KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa stok beras nasional diperkirakan mencapai 8 juta ton hingga akhir Desember 2024, yang berarti tidak ada kebutuhan tambahan impor, baik untuk tahun ini maupun tahun depan.
"Stok beras kita, baik di pedagang maupun masyarakat, sudah mencapai lebih dari 8 juta ton, sedangkan yang ada di Bulog sendiri sekitar 2 juta ton," ujar Zulkifli di Jakarta pada Senin.
Zulkifli menambahkan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk menghentikan impor beras pada 2025 mendatang. Ia juga menargetkan produksi beras Indonesia bisa mencapai 32 juta ton pada tahun tersebut.
Kebutuhan tahunan beras di Indonesia tercatat sekitar 31 juta ton, jumlah yang masih lebih rendah dibandingkan dengan target produksi nasional.
Kelebihan produksi beras ini nantinya akan digunakan untuk cadangan pangan pemerintah (CPP). Rencana penghentian impor tersebut, menurut Zulkifli, sudah terakomodasi dalam neraca komoditas 2025.
"Pada 2025, kita prediksi produksi beras akan mencapai lebih dari 32 juta ton, sedangkan kebutuhan sekitar 31 juta ton. Jadi, jika tidak ada kejadian luar biasa atau bencana alam, insya Allah, kita tidak akan melakukan impor lagi," tegasnya.
Fokus Utama Adalah Mewujudkan Swasembada
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, optimistis Indonesia akan bebas dari impor beras pada 2025, seiring dengan target produksi yang diperkirakan mencapai 32 juta ton pada tahun tersebut.
“32 juta ton dalam setahun, InsyaAllah kita capai di 2025,” ungkap Mentan Amran di Jakarta, Selasa.
Menurutnya, saat ini fokus utama adalah mewujudkan swasembada pangan secepat mungkin, sebagaimana arahan Presiden Prabowo dalam program Astacita.
“Kalau sudah swasembada, tak ada lagi impor. Itu hanya akan menambah masalah,” tegasnya.
Mentan Amran menjelaskan, produksi beras pada 2025 diprediksi meningkat sekitar 1 juta ton dibandingkan tahun 2024. Dengan peningkatan tersebut, ia yakin kebutuhan beras dalam negeri akan terpenuhi.
Peningkatan produksi yang tampak relatif kecil itu, menurut Amran, memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Jika dihitung, 1 juta ton beras setara dengan Rp12 triliun.
“Tambah 1 juta ton itu bukan angka sedikit, nilai ekonominya mencapai Rp12 triliun,” jelasnya.
Bea Masuk Tindakan Pengamanan
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengungkap, bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) yang diterbitkan Menteri Perdagangan (Mendag) tidak menentukan pengendalian impor dalam negeri.
“Tujuan BMTP untuk lebih mengendalikan impor, tapi bukan instrumen satu-satunya yang menentukan pengendalian impor,” kata Ahmad kepada Kabar Bursa, Senin, 12 Agustus 2024.
Adapun Mendag Zulkifli Hasan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2024 mengenai Ketentuan Asal Barang dan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk Barang Impor dalam Rangka Pelaksanaan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Peraturan (beleid) ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tindakan pengamanan perdagangan. Permendag 16/2024 diumumkan pada 2 Juli 2024 dan mulai berlaku pada 12 Juli 2024.
Langkah ini diharapkan dapat membantu menciptakan kondisi yang lebih stabil bagi pelaku industri dalam negeri serta menjaga keseimbangan pasar dari dampak negatif importasi barang-barang tertentu. BMTP akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang diharapkan.
“BMTP (Bea Masuk Tindakan Pengamanan) atau safeguards memang dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri dari (potensi) kerugian akibat unfair trade,” imbuhnya.
Salah satu aturan dalam Permendag Nomor 16 Tahun 2024 yaitu kewajiban bagi importir barang dari negara dikecualikan kena bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) untuk menyertakan SKA nonpreferensi importasi barang yang dikenakan safeguard.
Bagi importir yang tidak menyertakan SKA tersebut, akan dikenakan safeguard berupa BMTP oleh otoritas kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tekan Barang Impor
Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menilai, langkah Mendag mengapresiasi langkah ini yang sedang menghadapi tantangan berat akibat masuknya barang-barang impor, khususnya dari China, yang dijual dengan harga sangat murah.
“Pertama, kita apresiasi keluarnya beleid ini yang melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor. Produk impor terutama untuk barang tertentu memang saat ini cukup meresahkan industri dalam negeri,” jelas Nailul kepada Kabar Bursa, Senin, 12 Agustus 2024.
Adapun salah satu produk yang paling merasakan dampak adalah industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Banyak pabrik TPT yang terpaksa gulung tikar karena ketatnya persaingan dengan produk impor yang memicu penurunan tajam dalam permintaan produk domestik.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada sektor TPT, tetapi juga mengancam berbagai industri lainnya di tanah air.
“Industri TPT misalnya yang akhirnya harus bersaing dengan produk impor dari China dengan harga yang sangat murah. Akibatnya banyak pabrik TPT yang gulung tikar,” ujarnya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.