Logo
>

Strategi Pemerintah Membayar Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Ditulis oleh KabarBursa.com
Strategi Pemerintah Membayar Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan strategi untuk mengatasi utang jatuh tempo yang diperkirakan mencapai Rp800,33 triliun pada tahun 2025.

    Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Riko Amir menjelaskan, bahwa pembayaran utang tersebut akan dilakukan dengan mekanisme refinancing.

    Refinancing, yang berarti mengambil pinjaman baru dengan syarat lebih menguntungkan, akan digunakan untuk melunasi utang yang jatuh tempo.

    Riko menekankan bahwa setiap utang yang jatuh tempo wajib dibayar, dan pemerintah tidak berencana untuk melakukan negosiasi cicilan.

    “Kita masih mampu membayar defisit serta utang jatuh tempo melalui prinsip refinancing,” kata Riko saat Media Gathering di Anyer, Banten, yang dikutip Minggu, 29 September 2024.

    Refinancing ini akan melibatkan pembelian kembali Surat Berharga Negara (SBN) yang akan jatuh tempo, dengan dana berasal dari investor yang melepaskan SBN tersebut. Riko optimis bahwa investor akan tetap tertarik membeli SBN, berkat peringkat kredit Indonesia yang baik dan pertumbuhan ekonomi yang stabil di atas 5 persen per tahun.

    “Investor melihat reputasi negara dalam melakukan refinancing SBN yang jatuh tempo,” imbuhnya.

    Sebagai catatan, total utang jatuh tempo tahun depan terdiri dari SBN sebesar Rp705,5 triliun dan utang pinjaman sebesar Rp100,19 triliun, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan utang jatuh tempo tahun ini yang hanya Rp434,29 triliun.

    Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa lonjakan utang ini berakar dari keputusan pemerintah untuk menarik utang besar-besaran pada 2020, di tengah pandemi COVID-19, guna mengatasi penurunan signifikan pendapatan negara.

    Saat itu, pemerintah memerlukan pembiayaan sekitar Rp1.000 triliun dan berkolaborasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menerbitkan utang melalui skema burden sharing.

    Sri Mulyani menyatakan bahwa utang yang diterbitkan pada 2020, yang memiliki tenor maksimal tujuh tahun, akan jatuh tempo sekitar tahun 2025 hingga 2027.

    "Inilah yang menciptakan persepsi adanya penumpukan utang, karena biaya pandemi banyak dibayar melalui surat utang," jelasnya dalam Rapat Bersama Komisi XI DPR di Jakarta pada 6 Juni 2024.

    Pemerintah Tarik Utang Baru Rp77,86 Triliun

    Di kesempatan yang sama, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Riko Amir mengungkapkan Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), berencana menarik utang baru sebesar Rp775,86 triliun untuk mendanai anggaran 2025. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan penarikan utang baru tahun 2024 yang mencapai Rp648,08 triliun.

    Riko menjelaskan bahwa sebagian besar utang baru tersebut akan berupa surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp642,56 triliun, sementara pinjaman akan berjumlah Rp133,30 triliun, dengan rincian pinjaman dalam negeri sebesar Rp5,17 triliun dan pinjaman luar negeri Rp128,13 triliun.

    “Pembiayaan anggaran kita sebesar Rp616,18 triliun akan berasal dari utang sebesar Rp775 triliun,” ungkap Riko dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten, yang dikutip 29 September 2024.

    Pinjaman pada 2025 mengalami peningkatan dibandingkan 2024 yang mencatat defisit Rp18,36 triliun, dengan kenaikan ini terjadi pada pinjaman domestik dan luar negeri.

    Riko menjelaskan bahwa lonjakan pinjaman biasanya terjadi menjelang akhir periode lima tahunan.

    “Pada tahun-tahun awal, penarikan utang cenderung lambat, namun meningkat pada tahun ketiga hingga kelima,” ujarnya.

    Mengenai sumber utang baru, pemerintah berencana melakukan lelang untuk Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebanyak 24 kali dalam setahun. Lelang tersebut akan dilakukan dua minggu sekali, bergantian antara SUN dan SBSN. Target penarikan akan disesuaikan dengan perkembangan pasar yang akan diumumkan setiap triwulan.

    Selain itu, pemerintah sedang mengembangkan SBN ritel yang diperkirakan akan mencapai 15-20 persen dari total SBN, serta menerbitkan utang dalam valuta asing seperti dolar AS, euro, dan yen.

    Rencana prefunding untuk utang tahun depan akan dilakukan pada Kuartal IV 2024, mengingat kondisi pasar yang baik dan suku bunga yang mulai menurun.

    “Saat ini adalah waktu yang tepat untuk menarik SBN valas karena pasar dalam kondisi baik,” katanya.

    Untuk pinjaman, pemerintah akan mengajukan pinjaman luar negeri sebesar Rp128,1 triliun dan pinjaman domestik. Pinjaman luar negeri akan digunakan untuk menutupi defisit APBN dan mendukung kegiatan yang selaras dengan prioritas nasional.

    Riko menekankan pentingnya pengelolaan utang yang terukur dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan likuiditas dan dinamika pasar keuangan global. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi