Logo
>

Siap-siap Harga Barang dan Jasa Naik Akibat PPN Jadi 12 Persen

Ditulis oleh KabarBursa.com
Siap-siap Harga Barang dan Jasa Naik Akibat PPN Jadi 12 Persen

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Alasannya, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    Analis Senior dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita mengungkapkan bahwa kenaikan PPN ini akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa, terutama pada sektor makanan dan minuman.

    “Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dipastikan akan mengerek harga barang dan jasa, biasanya minimal sebesar kenaikan PPN itu sendiri,” kata Ronny, Minggu, 17 November 2024.

    Kenaikan harga ini dipicu oleh kebijakan perusahaan yang cenderung akan membebankan tambahan biaya PPN kepada konsumen, karena mereka biasanya enggan menanggung kenaikan tersebut sendiri.

    “Perusahaan umumnya tidak akan bersedia menanggung beban kenaikan PPN ini,” ujarnya.

    Akibatnya, masyarakat, khususnya kelas menengah, yang sudah mengalami penurunan daya beli dalam dua tahun terakhir, akan semakin terdampak.

    “Dampaknya akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, meski yang paling merasakan tentu kelas menengah,” ungkap Ronny.

    Dia menambahkan, dengan semakin menurunnya daya beli, masyarakat cenderung mengurangi konsumsi, yang pada gilirannya akan menurunkan permintaan pasar.

    Penurunan permintaan ini akan berdampak pada produksi perusahaan, yang bisa saja berujung pada pengurangan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Jika permintaan berkurang, maka produksi juga terancam menurun, yang membuka potensi terjadinya PHK terhadap karyawan,” tuturnya.

    Lebih lanjut, penurunan konsumsi ini dapat berdampak pada prospek investasi di Indonesia. “Dengan menurunnya konsumsi rumah tangga, para investor mungkin akan lebih berhati-hati dalam membuka investasi baru, karena pasar yang melemah,” kata Ronny.

    Dampak yang lebih luas dari kenaikan PPN ini juga bisa menghambat pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sulit mencapai target 5,2 persen pada tahun depan.

    Meski PPN naik, peningkatan tarif ini berisiko menyebabkan penurunan penerimaan negara secara nominal, karena penurunan permintaan di masa mendatang akan berdampak pada penurunan produksi.

    “Kenaikan PPN bisa berbalik kontraproduktif, karena justru menurunkan penerimaan negara dari PPN akibat berkurangnya aktivitas ekonomi,” pungkasnya.

    Kelas Menengah Makan dari Tabungan

    Fenomena kelas menengah yang mulai “memakan” tabungannya untuk memenuhi kebutuhan hidup semakin marak.

    Berdasarkan data terbaru dari Bank Indonesia (BI), proporsi tabungan masyarakat terus mengalami penurunan. Pada Oktober 2024, angka tabungan hanya tercatat 15 persen, lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat 15,3 persen pada September dan 15,7 persen pada Agustus 2024.

    Menurut para ekonom, fenomena ini diprediksi akan semakin memburuk, terutama dengan diterapkannya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 mendatang.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa kenaikan PPN ini akan memperparah kondisi kelas menengah, yang saat ini sudah menghadapi tekanan ekonomi.

    “Kecepatan peningkatan upah riil justru turun, sementara biaya hidup terus meningkat meskipun inflasi terbilang rendah. Inflasi yang rendah ini sebenarnya mencerminkan permintaan yang juga rendah,” kata Faisal, Minggu, 17 November 2024.

    Faisal juga mengungkapkan bahwa saldo tabungan di bank, terutama untuk rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta, terus menurun. Sekitar 99 persen rekening perbankan di Indonesia memiliki saldo di bawah angka tersebut.

    “Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya biaya hidup, baik karena kebijakan seperti kenaikan PPN maupun faktor lainnya, pendapatan kelas menengah akan semakin tergerus. Ini berpotensi mengurangi tabungan mereka lebih lanjut,” ungkap Faisal.

    Faisal juga memperkirakan bahwa fenomena ini akan berdampak pada melambatnya permintaan domestik dan penurunan pengeluaran konsumsi kelas menengah.

    “Selain menurunnya tingkat pengeluaran, mereka yang masih memiliki tabungan pun terpaksa menggunakannya,” ujar Faisal.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa kenaikan PPN 12 persen datang pada waktu yang buruk bagi kelas menengah.

    Bhima menyebutkan bahwa jumlah pekerja di sektor informal semakin meningkat, yang menjadi indikasi bahwa pendapatan masyarakat dari sektor formal, terutama industri padat karya, sedang terpuruk.

    “Banyak orang yang kini terjebak dalam pinjaman online (pinjol), bahkan ada yang mulai menggadaikan aset atau mencari pekerjaan sampingan,” ungkap Bhima.

    Dia menambahkan bahwa maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor-sektor tertentu, seperti industri manufaktur, juga memberikan dampak besar terhadap kelas menengah.

    “Sektor-sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja telah terpukul, dan kelas menengah adalah yang paling terdampak,” ujarnya.

    Bhima menegaskan bahwa fenomena meningkatnya pekerja di sektor informal harus menjadi peringatan bagi pemerintah.

    Dia juga mengusulkan beberapa opsi kebijakan selain menaikkan PPN untuk meningkatkan pendapatan negara.

    “Salah satu alternatifnya adalah perluasan basis pajak, seperti pajak kekayaan yang dapat menghasilkan sekitar Rp81,6 triliun per tahun. Ini didorong oleh organisasi internasional seperti OECD dan G20,” kata Bhima.

    Ia juga menyarankan pajak produksi batu bara untuk kepentingan lingkungan, serta pajak karbon yang belum diterapkan di Indonesia.

    “Menaikkan tarif pajak adalah cara yang paling primitif. Ada banyak jenis pajak lain yang bisa dikembangkan,” tambah Bhima.

    Dengan kondisi ini, ekonom dan pengamat berharap pemerintah bisa mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan fiskal yang lebih mengakomodasi kemampuan kelas menengah tanpa memperburuk beban ekonomi mereka. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi