Logo
>

Sentul City: Kota yang Melucuti Akal Sehat

Di balik gemerlap Sentul City, suara warga Bojongkoneng yang terusir dari tanah warisan mereka justru tak terdengar. Rocky Gerung ikut disorot.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Sentul City: Kota yang Melucuti Akal Sehat
Kawasan pusat bisnis dan permukiman PT Sentul City Tbk di Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Di balik gemerlap proyek properti ini, sejumlah warga di Desa Bojongkoneng menggugat klaim sepihak perusahaan atas tanah yang mereka tempati secara turun-temurun. Foto: sentulcity.co.id

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - DI lereng landai Bojongkoneng yang rimbun, Rocky Gerung menyambut tamunya dengan masker terpasang. Seikat pisang menggelayut di pinggiran pendopo rumahnya. Sebelum pengembang PT Sentul City Tbk datang dengan alat berat, penghuni paling setia yang datang ke rumahnya itu bukan manusia, melainkan gerombolan monyet liar dari atas bukit. Rocky terbiasa meletakkan pisang-pisang itu di pinggiran teras kayu rumahnya dan dari celah-celah pohon, makhluk-makhluk kecil itu datang satu per satu untuk memakannya.

    “Sekarang enggak ada lagi monyet. Yang ada bukan monyet yang turun dari pohon, tapi monyet yang turun dari mobil aparat,” ujarnya pada Jumat, 17 September 2021, lalu.

    Rumah kayu berpadu beton itu ia bangun lebih dari satu dekade lalu. Terasnya dipenuhi tanaman, anggrek yang dirawat sendiri, jeruk, matoa, dan pohon-pohon langka yang tak ditemukan di pekarangan urban. “Ada 120 jenis tanaman,” kata pria 66 tahun ini.

    Tak jauh dari teras, sebuah rak buku kayu menggantung di gazebo, menjadi semacam altar kecil bagi akal sehat yang selama ini ia suarakan di televisi dan media sosial. Si Akal Sehat itu pun sempat berhadapan dengan Sentul City yang sudah masuk hingga menggusur pohon-pohon dan semak belukar di seberang rumahnya. “Dulu, itu hutan mini yang banyak sarang burung. Sekarang jadi tanah gusuran begitu,” katanya sambil memperlihatkan tanah gundul di kejauhan.

    Pemandangan dari rumah Rocky Gerung saat alat berat mulai menggaruk kawasan hutan kecil di seberang, pada September 2021. Tanah ini sempat diklaim sebagai bagian dari proyek pengembangan Sentul City. Foto: Tangkapan layar YouTube Rocky Gerung Official.

    Rocky Gerung bukan sekadar mempertahankan tanah seluas 800 meter persegi. Ia tahu betul bahwa di balik kebun-kebunnya itu, ada 90-an kepala keluarga yang bernasib serupa. Karenanya, ia sering dianggap simbol perlawanan terhadap perusahaan milik konglomerat Swie Teng itu. Suara yang ia angkat bukan untuk menyelamatkan properti pribadi, tapi hak hidup warga yang sudah tinggal jauh sebelum kemerdekaan Republik ini diproklamasikan.

    “Mereka resah, karena itu bersama-sama dengan pengacara Haris Azhar mengajukan gugatan,” kata Rocky.

    Tapi tak semua berjalan sesuai harapan. Bagi warga Bojongkoneng, perlawanan yang dulu digalang bersama Rocky perlahan mulai terasa senyap. Sejumlah nama yang dulu berada dalam barisan kini memilih menyuarakan kekecewaannya.

    Seorang aktivis yang pernah dekat dengan Rocky Gerung dan cukup lama mengikuti konflik agraria di Sentul, masih ingat betul semangat warga saat Rocky disomasi Sentul City lima tahun silam. Kala itu, Rocky dianggap simbol perlawanan. Keberaniannya melawan pengembang menginspirasi warga untuk bergerak bersama.

    Namun, tak butuh waktu lama sampai keyakinan itu berubah jadi kecewa. Ia menyaksikan sendiri bagaimana sejumlah aktivis dan lembaga pendamping hukum datang ke Bojongkoneng, lalu pergi begitu saja. Tak ada tindak lanjut, tak ada konsolidasi. “Saya tahu persis. Setelah itu warga ditinggalin,” katanya kepada KabarBursa.com.

    Ia menduga Rocky hanya menjadikan konsolidasi warga sebagai kartu tawar. Ketika Rocky sudah mendapat sertifikat atas tanahnya, suara-suara di kampung mulai tak terdengar lagi dari arah rumah kayu itu. Warga pun merasa ditinggalkan. Bahkan ketika sejumlah warga mengalami intimidasi hingga kriminalisasi oleh kepolisian karena melawan tindakan Sentul City, Rocky Gerung tak bereaksi.

    “Dalam kasus itu, Rocky Gerung dan tim Haris Azhar sama sekali tidak membela. Tidak bergerak, tidak melakukan apa-apa,” kata sumber ini.

    Suaranya meninggi saat mengingat kembali permintaan mereka agar dokumen warga dikembalikan. Janji itu tak kunjung dipenuhi. “Sampai sekarang belum dikasih,” ujarnya.

    Sental-Sentil Sentul

    Prahara di Bojongkoneng bermula saat Rocky menerima surat somasi dari PT Sentul City Tbk pada 2021 lalu. Dalam surat itu, pengembang yang aktif menggaruk beranda Gunung Pancar ini mengklaim lahan yang ditempati Rocky berada di atas sertifikat Hak Guna Bangunan atau HGB Nomor 2411 dan 2412 atas nama mereka. Artinya, rumah yang sudah dibangun dan ditanami ratusan jenis pohon itu, menurut perusahaan, berdiri di atas tanah mereka.

    Rocky tak tinggal diam. Ia menunjukkan dokumen pembelian tanah dari penggarap bernama Andi Junaedi—warga yang telah memiliki lahannya sejak tahun 1960-an. Lahan yang dibeli Rocky sejak 2009 itu luasnya 800 meter persegi dan prosesnya sudah melewati notaris. Tapi, bukan cuma Rocky yang menerima somasi. Warga sekitar juga mengalami hal yang sama, beberapa bahkan sudah lebih dulu merasakan intimidasi. Rumah mereka dianggap berdiri di lahan milik perusahaan, padahal banyak di antaranya tinggal di Bojongkoneng sejak sebelum era kemerdekaan.

    Pemandangan lereng Gunung Pancar di kawasan Bojongkoneng, Kabupaten Bogor, yang sebagian telah diklaim sebagai milik Sentul City. Menurut pengakuan warga yang juga dipertegas Haris Azhar, perusahaan dengan kode emiten BKSL itu pernah menggunakan helikopter untuk memetakan dan mengklaim area dari udara, tanpa pengecekan langsung ke lahan yang telah lama dikelola warga secara turun-temurun. Foto diambil dari Kebun Cucating, Kampung Tapos, pada Rabu, 19 Februari 2025. Foto: KabarBursa/Moh Alpin Pulungan.

    Pengacara Rocky ketika itu, Haris Azhar, awalnya meyakini kasus ini sebagai praktik perampasan tanah berkedok legalitas. Di berbagai media, ia menyuarakan kecurigaan bahwa Sentul City mengklaim kepemilikan atas lahan lewat sertifikat HGB palsu. Yang membuatnya gusar, bukan cuma soal klaim sepihak itu, tapi juga proses terbitnya sertifikat. Musababnya, HGB bisa keluar tanpa ada proses jual beli dengan warga yang sudah puluhan tahun tinggal dan bercocok tanam di lahan itu. Haris bahkan menyebut tak ada pengecekan lapangan yang dilakukan kantor pertanahan Kabupaten Bogor.

    Dalam wawancara dengan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun pada 14 September 2021, lalu, Haris pernah menguraikan logika dasarnya: bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan HGB atas tanah yang tak pernah dia kuasai secara fisik? Menurutnya, syarat utama HGB adalah penguasaan nyata di lapangan. “Kalau seseorang datang mengklaim lahan, dia harus buktikan bahwa dia merawat, memakai, atau minimal menyewakan. Kalau tidak, haknya gugur,” begitu penjelasan Haris, seperti di lihat di Channel YouTube Refly Harun.

