Logo
>

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Penghapusan Piutang Macet, Perkuat UMKM? (1)

Tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran diwarnai kebijakan penting sektor keuangan, dari penghapusan piutang macet UMKM hingga pengelolaan APBN 2025 yang penuh tantangan.

Ditulis oleh Yunila Wati
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Penghapusan Piutang Macet, Perkuat UMKM? (1)
Infografis by KabarBursa.com/Andrew Bernard.

KABARBURSA.COM - Satu tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi periode penting bagi arah kebijakan sektor perbankan dan keuangan Indonesia. 

Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, keduanya menghadapi tantangan besar, yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan, memperkuat dukungan bagi UMKM, serta menyiapkan fondasi fiskal jangka menengah di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian. 

Sejumlah keputusan strategis lahir dalam kurun waktu ini, mulai dari penghapusan piutang macet UMKM, penetapan target ambisius Kredit Usaha Rakyat, hingga arah baru kebijakan fiskal dan perubahan di jajaran keuangan negara. 

Rentetan kebijakan tersebut bukan hanya mencerminkan respons pemerintah terhadap kebutuhan mendesak, tetapi juga menggambarkan komitmen untuk membangun sistem keuangan yang lebih inklusif, sehat, dan berdaya tahan.

Penghapusan Piutang Macet UMKM di Bank/LKNB BUMN. 

Di rentang tersebut, pemerintahan Prabowo-Gibran mengeluarkan sebuah kebijakan, yaitu PP Nomor 47 tahun 2024 yang mengatur penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet debitur UMKM, dengan kriteria dan ruang lingkup diatur rinci. 

Kebijakan ini menjadi instrumen langsung yang menyentuh industri perbankan BUMN dan pembiayaan UMKM). 

Ketika Presiden Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 pada 5 November lalu, ekspektasi besar langsung muncul. Regulasi ini memberi mandat jelas kepada bank dan lembaga keuangan milik negara untuk menghapus piutang macet UMKM, baik melalui penghapusbukuan maupun penghapustagihan. 

Aturannya pun terperinci, hanya kredit yang sudah diupayakan penagihannya, pernah direstrukturisasi, berstatus hapus buku lebih dari lima tahun, dan bernilai maksimal Rp500 juta, yang bisa dihapus.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak awal menyambut aturan ini sebagai kepastian hukum yang dibutuhkan sektor keuangan. Namun, pelaksanaannya tidak serta-merta berjalan mulus. 

Bank-bank BUMN harus menyesuaikan prosedur internal, menyeleksi satu per satu debitur, hingga menunggu persetujuan korporasi. 

Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, pada Januari 2025 mengakui bahwa proses sudah berjalan, tapi eksekusi dilakukan bertahap. Setiap kasus diteliti ulang agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.

Di lapangan, data menunjukkan program masih jauh dari target penuh. Pemerintah melaporkan, hingga 11 April 2025 penghapusan piutang macet baru terealisasi sebesar Rp486,10 miliar untuk 19.375 debitur. 

Angka ini hanya sekitar 28,7 persen dari total potensi 67.668 debitur yang memenuhi kriteria. Artinya, meski ada progres, capaian belum mendekati 100 persen.

Bank-bank besar anggota Himbara, terutama BRI, menyatakan dukungan. BRI mencatat sekitar 59.690 debitur dengan nilai Rp2,5 triliun masuk kriteria. Dari jumlah itu, Rp424 miliar sudah siap dieksekusi sebagai tahap awal, sementara sisanya masih menunggu proses verifikasi dan keputusan manajemen. 

Pipeline yang besar ini memperlihatkan keseriusan bank, tetapi juga menunjukkan bahwa penyelesaian membutuhkan waktu.

Tak sedikit suara kritis juga bermunculan. Ada laporan bahwa beberapa bank masih melakukan penagihan kepada debitur lama dengan alasan regulasi ini berpotensi merugikan negara. Meski belum bisa dipastikan apakah kasus tersebut bersifat sporadis atau sistemik, hal itu memperlihatkan tantangan komunikasi dan implementasi di lapangan.

Keterbatasan waktu menjadi faktor penting. PP 47/2024 hanya berlaku enam bulan sejak diundangkan, sehingga bank dan otoritas berpacu dengan tenggat 5 Mei 2025. Proses verifikasi, revisi SOP, hingga penyelesaian administratif membuat target tidak mudah tercapai dalam waktu singkat.

