpang global, atau meningkat sebanyak 200 juta penumpang dibandingkan dengan tahun 2019,” kata Luhut dikutip dari akun Instagram pribadinya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengevaluasi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tiket pesawat berjadwal. Langkah ini menyusul usulan dari Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia agar harga tiket diserahkan pada mekanisme pasar.
“Memang pemerintah sedang mengevaluasi terkait tarif atau tiket,” ujar Sekretaris Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Sigit Hani Hadiyanto, di sela Indonesia AERO Summit 2024 di Jakarta, Selasa, 2 Juli 2024.
Sigit menjelaskan bahwa kajian ini masih berlangsung, sejalan dengan usulan maskapai penerbangan melalui Indonesia National Air Carrier Association (INACA). Kajian yang dilakukan terkait berbagai aspek yang dapat mempengaruhi penurunan tarif penerbangan, seperti biaya operasional, struktur harga avtur, dan regulasi yang berlaku.
Sigit menjelaskan bahwa kajian ini masih berlangsung, sejalan dengan usulan maskapai penerbangan melalui Indonesia National Air Carrier Association (INACA).
Meski begitu, Sigit tidak memberikan penjelasan lebih rinci mengenai evaluasi tarif batas atas dan bawah tersebut.
“Saat ini memang berlaku tarif batas atas dan bawah. Namun, aspirasi INACA nanti akan menjadi pertimbangan,” ujarnya.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, berharap Kemenhub dapat memutuskan agar aturan harga tiket pesawat tidak lagi mengacu pada tarif batas atas (TBA), melainkan sesuai mekanisme pasar.
“Kami berharap bahwa tarif tiket diserahkan ke mekanisme pasar,” ujar Denon.
Langkah pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menurunkan harga tiket pesawat dinilai membawa angin segar bagi emiten di sektor penerbangan.
Head of Customer and Education Kiwoom Sekuritas, Octavianus Audi, mengatakan pihaknya memandang evaluasi memang sangat diperlukan secara menyeluruh untuk dapat menekan tarif maskapai penerbangan di Indonesia.
"Evaluasi ini tidak hanya melibatkan penurunan tarif secara langsung, tetapi juga perlu mencakup berbagai aspek lain seperti efisiensi operasional, pengelolaan sumber daya, serta peningkatan layanan kepada penumpang," jelas Audi kepada Kabar Bursa, Rabu, 17 Juli 2024.
“Meski demikian, memang ada beberapa faktor yang membuat harga tergolong tinggi dibandingkan negara tetangga, seperti pengenaan PPN, fluktuasi avtur dan biaya retribusi bandara,” sambungnya.
Audi menuturkan Kiwoom Sekuritas melihat adanya potensi pemangkasan batasan biaya penerbangan akan sangat positif untuk maskapai jika penurunan disebabkan dari regulasi pajak atau biaya retribusi operasional bandara.
“Karena kami melihat potensi pengguna angkutan pesawat dapat bergairah seiring dengan harga yang lebih rendah,” tutur dia. (yog/*)