KABARBURSA.COM - Harga emas global kembali menunjukkan daya tahannya di tengah turbulensi politik dan ketidakpastian kebijakan di Amerika Serikat. Kamis malam waktu New York, atau Jumat pagi WIB, 7 November 2025, logam mulia ini naik tipis 0,2 persen ke posisi USD3.989,91 per troy ounce, sementara kontrak berjangka Desember di Comex ditutup nyaris stagnan di USD3.991.
Meski kenaikannya tampak ringan, arah gerak emas kali ini mencerminkan dinamika makro yang lebih kompleks. Ketegangan politik, pelemahan dolar, dan ekspektasi suku bunga The Fed yang berkelindan menciptakan atmosfer risk-off yang kembali hidup.
Pelemahan indeks dolar sebesar 0,5 persen menjadi pemicu awal yang membuat harga emas lebih murah bagi investor non-AS. Namun, katalis yang lebih kuat datang dari sisi geopolitik dan politik domestik AS. Kekhawatiran terhadap potensi shutdown pemerintahan yang berkepanjangan dan perdebatan hukum terkait kebijakan tarif besar-besaran Presiden Donald Trump di Mahkamah Agung, menciptakan keresahan baru di pasar.
Dalam kondisi seperti ini, emas kembali berfungsi sebagai pelabuhan aman bagi investor global yang mencari perlindungan dari ketidakpastian institusional dan risiko fiskal jangka pendek.
Target Harga Emas Hingga Akhir Tahun di Area USD4.300-USD4.400 per Ons
Peter Grant dari Zaner Metals menilai bahwa tren saat ini membuka peluang bagi penguatan lebih lanjut, dengan kisaran target akhir tahun antara USD4.300 hingga USD4.400 per ounce. Target ini cukup realistis mengingat kondisi suku bunga AS sudah dipangkas untuk kedua kalinya pada tahun ini. Dan, masih terbukanya peluang pemangkasan lanjutan pada Desember mendatang.
Namun, komentar dari Presiden Fed Cleveland Beth Hammack yang menegaskan bahwa inflasi masih tinggi, menahan euforia pelaku pasar terhadap peluang pelonggaran tambahan. Dengan kata lain, perdebatan di internal The Fed sendiri menjadi faktor yang menahan langkah emas menembus level psikologis USD4.000 secara meyakinkan.
Dari perspektif makro, kombinasi pelemahan dolar dan sinyal kebijakan moneter longgar menciptakan dorongan alami bagi emas. Namun, SP Angel mengingatkan bahwa reli ini bisa kehilangan momentum jika arus modal spekulatif mulai keluar dari pasar logam mulia dan meninggalkan bank sentral global sebagai pembeli utama.
Kondisi ini menandakan bahwa kenaikan emas saat ini belum sepenuhnya berbasis pada permintaan investasi yang sehat, melainkan pada ekspektasi dan ketakutan. Ini jelas dua hal yang sifatnya sementara.
Perak Naik, Platinum dan Paladium Kompak Turun
Sementara itu, logam mulia lain justru bergerak berlawanan. Perak naik 0,3 persen ke USD48,22 per ounce, tetapi platinum dan paladium masing-masing turun 1,8 persen dan 2,7 persen.
Divergensi ini mengindikasikan bahwa kenaikan emas lebih banyak didorong oleh faktor safe-haven daripada dorongan komoditas secara umum. Pasar masih menilai kembali risiko dari kebijakan perdagangan Trump yang agresif, serta potensi dampak fiskal dari macetnya pemerintahan federal.
Dalam konteks jangka pendek, emas memang mendapat dukungan kuat dari ketidakpastian politik dan prospek suku bunga lebih rendah. Namun secara struktural, pasar tampaknya masih belum memiliki keyakinan penuh terhadap keberlanjutan reli ini.
Selama inflasi tetap tinggi dan The Fed bersikap hati-hati, emas akan cenderung berfluktuasi di sekitar level USD4.000. Level ini menjadi titik keseimbangan antara rasa takut dan harapan.(*)