    KabarBursa telah mengirimkan permintaan konfirmasi kepada PT Sentul City Tbk ihwal klaim kepemilikan atas lahan di Bojongkoneng, proses terbitnya sertifikat HGB, hingga tudingan intimidasi terhadap warga. Permintaan wawancara dan klarifikasi resmi telah diajukan kepada Direktur Utama Tjetje Muljanto Brawijaya atau akrab disapa Keke, Kepala Divisi Legal Faisal Farhan, serta Corporate Secretary Supriyana sejak 8 Maret 2025. Namun hingga laporan ini ditayangkan, belum ada satu pun yang memberikan respons.

    ‘Omon-omon’ Perlawanan sang Filsuf

    Ade Emon, salah satu warga yang pernah berada di garda depan perlawanan, masih mengingat momen ketika ia diundang langsung oleh Rocky Gerung pada Senin, 13 September 2021. Hari itu, di pendopo rumah kayu yang digadang jadi simbol perlawanan, Rocky menggelar konferensi pers bersama pengacaranya, Haris Azhar. Sejumlah warga hadir, termasuk Emon, yang percaya betul bahwa perjuangan menyelamatkan kampung akan dijalani bersama.

    Dalam konferensi itu, Rocky menyebut konflik lahannya bukanlah soal pribadi, melainkan pintu masuk untuk membuka praktik-praktik lancung yang selama ini dilakukan Sentul City. Haris yang saat itu berada di posisi kiri Rocky Gerung lantas menyatakan bakal membela warga untuk mendapatkan kembali atau memperkuat haknya. Sejak saat itu, warga seperti Emon merasa punya harapan. “Ayo kita pertahankan hak kita,” cerita Emon, menirukan ucapan Rocky kala itu kepada KabarBursa.com.

    Namun semuanya berubah ketika Emon ditangkap aparat. Ia sempat jadi sasaran buntut dari unjuk rasa spontan warga pada Oktober 2021, setelah alat berat Sentul City menggusur kebun-kebun milik warga. Aksi protes yang awalnya berjalan damai di kantor desa berujung pada kericuhan. Beberapa fasilitas rusak dan Emon jadi kambing hitam. Hanya selang sehari sejak kejadian itu ia langsung ditangkap seperti teroris---kepala dibungkus kresek, diancam dengan tembakan senjata, lalu dijebloskan ke sel tahanan.

    Istrinya datang ke Rocky untuk meminta bantuan. “Oh itu bukan ranah saya,” jawab Rocky, seperti ditirukan Emon. Ia mengelus dada.

    Dokumen-dokumen warga yang sudah diserahkan melalui perwakilan Haris Azhar pun tak jelas kabarnya. Menurut Emon, penyerahan dokumen itu dilakukan bersama belasan warga lain di rumah kebun milik Syafthen Zeidt alias Caca, yang kemudian disambut oleh Nafirdo Ricky—perwakilan tim hukum Haris Azhar yang juga bekerja di Haris Azhar Law Office. Tapi setelah itu, komunikasi terputus. Warga menunggu, tapi tak pernah lagi dihubungi.

    Hingga laporan ini disusun, permintaan konfirmasi yang diajukan KabarBursa kepada Nafirdo Ricky belum direspons. Permintaan wawancara telah dikirim sejak Ahad, 9 Maret 2025, namun tak kunjung mendapat tanggapan.

    Di satu pagi usai keluar dari penjara, Emon sempat bertemu Rocky di jalan dekat Kampung Gombong, Desa Bojongkoneng. Ia tak bisa menahan emosinya. “Saya pernah marahin Rocky. Saya bilang, ‘ngomong aja pintar, disogok segitu aja udah diem’. Dia cuma jawab, ‘Oh bukan gitu, Mon.’ Saya bilang, ‘Ah, tai!’”

    Percakapan itu terjadi singkat di jalan kampung yang hanya mereka berdua tempuh. Emon melangkah pergi dengan getir yang tak lagi bisa ia sembunyikan.

    Karyawan Turun ke Palagan

    Emon tak sendiri. Di sisi lain kampung, suara serupa datang dari seorang warga yang dulunya juga aktif dalam barisan perlawanan. Namanya Alung. Ia bukan orang sembarangan. Delapan tahun bekerja di PT Sentul City—mulai dari Security, lalu promosi jadi marketing—membuatnya tahu betul seluk-beluk perusahaan tempat ia dulu menggantungkan hidup.

    Awalnya, Alung merasa aman-aman saja. Gaji besar dan akses luas ke kantor-kantor pemerintah membuat pekerjaannya terasa bergengsi. Tapi semuanya berubah saat ia mulai menangani pemasaran. Dalam pekerjaannya, ia sering diberi dokumen site-plan proyek baru di kawasan Babakan Madang. Di situ, rasa kecurigaan mulai membayangi.

    “Ini peta mana sih? Kok udah jadi perumahan gitu ya? Kok udah jadi site-plan?” katanya. Beberapa nama jalan di peta itu terdengar tak asing. “Itu jalan kampung yang saya tahu, yang saya sering lintasi. Itu menuju ke desa ini (Bojongkoneng).”

    Kecurigaan berubah jadi amarah saat suatu siang ia mendengar cerita dari tetangganya. “Waktu itu saya lagi ngopi jam 1 siang. Dia bilang kebun sama sawah neneknya dibuldoser.” Alung pun pergi mengecek lokasi. Di kampung Bojong Gaok—yang masih di dalam kawasan Desa Bojongkoneng, ia mendapati seorang nenek sedang mencabuti rumput di sawah, sementara ekskavator mengayun-ayunkan lengan baja di belakang tubuh renta itu.

    Alung (kiri) dan Ketua RW 08 Kampung Gunung Batu, Desa Bojongkoneng, Asep (kanan), saat diwawancarai KabarBursa di salah satu warung kopi desa pada Sabtu, 15 Februari 2025. Foto: KabarBursa/Moh Alpin Pulungan.

    “Saya ngeri, saya lari dari parkiran motor nyelamatin si nenek,” ujarnya. Sang nenek pingsan di tempat. Butuh dua hari hingga ia sadar dan bisa bercerita. Tanah itu, katanya, adalah warisan keluarga yang tak pernah dijual. “Turun-temurun. Dulu dari hasil singkong, ditabungin,” ujar Alung menirukan perkataan sang nenek.

    Sejak hari itu, Alung memutuskan keluar dari pekerjaannya. “Disitu saya nangis. Ah, di situ saya ingat, saya masih ingat, karena kejadian itulah yang membuat saya membenci perusahaan ini. Ternyata apa yang saya khawatirkan selama ini terjadi dan betul. Selama ini saya dibohongi. Bukan hanya saya, ribuan masyarakat dibohongi.”

    Tapi bukan cuma pada perusahaan. Alung juga kecewa pada Rocky Gerung. Ia merasa, perjuangan yang diawali dengan suara lantang Rocky di media tak pernah benar-benar dituntaskan. “Dia ngebuka di media, tapi dia enggak tanggungjawab untuk menutup,” ujarnya.

    Bagi Alung, rasa kecewa itu mengental karena harapan yang kandas pada sang ikon akal sehat itu. Ia merasa warga ditinggalkan begitu saja setelah awalnya percaya perjuangan akan dijalani bersama. Padahal, katanya, warga Bojongkoneng sempat memegang penuh kepercayaan pada Rocky.

    “Kita sakit hati. Anggapnya kita dibohongin. Karena selama ini kan dia bilang mau berjuang bareng ya. Sampai tuntas, tapi kok kita ditinggalin. Ditinggalin begitu aja,” ujarnya.

    Pria 39 tahun ini terdiam sejenak sebelum melanjutkan. Wajah yang dulu ia kagumi, yang sering menyuarakan etika publik, kini justru membuatnya muram setiap kali terlintas. “Jujur ya, kalau saya sendiri dulunya tuh kagum sama beliau. Sumpah, kagum,” katanya pelan. “Tapi setelah kejadian ini, enggak pengen lihat mukanya. Bener. Mending lihat orang gila.”

    Hanya Tokoh Nasional yang Boleh Punya SHM

    Momen kebersamaan antara Prabowo Subianto dan Rocky Gerung dalam acara konsolidasi akbar Partai Gerindra menjelang Pemilu 2019. Foto ini diunggah melalui akun X (dulu Twitter) resmi Partai Gerindra pada 26 Januari 2019.