Dengan demikian, menjawab pertanyaan apakah PP 47/2024 sudah berjalan 100 persen, jawabannya jelas belum. Kebijakan ini telah menghasilkan realisasi nyata, tetapi belum sepenuhnya tuntas. 

Hingga kini, implementasi masih dalam tahap penyelesaian. Meski begitu, langkah ini tetap membawa dampak positif, yaitu meringankan beban NPL UMKM di bank BUMN, memberi ruang napas bagi pelaku usaha kecil, sekaligus menjaga integritas tata kelola di sektor perbankan.

APBN 2025: Anggaran Pertama yang Dijalankan Era Prabowo

Postur disetujui DPR sebesar ±Rp3.612 triliun dan menjadi kerangka belanja/pendanaan fiskal yang mempengaruhi likuiditas dan kebutuhan pembiayaan perbankan. 

APBN 2025 menjadi ujian perdana bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam mengelola mesin fiskal negara. Disahkan melalui Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024, anggaran ini sejak awal diposisikan sebagai “anggaran transisi” yang bertugas menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus meredam guncangan eksternal. 

Postur belanja negara diarahkan ke perlindungan sosial, pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur prioritas, penguatan UMKM dan IKM, serta peningkatan kualitas birokrasi dan layanan publik. Di sisi penerimaan, tumpuannya tetap pada perpajakan, kepabeanan-cukai, dan PNBP.

Secara teknis, APBN 2025 membagi belanja negara menjadi dua komponen utama, yaitu belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah (TKD). Angkanya tidak kecil, sekitar Rp3.613,1 triliun, dengan alokasi belanja pusat Rp2.693,2 triliun dan TKD Rp919,9 triliun. 

Dengan struktur seperti itu, pemerintah berusaha menyeimbangkan kebutuhan jangka pendek, yaitu menopang konsumsi melalui bansos dan subsidi, dengan kepentingan jangka menengah berupa pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar di daerah.

Namun, perjalanan enam bulan pertama memperlihatkan tantangan nyata. Hingga Juni 2025, pendapatan negara baru mencapai sekitar Rp1.201–1.210 triliun, tertekan penurunan harga komoditas global dan restitusi pajak korporasi. 

Di sisi lain, belanja negara sudah menembus Rp1.407,1 triliun atau sekitar 38,8 persen dari pagu, meninggalkan defisit Rp197 triliun atau 0,81 persen terhadap PDB. Kementerian Keuangan dalam laporan APBN KiTa menegaskan bahwa fungsi fiskal sebagai “peredam kejut” masih berjalan, meski ruang penerimaan lebih sempit dibanding tahun lalu.

Proyeksi pemerintah pada awal semester II juga memberi gambaran realistis. Pendapatan negara diperkirakan hanya mampu menyentuh Rp2.865,5 triliun atau 95,4 persen dari target, sementara belanja akan mencapai Rp3.527,5 triliun atau sekitar 97,4 persen. 

Dengan kata lain, APBN 2025 tetap menjalankan program prioritas, tetapi risiko pelebaran defisit dari rencana awal sulit dihindari.

Hambatan yang dihadapi pun berlapis. Penurunan harga minyak, batu bara, dan nikel memangkas potensi penerimaan, sementara kebutuhan belanja untuk menjaga daya beli dan stabilitas sosial tidak bisa ditunda. 

Secara teknis, penyerapan awal tahun juga berjalan lambat akibat proses pengadaan, penyesuaian lintas kementerian, dan rekonsiliasi kontrak. Akselerasi baru biasanya terlihat di paruh kedua, ketika proyek fisik bergulir dan bansos dicairkan lebih masif.

Singkatnya, APBN 2025 bekerja di bawah tekanan. Ia digunakan untuk menopang jaring pengaman sosial, membiayai layanan dasar, mendukung pembangunan infrastruktur, dan menjaga peran daerah dalam pelayanan publik. 

Realisasinya hingga semester I menunjukkan daya tahan, meski disertai risiko defisit yang kian melebar. Dalam kerangka UU 62/2024 dan Nota Keuangan, anggaran ini berfungsi bukan hanya sebagai instrumen fiskal, melainkan juga sebagai penyangga stabilitas di tengah gejolak ekonomi global.(*/bersambung)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Yunila Wati

Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79