Logo
>

Skema Baru Subsidi BBM Ancam Tingkatkan Beban Masyarakat

Ditulis oleh Dian Finka
Skema Baru Subsidi BBM Ancam Tingkatkan Beban Masyarakat

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia berencana melakukan evaluasi terhadap distribusi bahan bakan minyak (BBM) subsidi dengan mengimplementasikan skema pencampuran (blending) serta mengalihkan subsidi ke dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).

    Menanggapi rencana ini, Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), menyoroti bahwa perubahan kebijakan tersebut dapat menyebabkan kenaikan harga BBM yang signifikan. Hal ini, menurutnya, akan memberatkan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

    Menurut Bisman, meskipun distribusi BBM subsidi hingga saat ini menghadapi masalah, seperti ketidaktepatan sasaran dan penyimpangan yang terjadi, keputusan untuk mengurangi subsidi ini berisiko.

    "Langkah pemerintah yang berencana menerapkan skema blending untuk BBM subsidi dapat mengurangi volume dan ketidaktepatan sasaran. Namun, hal ini berisiko menyulitkan akses masyarakat terhadap BBM dengan harga terjangkau. Akibatnya, masyarakat mungkin terpaksa menggunakan BBM non-subsidi yang lebih mahal, yang tentu akan menambah beban pengeluaran," ujar Bisman saat dihubungi Kabarbursa.com, Senin, 15 Januari 2025.

    Selain itu, Bisman menilai pengalihan subsidi menjadi BLT meskipun dapat meningkatkan daya beli masyarakat, dampaknya akan sangat kecil. BLT memang bisa memberikan sedikit bantuan, namun efeknya tidak signifikan dalam mengatasi masalah daya beli yang meluas.

    "Pengalihan subsidi menjadi BLT, meskipun meningkatkan daya beli, tidak akan memberikan dampak signifikan. Implikasinya tetap sama, harga BBM akan naik, masyarakat semakin sulit mendapatkan BBM murah, dan harga-harga kebutuhan lainnya akan ikut naik. Ini tentu akan menambah beban bagi masyarakat, terlebih lagi di tengah kondisi perekonomian yang tidak stabil," tambah Bisman.

    Dengan kondisi ekonomi yang belum stabil, Bisman menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut agar tidak memperburuk beban masyarakat. Reformasi subsidi BBM harus dilakukan dengan hati-hati, memperhatikan dampak jangka panjang bagi sektor perekonomian dan masyarakat.

    "Keputusan untuk memperbaiki distribusi subsidi harus memperhatikan keseimbangan antara keuangan negara dan kebutuhan masyarakat. Tanpa langkah yang hati-hati, bisa-bisa justru memperburuk perekonomian yang sudah sulit ini," tutup Bisman.

    Fleksibilitas Kuota Subsidi BBM

    Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif dari Essential Services Reform (IESR) menyarankan agar kuota subsidi BBM diberikan secara fleksibel, disesuaikan dengan konsumsi rata-rata pengemudi setelah dilakukan uji coba. Hal ini diharapkan dapat menghindari kesulitan dalam penerapan kebijakan dan memastikan subsidi tetap efektif.

    “Dengan sistem digital yang sudah ada, seperti aplikasi MyPertamina, proses pendataan dan pemberian subsidi akan lebih mudah dilakukan. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk memonitor penggunaan BBM dan menyesuaikan alokasi subsidi berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya,” tambahnya.

    Fabby juga mengingatkan pentingnya kecepatan dalam implementasi kebijakan ini. Ia merasa khawatir jika persiapan yang lama akan mengakibatkan pemborosan subsidi yang seharusnya bisa dialokasikan lebih tepat.

    Dengan persiapan matang dan pengawasan yang lebih baik, skema subsidi BBM yang baru diharapkan bisa mengurangi ketimpangan distribusi dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat yang membutuhkan.

    “Kebijakan ini harus segera dilaksanakan, jangan sampai persiapan yang berlarut-larut justru merugikan mereka yang paling membutuhkan subsidi ini,” tutup Fabby.

    Penyaluran Sesuai Kuota dan Skema Pemerintah

    Di samping itu, besaran kuota subsidi BBM pada tahun 2025 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas No. 66/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2024 untuk penyaluran BBM Bersubsidi untuk Jenis Biosolar dengan kuota 17,3 juta KL dan Pertalite dengan kuota 31,1 juta KL.

    Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah tersebut, dan melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading, Pertamina akan memastikan distribusi energi bersubsidi di tahun 2025 sesuai kuota dan skema yang ditetapkan Pemerintah.

    “Besaran kuota sudah kami terima dan siap kami distribusikan untuk tahun 2025 dan kami terus melakukan upaya mewujudkan subsidi tepat sasaran melalui sistem digital QR Code sembari menunggu skema yang akan ditetapkan Pemerintah,” ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari dalam siaran pers, Jumat, 3 Januari 2025.

    Sepanjang tahun 2024, transaksi Biosolar sudah 100 persen tercatat secara digital. Sementara untuk Pertalite 93,9 persen transaksi telah tercatat secara digital dimana 97,03 persen penyaluran ke kendaraan dan 2,97 persen sisanya kepada usaha perikanan, usaha pertanian, UMKM, dan layanan umum seperti fasilitas kesehatan dan BNPB.

    “Ini menjadi upaya bagaimana Pertamina Patra Niaga memastikan penyaluran BBM bersubsidi semakin transparan penyalurannya. Dengan adanya subsidi dan kuota yang sudah ditetapkan, melalui Subsidi Tepat Pertamina Patra Niaga ini berkomitmen menyediakan data penyaluran yang se-transparan mungkin, ini menjadi bukti validitas data dan bentuk tanggung jawab kami terhadap penugasan yang diberikan,” lanjut Heppy.

    Pada tahun 2024 Pertamina Patra Niaga menyalurkan Solar sebesar 16.648.912 Kilo liter (KL) dari kuota 16.940.519 KL. Sedangkan Pertalite sebesar 29.700.081 KL dari kuota 31.604.602 KL. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.