    Namun, bukan hanya kekecewaan personal yang membekas. Bagi sebagian warga, ketimpangan justru terasa makin terang saat mereka menghadap langsung ke pengambil kebijakan. Pada 2023, sejumlah perwakilan warga Bojongkoneng yang dipimpin Ketua RW 08 Kampung Gunung Batu, Asep dan Caca, pernah bertemu langsung dengan Menteri ATR/BPN saat itu, Hadi Tjahjanto, setelah sebelumnya melakukan pertemuan dua kali dengan sejumlah staf Kementerian. Dalam pertemuan tertutup dengan Hadi, menurut kesaksian Asep, Mantan Panglima TNI itu menyebut bahwa hanya dua orang yang telah memiliki sertifikat hak milik di wilayah Bojongkoneng yang warganya berjumlah lebih dari 1.000 Kartu Keluarga itu. Mereka adalah Presiden Prabowo Subianto dan Rocky Gerung.

    “Jawabnya (Hadi Tjahjanto) katanya karena mereka tokoh nasional, Rocky dan Pak Prabowo,” kata Asep.

    Ucapan itu, meski tak tercatat secara resmi, makin menegaskan kepada warga bahwa status sosial bisa jadi penentu siapa yang berhak atas tanah—bukan lamanya mereka tinggal, bukan ladang-ladang yang diwariskan secara turun-temurun.

    Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Iljas Tedjo Prijono (kanan depan), bersama sejumlah pejabat Kementerian ATR/BPN saat menerima perwakilan warga Bojongkoneng, termasuk Asep (batik merah), dalam pertemuan di kantor pusat ATR/BPN Jakarta pada 2023 lalu. Pertemuan ini menjadi bagian dari upaya warga mempertanyakan klaim lahan oleh PT Sentul City Tbk yang menyentuh permukiman dan lahan garapan mereka. Foto: Dokumentasi warga Bojongkoneng.

    Mengenai pernyataan hanya Prabowo dan Rocky pemilik sertifikat hak milik di Bojongkoneng, KabarBursa telah menghubungi Hadi serta pejabat aktif di Kementerian ATR/BPN, seperti Sekretaris Jenderal Kementerian Suyus Windayana, Direktur Jenderal Sengketa Pertanahan Iljas Tedjo Prijono, dan eks Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN Sunraizal yang dulu sempat aktif menanggapi kasus tanah di Bojongkoneng. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada respons resmi dari mereka.

    Status Tanah yang Masih Dibelit Kabut

    Meski warga telah menyuarakan keluhan bertahun-tahun, jawaban pasti soal status lahan Bojongkoneng masih seperti benang kusut. Informasi yang diperoleh KabarBursa dari mantan Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN yang juga eks Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi, Sunraizal, menyebut Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kantor Pertanahan Bogor 1 pernah menyusun data Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di Bojongkoneng. Data itu memuat daftar nama-nama warga yang tinggal di atas lahan yang disengketakan dengan Sentul City, termasuk luas lahan, bukti garapan, dan penggunaan tanah.

    Menurut Sunraizal, data itu semestinya digunakan untuk menentukan siapa saja yang berhak atas kompensasi atau dipertimbangkan untuk direlokasi oleh pengembang. Namun, ia mengaku tidak lagi memantau perkembangan terbaru setelah dirinya pensiun dari kementerian pada 2023. “Harusnya hasil dari IP4T sudah ada di Pemkab Bogor, lalu dianalisis oleh tim apakah yang bersangkutan memang layak mendapatkan penggantian oleh PT Sentul City. Kalau layak, dipindahkan ke lahan lain yang disediakan oleh PT Sentul City,” kata Sunraizal kepada KabarBursa.com pada Selasa, 11 Maret 2025, lalu.

    Namun hingga kini, hasil akhir dari proses IP4T itu belum diumumkan secara publik. Kepala Pelaksana Tugas Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor 1, Norman Subowo, mengatakan kewenangan utama berada di tangan Pemerintah Kabupaten Bogor, sementara BPN hanya bertindak sebagai bagian dari tim.

    “Semua rangkaian mediasi dan koordinasi dengan melibatkan provinsi dan Forkopimda dilakukan oleh Pemkab/Sekda Kabupaten Bogor,” kata Norman kepada KabarBursa.com, Selasa, 18 Maret 2025.

