Logo
>

Soal PPN 12 Persen, Banggar DPR RI: Belum Tentu Naik

Ditulis oleh Syahrianto
Soal PPN 12 Persen, Banggar DPR RI: Belum Tentu Naik

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut, meski ada wacana pembahasan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025, tetapi hal itu belum tentu pasti akan naik.

    "Kita lihat ke depan, apakah (kenaikan) PPN ini ke 11 atau 12 persen, karena apa? Kan tidak serta-merta walaupun UU HPP itu berlaku 2025. Tapi mari kita hitung juga kemampuan daya beli masyarakat tahun depan, seperti apa. Kemudian pada saat yang sama, dampaknya terhadap pendapatan tenaga kerja kita, itu harus di hitung semua," kata Said dalam keterangan resminya, dikutip laman resmi DPR RI, Sabtu, 21 September 2024.

    Politisi Fraksi Partai PDI-Perjuangan ini menerangkan wacana pembahasan kenaikan PPN ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menaikkan penerimaan negara.

    "Asumsinya bukan pakai 11 atau 12 persen. Bahwa ada best effort yang harus dilakukan pemerintah, dalam hal ini penerimaan pajak sebesar Rp2.490 triliun. Kemudian dari cukai masuk dan bea keluar sekitar Rp300 triliun something, Rp2.190 triliun. Itu dari pajak," tuturnya.

    Meski demikian, Said menyarankan pemerintah tidak gegabah dalam menetapkan PPN 12 persen pada 2025 yang banyak diprotes ekonom. Sebaiknya dilakukan pembahasan pada awal tahun depan saja.  "Menurut saya, alangkah baiknya, alangkah eloknya, naik atau tidak naik (PPN) itu, dibahas nanti di kuartal I-2025," pungkas Said.

    Rencana Pemerintah Naikkan PPN

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen akan tetap dilaksanakan mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Airlangga menjelaskan bahwa selama pasal tersebut belum dibatalkan oleh undang-undang lain, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan tetap diberlakukan sesuai rencana.

    “(Kenaikan menjadi 12 persen) sudah sesuai dengan HPP,” kata Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat 16 Agustus 2024.

    Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi sorotan dari berbagai pihak mengenai rencana kenaikan tarif PPN tersebut dengan rasa heran. Menurutnya, kenaikan PPN ini justru dapat menjaga daya beli masyarakat, karena barang dan jasa kebutuhan pokok seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi tidak terkena PPN.

    Sri Mulyani juga menekankan bahwa masyarakat kelas menengah hingga kaya adalah kelompok yang paling banyak menikmati kebijakan pembebasan PPN.

    “Jika kita melihat grafik yang berwarna biru tua di atas ini (kebijakan PPN yang dibebaskan), kelompok yang menikmati kebijakan tersebut bahkan lebih banyak adalah kelas menengah hingga kaya,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2025 di Kantor Pusat DJP, Jakarta Selatan, Jumat 16 Agustus 2024.

    Pengamat dan Asosiasi Merespons

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang pemberlakuan kenaikan PPN ini. Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, berpendapat bahwa kebijakan tersebut dapat memperburuk kondisi ekonomi, terutama di tengah tren penurunan daya beli masyarakat.

    Ajib juga menyoroti data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, yang menunjukkan jutaan penduduk kelas menengah mengalami penurunan status ekonomi. Selain itu, data makro ekonomi menunjukkan bahwa sekitar 60 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

    Ajib khawatir bahwa kenaikan tarif PPN ini justru akan menyulitkan pemerintahan presiden terpilih, Prabowo Subianto.

    “Jika pelemahan daya beli masyarakat terus diperparah oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pertumbuhan ekonomi agresif dari pemerintahan Prabowo-Gibran akan menghadapi tantangan besar,” ujar Ajib dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

    Pengamat pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA), Fajry Akbar mengatakan masa depan kenaikan tarif PPN juga penuh ketidakpastian.

    Meskipun sebelumnya ada pernyataan bahwa kebijakan kenaikan tarif akan berlanjut, baru-baru ini Menko Perekonomian menyebutkan optimalisasi melalui PPh, bukan PPN.

    “Ini menimbulkan spekulasi bahwa pemerintahan berikutnya mungkin akan membatalkan rencana kenaikan tarif PPN, yang secara hukum memang memungkinkan,” tambah dia.

    Fajry juga menyoroti kebutuhan dana yang besar untuk memenuhi janji politik pemerintahan selanjutnya, seperti program makan siang gratis yang memerlukan Rp450 triliun, serta proyek-proyek seperti Ibu Kota Negara (IKN) dan rencana memperbanyak jumlah Kementerian atau Lembaga (K/L).

    Ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan wajib pajak tentang dari mana dana tersebut akan berasal dan apakah mereka akan kembali menjadi sasaran otoritas pajak.

    “Duitnya dari mana? apakah mereka nanti yang kena kejar-kejar otoritas pajak lagi?” ujar dia. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.