Logo
>

Selama 2015-2024, Dana Desa yang Disalurkan Rp609,9 Triliun

Ditulis oleh KabarBursa.com
Selama 2015-2024, Dana Desa yang Disalurkan Rp609,9 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia telah mengucurkan dana desa sebesar Rp609,9 triliun dalam periode 2015 hingga 2024.

    Dana desa ini merupakan anggaran yang disalurkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendukung pembangunan serta pemberdayaan masyarakat di tingkat desa.

    Berdasarkan informasi yang dibagikan melalui akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu, @ditjenpk, penyaluran dana desa mengalami peningkatan signifikan sejak pertama kali dialokasikan pada tahun 2015.

    Pada tahun tersebut, alokasi dana desa yang diberikan oleh pemerintah mencapai Rp20,76 triliun dan meningkat menjadi Rp71 triliun pada tahun 2024.

    “Dana desa terus mengalami peningkatan dan telah menjadi salah satu komponen pendapatan terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),” tulis akun Instagram tersebut pada 12 Oktober 2024.

    Alokasi dana desa mengalami peningkatan setiap tahun hingga 2021. Namun, terjadi penurunan pada tahun 2022 sebelum kembali meningkat pada tahun 2023 dan 2024.

    Untuk rinciannya, pada 2015 pemerintah mengalokasikan dana desa sebesar Rp20,8 triliun, yang seluruhnya terserap. Pada 2016, alokasi meningkat menjadi Rp47 triliun dengan realisasi sebesar Rp46,7 triliun.

    Pada tahun 2017 dan 2018, alokasi dana desa masing-masing ditetapkan sebesar Rp60 triliun. Realisasi dana desa pada 2017 tercatat sebesar Rp59,8 triliun, sedangkan pada 2018, sedikit meningkat menjadi Rp59,9 triliun.

    Selanjutnya, antara 2019 dan 2021, alokasi dana desa kembali meningkat, dengan besaran Rp70 triliun pada 2019, Rp71,2 triliun pada 2020, dan Rp72 triliun pada 2021.

    Realisasi dana pada tahun-tahun tersebut juga menunjukkan angka yang positif: Rp69,8 triliun pada 2019, Rp71,1 triliun pada 2020, dan Rp71,9 triliun pada 2021.

    Namun, pada tahun 2022, alokasi dana desa mengalami penurunan menjadi Rp68 triliun, dengan realisasi mencapai Rp67,9 triliun. Memasuki tahun 2023 dan 2024, alokasi dana desa kembali mengalami peningkatan, masing-masing menjadi Rp70 triliun dan Rp71 triliun.

    Untuk tahun 2023, realisasi dana desa mencapai Rp69,9 triliun, sementara hingga 30 September 2024, realisasi dana desa telah mencapai Rp61,16 triliun.

    Dampak Positif dari Dana Desa

    Peningkatan alokasi dana desa berkontribusi pada peningkatan jumlah desa mandiri dan penurunan jumlah desa tertinggal.

    Pada tahun 2018, jumlah desa tertinggal tercatat mencapai lebih dari 25.000 desa. Namun, angka ini menurun menjadi di bawah 25.000 desa pada tahun 2019 dan terus berkurang hingga mencapai sekitar 15.000 desa pada tahun 2020.

    Pada tahun 2021, jumlah desa mandiri meningkat mendekati 5.000 desa, seiring dengan berkurangnya jumlah desa tertinggal menjadi di bawah 15.000 desa.

    Jumlah desa mandiri kembali menunjukkan peningkatan pada tahun 2022, melebihi angka 5.000 desa, sementara desa tertinggal berkurang menjadi 10.000 desa.

    Tren positif ini terus berlanjut hingga tahun 2023 dan 2024, di mana jumlah desa mandiri sudah melampaui jumlah desa tertinggal.

    Pada tahun 2023, jumlah desa mandiri tercatat lebih dari 10.000 desa, sedangkan desa tertinggal turun di bawah 10.000 desa. Kemudian, pada tahun 2024, jumlah desa mandiri melonjak hampir menjadi 20.000 desa, sementara jumlah desa tertinggal menyusut mendekati angka 5.000 desa.

    “Kementerian Keuangan terus mendorong kemandirian desa melalui berbagai kebijakan terkait dana desa sebagai bagian dari Transfer ke Daerah (TKD),” ungkap DJPK dalam pernyataannya.

    Dengan program dana desa yang terus meningkat, pemerintah berharap akan terjadi transformasi positif di tingkat desa, yang tidak hanya mengurangi angka desa tertinggal, tetapi juga meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.

    Melalui pengelolaan yang baik dan pemanfaatan dana yang efektif, diharapkan desa-desa di Indonesia dapat berkembang dan berkontribusi lebih besar bagi pembangunan nasional.

    Pertumbuhan Ekonomi di Era Jokowi

    Target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen yang ditetapkan di awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) gagal dicapai. Istana Kepresidenan memberi klarifikasi.

    Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian Edy Priyono mengatakan, terlepas dari target tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tetap menunjukkan performa yang baik, kecuali selama masa pandemi COVID-19.

    “Orang mengkritik pemerintah tidak mencapai target, 7 persen. Pak Jokowi kan memang seperti itu, selalu pasang target tinggi,” kata Edy Priyono dalam Seminar Nasional ‘1 Dekade Pemerintahan Jokowi’ di Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.

    Di awal periode pertamanya, 2014, Jokowi menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 persen.

    Kini, di akhir masa jabatan periode kedua atau 10 tahun, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 5 persen.

    Pada 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,79 persen turun, turun dari 5,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

    Di rentang waktu 2016-2018, perekonomian Indonesia sempat mengalami peningkatan sedikit, yaitu 5,03 persen (2016), dan kembali meningkat di tahun 2017 menjadi 5,07 persen. Setahun kemudian, naik (2018) kembali menjadi 5,17 persen.

    Di tahun 2019, berbarengan dengan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan menjadi 5,02 persen.

    Di periode kedua, tepatnya tahun 2020, seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia, dihantam pandemi COVID-19, sehingga berdampak pada perekonomian Indonesia. Saat itu, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi -2,07 persen.

    Setahun kemudian, 2021, perekonomian Indonesia naik ke angka 3,9 persen. Dan, di tahun 2022 tumbuh hingga 5,31 persen.

    Pada 2023, perekonomian Indonesia kembali mengalami kemunduran, anjlok ke angka 5,05 persen.

    Di tahun terakhir pemerintahannya, 2024, Jokowi memasang target di kisaran 5,1-5,2 persen, di bawah pertumbuhan tahun 2022.

    Jadi, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kepemimpinan Jokowi hanya mencapai 4,23 persen, jauh dari target yang diawal Jokowi berkuasa, yakni 7 persen.

    Menanggapi itu, Edy mengatakan, dengan menargetkan angka tinggi, seperti 7 persen, maka diharapkan dapat memacu semangat kerja dan kinerja ekonomi agar lebih optimal. Karena, jika ditargetkan hanya 5 persen, kemungkinan yang tercapai 3 persen saja.

    “Pak Jokowi selalu set target tinggi. Karena beliau, mungkin merasa kita semuanya terlalu santai. Jadi, kalau ditargetkan 5 persen, mungkin 3 persen yang tercapai. Dengan begitu beliau pasang target 7 persen,” tuturnya.

    Sementara, jika berpegangan pada janji kampanye Presiden-Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, Edy menduga menerapkan strategi seperti Jokowi.

    “Mungkin saja beliau (Prabowo Subianto) juga berpikir seperti pak Jokowi. Tapi saya enggak tahu ya,” ujarnya berseloroh.

    Kendati demikian, Edy menyatakan, jika berdasarkan capaiann target 7 persen, pertumbuhan ekonomi RI masih terbilang rendah. Namun, jika dilihat dari pencapaian nyata, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5 persen saat ini terbilang memuaskan dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia yang mengalami kesulitan ekonomi.

    “Tapi kalau kita bandingkan dengan negara-negara lain dalam situasi yang sulit dan sebagainya, pertumbuhan ekonomi kita oke kok. Sekitar 5 persen, lebih-lebih sedikit itu oke,” pungkasnya. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi