KABARBURSA.COM - Indonesia menghadapi sejumlah persoalan dalam upaya mendorong industrialisasi, di antaranya adalah keterbatasan infrastruktur, masalah logistik, serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Ketua Pengembangan Industri Logam dan Alat Transportasi Apindo I Made Dana Tangkas mengatakan masih ada sekitar 40 persen wilayah Indonesia yang mengalami kekurangan akses terhadap infrastruktur dasar.
"Ini merupakan tantangan besar dalam mendorong industrialisasi, terutama dalam hal infrastruktur dan logistik," kata I Made Dana dalam Seminar Nasional bertema 'Urgensi Industrialisasi untuk Mencapai Pertumbuhan 8 persen', Rabu, 16 Oktober 2024.
Menurut laporan dari World Economic Forum, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 141 negara terkait kesiapan teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Made juga menyinggung soal proses industrialisasi di Indonesia yang terhambat dikarenakan adanya regulasi yang tumpang tindih.
"Ini perlu diubah untuk memperbaiki situasi ke depan," ujarnya.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global juga menjadi faktor penghambat, memengaruhi rantai pasokan dan menambah tekanan untuk mengurangi emisi karbon sambil tetap meningkatkan kapasitas industri.
Menurut Made, semua faktor tersebut berdampak signifikan terhadap efisiensi produksi serta daya saing industri Indonesia.
Namun, meskipun menghadapi tantangan, Indonesia memiliki potensi besar yang berasal dari bonus demografi. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 70 persen populasi Indonesia akan berada di usia produktif.
Potensi ini bisa dimanfaatkan jika didukung oleh investasi yang tepat dalam pengembangan SDM. Selain itu, transformasi digital dan adopsi Industri 4.0 diharapkan dapat membuka peluang baru dalam pengembangan industri di Tanah Air.
Dalam konteks ini, Ekonom Senior dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini, menegaskan pentingnya penguatan industri manufaktur di masa depan.
"Industri manufaktur berfungsi sebagai penggerak, atau jangkarnya. Sektor-sektor industri lainnya pasti akan mengikuti dan berkembang," tuturnya.
Oleh karena itu, langkah-langkah strategis harus diambil untuk mengatasi berbagai tantangan ini. Penguatan infrastruktur dan sistem logistik harus menjadi prioritas, mengingat keduanya adalah fondasi penting untuk kelancaran proses industrialisasi.
Dengan perbaikan infrastruktur, diharapkan akses ke pasar dapat lebih baik, sehingga memfasilitasi pertumbuhan industri yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, regulasi yang lebih transparan dan tidak tumpang tindih sangat diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Dengan demikian, pelaku industri akan lebih terdorong untuk berinvestasi dan berinovasi.
Lebih jauh lagi, peningkatan keterampilan SDM juga menjadi kunci. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan yang relevan akan mempersiapkan tenaga kerja untuk menghadapi tantangan era industri 4.0. Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri akan memastikan bahwa SDM Indonesia mampu bersaing di pasar global.
Digitalisasi juga menawarkan peluang besar. Dengan adopsi teknologi canggih, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing produk. Transformasi digital tidak hanya akan membantu dalam meningkatkan produktivitas, tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
Tantangan Prabowo Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio menyoroti urgensi industrialisasi sebagai faktor kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen di era pemerintahan Prabowo Subianto.
Menurut Andry, sektor industri, khususnya industri manufaktur, memiliki peran krusial dalam mendorong pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. Namun, ia juga mengungkapkan bahwa saat ini kinerja industri di Indonesia belum cukup kuat untuk mencapai target tersebut.
Andry menekankan pentingnya menjaga daya beli masyarakat sebagai salah satu motor penggerak utama perekonomian, terutama karena konsumsi domestik masih menjadi pilar utama pertumbuhan.
"Pekerjaan utama kita adalah menjaga daya beli masyarakat karena konsumsi merupakan motor penggerak utama ekonomi kita. Dari sisi sektoral, kita harapkan industri manufaktur bisa kembali berjaya," ujar Andry kepada Kabar Bursa, Rabu, 16 Oktober 2024.
Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi industri manufaktur saat ini, terutama di sektor-sektor padat karya. “Yang terjadi saat ini adalah kinerja industri manufaktur tidak cukup mampu mendorong perekonomian. Banyak subsektor industri, terutama yang padat karya, justru tertekan,” jelasnya.
Kondisi ini, menurut Andry, berdampak langsung pada peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran. Ia mengungkapkan bahwa salah satu masalah utama adalah sulitnya menciptakan industri baru yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
“Saat ini sangat sulit untuk menciptakan industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Bahkan, industri yang sudah ada banyak yang tidak mampu bertahan dan malah berkontribusi pada peningkatan angka pengangguran,” jelasnya.
Menurut Andry, jika kinerja industri tidak segera diperbaiki, Indonesia bisa menghadapi lonjakan pengangguran di masa depan. “Kinerja industri yang kurang baik ini menjadi bom waktu yang berpotensi meningkatkan pengangguran ke depannya,” tambahnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, Andry berharap pemerintahan Prabowo memiliki strategi yang solid untuk memperbaiki stabilitas sektor industri. “Saya harap Pak Prabowo memiliki rencana yang tepat agar industri bisa stabil terlebih dahulu, sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja di masa mendatang,” pungkasnya. (*)