Logo
>

Stimulus Tak Cukup, Ekonomi China Terus Melemah

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Stimulus Tak Cukup, Ekonomi China Terus Melemah

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ekonomi China menunjukkan pelemahan lebih lanjut dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan survei yang dirilis pada Senin, 30 September 2024, tanda-tanda kebutuhan akan dukungan lebih besar semakin kuat di tengah upaya pemerintah menggencarkan stimulus.

    Dilansir dari AP, Survei Caixin mengenai indeks manajer pembelian (purchasing managers) di China menunjukkan pesanan baru untuk sektor manufaktur pada September 2024 mengalami penurunan tercepat dalam dua tahun terakhir.

    Data resmi yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China memperlihatkan penurunan yang lebih moderat, tetapi tetap mencatatkan kontraksi untuk bulan kelima berturut-turut. Indeks purchasing managers mencapai angka 49,8 pada September 2024, sedikit naik dari posisi terendah enam bulan di 49,1 pada Agustus. Angka di bawah 50 mengindikasikan kontraksi, sementara angka di atasnya menandakan ekspansi.

    Survei tersebut menunjukkan produksi pabrik meningkat, sementara pesanan baru justru merosot.

    Pasar saham China melonjak pada Senin, 30 September 2024, menyusul antusiasme terhadap sejumlah kebijakan stimulus yang diumumkan pekan lalu, termasuk penurunan suku bunga, pengurangan syarat uang muka untuk hipotek, serta pemangkasan cadangan wajib perbankan.

    Indeks utama di pasar saham Shenzhen melesat 8,2 persen, sementara Indeks Shanghai Composite naik 5,7 persen.

    "Stimulus yang diumumkan pekan lalu akan membantu meningkatkan aktivitas dalam beberapa bulan mendatang," kata Gabriel Ng dari Capital Economics dalam sebuah laporan.

    Namun, ia mencatat ketidakseimbangan antara kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan masih bertahan. Selain itu, kebijakan dagang terhadap China, seperti kenaikan tarif untuk kendaraan listrik dan barang-barang lainnya, juga akan membebani perekonomian.

    “Dalam kondisi seperti ini, pemulihan yang signifikan memerlukan stimulus fiskal yang besar,” kata dia. “Hingga saat ini belum ada pengumuman resmi terkait dukungan fiskal, meski beberapa laporan media menunjukkan hal tersebut mungkin akan segera datang.”

    Pada akhir pekan, Beijing melanjutkan sejumlah langkah yang telah diumumkan sebelumnya untuk mendukung sektor properti dan menghidupkan kembali pasar keuangan yang sedang lesu. Bank sentral China mengumumkan pada Minggu, 29 September 2024, bahwa perbankan akan diarahkan untuk menurunkan suku bunga hipotek bagi pinjaman rumah yang ada paling lambat 31 Oktober.

    Di sisi lain, kota besar Guangzhou menghapus seluruh pembatasan pembelian rumah pada akhir pekan, sementara Shanghai dan Shenzhen mengumumkan rencana untuk melonggarkan aturan pembelian properti.

    Pengembang properti China mengalami kesulitan setelah pemerintah menindak pinjaman berlebih untuk proyek-proyek mereka beberapa tahun lalu. Harga rumah terus menurun, dan pemerintah berusaha memastikan pengembang menyelesaikan pembangunan apartemen yang sudah dibayar konsumen tetapi belum dibangun.

    Penurunan sektor properti ini telah mempengaruhi banyak industri lain yang bergantung pada konstruksi perumahan yang booming, seperti produsen peralatan rumah tangga dan bahan bangunan.

    Ekonomi China tumbuh dengan laju 4,7 persen pada kuartal terakhir, sedikit di bawah target pemerintah yang dipatok sekitar 5 persen.

    Pembelian Jasa Turun

    Betdasarkan hasil survei Caixin dan S&P Global pada Rabu, 4 September 2024 lalu, Indeks Manajer Pembelian Jasa Caixin China turun menjadi 51,6 pada bulan Agustus, dari 52,1 pada bulan sebelumnya.

    Angka ini melenceng dari perkiraan para ekonom yakni 51,8. Indeks di atas angka 50 mengindikasikan adanya ekspansi, namun penurunan ini menandakan perlambatan pertumbuhan di sektor jasa.

    Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, mengungkapkan persaingan dalam sektor jasa tetap sengit. Perusahaan-perusahaan di sektor ini terpaksa mengutamakan strategi pemotongan harga untuk meningkatkan penjualan.

    Selain itu, banyak perusahaan yang cenderung berhati-hati dalam perekrutan guna menghemat biaya, sehingga pasar tenaga kerja mengalami tekanan yang cukup signifikan.

    Temuan ini menambah kekhawatiran mengenai prospek ekonomi yang mungkin menghadapi stagnasi. Data resmi terbaru menunjukkan bahwa sektor jasa, yang meliputi restoran hingga pariwisata, hampir mengalami kontraksi selama bulan terakhir musim panas.

    Sektor ini sedang berada di tengah-tengah upaya pemerintah yang dilakukan secara bertahap untuk merangsang kembali permintaan konsumen, yang selama ini tertekan oleh krisis real estat yang berkepanjangan.

    Dana Moneter Internasional (IMF) telah menilai sektor jasa sebagai pendorong pertumbuhan yang kurang dimanfaatkan di China.

    Berbeda dengan negara maju yang rata-rata sektor jasanya menyumbang sekitar 75 persen dari nilai tambah ekonomi, kontribusi sektor jasa di China masih jauh di bawah angka tersebut.

    Hal ini menunjukkan potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

    Sementara itu, yuan dalam negeri mengalami perubahan signifikan. Mata uang ini memangkas kenaikan terbaru dan diperdagangkan naik 0,1 persen menjadi 7,1138 per USD pada pukul 10:19 pagi di Shanghai.

    Imbal hasil obligasi acuan juga menunjukkan penurunan, turun satu basis poin menjadi 2,13 persen, mendekati level terendah dalam dua dekade terakhir.

    Indeks CSI 300 dari saham-saham China melemah 0,5 persen, mengikuti aksi jual luas yang dipicu oleh penurunan saham Nvidia Corp yang berdampak pada pasar saham AS.

    Biro Statistik Nasional melaporkan bahwa indikator aktivitas non-manufaktur di sektor konstruksi dan jasa mengalami pertumbuhan bulan lalu.

    Hal ini dipicu oleh peningkatan selera konsumen selama musim liburan musim panas. Namun, survei Caixin, yang lebih fokus pada perusahaan-perusahaan swasta yang lebih kecil, menunjukkan bahwa sektor jasa tetap mengalami tekanan yang signifikan dibandingkan dengan data PMI jasa resmi.

    Prospek ekonomi China, dengan PDB mencapai USD 17 triliun, masih sangat bergantung pada sektor manufaktur dan ekspor. Meskipun ada berbagai hambatan baru yang mengancam ekspansi, sektor-sektor ini tetap menjadi tulang punggung utama ekonomi negara tersebut.

    Aktivitas pabrik China mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada bulan Agustus, menjadi sinyal terbaru bahwa negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini mungkin menghadapi kesulitan dalam mencapai target pertumbuhan tahunan sekitar 5 persen.

    Secara keseluruhan, pelambatan dalam sektor jasa, ditambah dengan tantangan yang dihadapi oleh sektor manufaktur dan ekspor, menunjukkan bahwa ekonomi China sedang berada di persimpangan jalan yang krusial.

    Upaya pemerintah untuk merangsang kembali permintaan konsumen dan mendukung pertumbuhan sektor jasa akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah ekonomi negara ini ke depan.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).