KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia akan mengenakan cukai pada minuman berpemanis mulai 2025, dengan tujuan meningkatkan penerimaan cukai sebesar Rp244,198 miliar sekaligus mengurangi angka diabetes. Namun, kebijakan ini menuai berbagai tanggapan dari para pengusaha, terutama di sektor minuman.
Triyono Prijosoesilo, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), melihat langkah ini sebagai tantangan baru yang cukup berat bagi industri minuman.
"Industri minuman di Tanah Air saat ini masih dalam kondisi kurang baik. Tahun lalu, pertumbuhannya mengalami penurunan sekitar 2,3 persen. Bahkan, selama pandemi dari 2020 hingga 2022, pertumbuhannya stagnan di angka 0 persen," ujar Triyono pada Sabtu, 24 Agustus 2024.
Kondisi ini dipengaruhi oleh lonjakan harga barang pokok, yang telah menurunkan minat masyarakat terhadap produk minuman yang dianggap sekunder. Rencana pengenaan cukai pada minuman berpemanis semakin memperburuk keadaan.
"Kenaikan harga barang pokok membuat produk minuman sekunder semakin sulit diterima. Ditambah lagi, isu cukai ini memberikan tantangan ekstra bagi industri minuman," tambahnya.
Triyono meminta agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan ini dengan lebih hati-hati.
"Jangan sampai kebijakan yang diambil justru menjadi ancaman bagi kelangsungan industri kita. Kami berharap pemerintah dapat mencari solusi yang lebih seimbang dan mendukung keberlanjutan industri Tanah Air," harap Triyono.
Sebelumnya juga sempat diberitakan, Penerapan cukai ini diperkirakan akan berdampak pada beberapa emiten, termasuk PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO). Produk-produk dari kedua perusahaan ini terkena dampak cukai minuman berpemanis masing-masing sebesar 25-30 persen untuk MYOR dan 15-20 persen untuk SIDO dari total pendapatan mereka.
“MYOR kemungkinan akan merasakan dampak terbesar dari cukai ini, diikuti oleh SIDO,” kata Edi.
Meskipun dampak negatif dari cukai dapat signifikan, Edi menilai bahwa perusahaan masih memiliki beberapa strategi untuk meminimalkan efek tersebut. Misalnya, perusahaan bisa meluncurkan produk dengan kadar gula lebih rendah atau less sugar. Selain itu, mereka dapat mempertimbangkan untuk menaikkan harga jual produk untuk menutupi sebagian beban cukai.
Kinerja Keuangan Terkini
Dalam enam bulan pertama 2024, MYOR melaporkan laba bersih sebesar Rp1,71 triliun, meningkat dari Rp1,21 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan MYOR juga naik menjadi Rp16,22 triliun, dari sebelumnya Rp14,81 triliun. Di sisi lain, SIDO mencatat laba bersih sebesar Rp608,49 miliar, naik 35,79 persen dibandingkan Rp448,10 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Penjualan SIDO juga meningkat 14,67 persen menjadi Rp1,89 triliun dari Rp1,65 triliun.
Pergerakan Saham
Pada perdagangan Rabu, 21 Agustus 2024, saham MYOR ditutup melemah 0,38 persen pada harga Rp2.640, sementara saham SIDO stagnan di harga Rp705.
Dengan cukai MBDK yang akan mulai diterapkan, perusahaan-perusahaan ini perlu memikirkan strategi yang tepat untuk menanggulangi dampak yang mungkin timbul dan menjaga kinerja finansial mereka tetap positif.
Ultrajaya Berharap Tak Terdampak
Pemerintah telah menetapkan target untuk menerapkan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) mulai tahun 2024. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2024, dengan target penerimaan cukai MBDK mencapai Rp4,39 triliun pada tahun depan.
Menanggapi kebijakan ini, manajemen PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) berharap produk susu Ultra tidak akan terkena dampak dari penerapan cukai MBDK.
“Kami masih menunggu surat resmi keputusan dari pemerintah dan berharap semua produk susu Ultra tidak terdampak karena semuanya termasuk dalam kategori rendah gula,” ujar manajemen dalam Laporan Hasil Public Expose di Keterbukaan Informasi BEI pada 22 Desember 2023.
Target Pendapatan dan Investasi
Untuk 2024 ini, manajemen ULTJ menargetkan pertumbuhan pendapatan dua digit dan telah menyiapkan belanja modal (capital expenditure atau capex) sebesar USD30 juta, atau setara dengan Rp464,67 miliar (berdasarkan kurs Jisdor Rp15.489 per USD).
“Target pendapatan double digit dan capex USD30 juta bersumber dari aliran kas internal,” jelas manajemen.
Anggaran capex tersebutakan digunakan untuk menyelesaikan pembangunan Distribution Center (DC) dan pabrik di Kawasan Industri MM2100, Cikarang, Jawa Barat. Namun, manajemen mengakui bahwa target commisioning untuk gudang dan pabrik MM2100 harus mundur dari tahun ini menjadi 2024-2025 karena terhambat oleh situasi pandemi Covid-19.
Kemajuan Proyek dan Rencana
“Keterlambatan dalam pembangunan Distribution Center dan pabrik di MM2100 disebabkan oleh gangguan suplai material selama pandemi. Kami menargetkan peningkatan volume 20-30 persen dari kapasitas saat ini, yang akan dilakukan secara bertahap,” tambah manajemen.
Distribution Center (DC) diharapkan mulai beroperasi pada kuartal I-2024, sementara pabrik direncanakan mulai beroperasi pada kuartal I-2025.
“Kami ingin memastikan semua proses berjalan lancar dan siap untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan,” pungkas manajemen.
Pergerakan Saham
Di pasar saham, saham ULTJ ditutup menguat pada level Rp1.975 pada penutupan perdagangan sore kemarin, dari sebelumnya berada di level Rp1.970.
Dengan kebijakan cukai MBDK yang akan diterapkan, perusahaan seperti ULTJ perlu terus memantau perkembangan regulasi dan menyesuaikan strategi mereka untuk memitigasi potensi dampak negatif terhadap kinerja keuangan dan operasional mereka.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.