    Norman menambahkan, BPN berperan sebagai bagian dari tim IP4T dan ke depan akan turut memproses sertifikasi lahan bagi warga yang terdampak relokasi oleh Sentul City maupun yang tetap tinggal di lokasi awal. Tapi, kata dia, “Hal ini masih akan dibahas bersama Pemkab, Sentul City, dan BPN.”

    Mengenai peran BPN dalam penerbitan sertifikat HGB atas nama Sentul City, maupun perlindungan terhadap warga yang telah tinggal turun-temurun, Norman menyatakan pihaknya masih mempelajari kasus ini. Ia mengaku banyak hal teknis masih dikaji oleh seksi sengketa. “Mohon maaf juga karena saya baru dan posisi juga pelaksana tugas kepala kantor, maka masih banyak mempelajari kasus-kasus yang ada di Bogor. Nanti kalau jawaban teman-teman (Seksi Sengketa BPN Bogor) sudag ada, pasti saya kabari,” kata Norman saat dikonfirmasi kembali pada Ahad, 23 Maret 2025.

    Rocky Gerung sendiri sudah dihubungi untuk dimintai tanggapan soal kekecewaan warga yang merasa perjuangan hak mereka tak dilanjutkan. Melalui aplikasi pesan singkat yang dikirim pada 27 Februari 2025, redaksi KabarBursa menyampaikan permintaan wawancara atau pernyataan tertulis. Hingga tulisan ini diterbitkan, pesan tersebut belum mendapatkan balasan.

    Tak hanya Rocky Gerung, redaksi KabarBursa juga mencoba meminta klarifikasi kepada Haris Azhar, advokat yang sempat mendampingi Rocky dan menyatakan siap membela warga pada 2021. 

    KabarBursa pun menemui Haris Azhar di kediamannya, di sebuah rumah dua lantai berwarna kuning pucat di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Malam itu, usai tarawih, ia menyambut kami dalam balutan sarung dan kaos oblong biru, tampak santai tapi serius. Dinding ruang tamu rumahnya penuh bingkai foto dan kliping—beberapa menampilkan ilustrasi dirinya dan ada yang sedang berfoto dengan Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

    Meski awalnya datar, suasana mencair saat obrolan dimulai. Dalam perbincangan hampir dua jam itu, ia menceritakan kronologi awal advokasi, peran Rocky, dan dinamika warga yang datang dengan dokumen garapan. Haris mengaku tidak pernah menerima dokumen warga secara formal dan tim hukumnya memiliki standar tertentu sebelum bisa mendampingi sebuah kasus.

    Namun saat diminta izin untuk mengutip isi wawancara, Haris berkata, “Obrolan tadi enggak usah dikutip dulu, nanti gua kasih yang tertulis aja.”

    Keterangan tertulis itu tak kunjung datang. Saat ditagih kembali lewat pesan singkat, Haris justru menyatakan tidak pernah menjawab permintaan wawancara dan berhak untuk membantah segala narasi KabarBursa yang beredar kemudian. Padahal, sebelumnya, ia telah membaca daftar pertanyaan yang dikirimkan dan berdiskusi cukup panjang soal topik yang sama.

    Redaksi KabarBursa tetap membuka ruang bagi Haris Azhar untuk memberikan klarifikasi resmi kapan pun diperlukan.

    Inti dari pertemuan malam itu adalah Haris membantah telah menerima dokumen hukum dari warga Bojongkoneng. Menurutnya, yang datang saat itu adalah sejumlah kecil dari warga yang mengaku ingin bergabung dalam perjuangan hukum, namun sebagian besar tidak membawa berkas yang kuat secara hukum atau sudah memiliki pendamping hukum sendiri. Mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ini menegaskan bahwa timnya hanya mendampingi beberapa pihak, termasuk Rocky Gerung.

    Ia juga membantah tuduhan bahwa dirinya atau Rocky Gerung telah melakukan semacam deal khusus dengan Sentul City untuk menyelamatkan satu pihak dalam pusaran konflik agraria ini. “Rocky Gerung belum beres urusannya sampai sekarang. Jangan lu bilang Rocky udah nyaman,” katanya.(*)


    Berkontribusi dalam liputan ini: Citra Dara Vresti Trisna, Hutama Prayoga, Harun Rasyid

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).