Logo
>

Surplus Neraca Perdagangan, BPS Soroti Defisit Migas

Sejumlah komoditas unggulan masih menjadi penopang utama kinerja ekspor nonmigas. Di antaranya batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), serta besi dan baja.

Ditulis oleh Dian Finka
Surplus Neraca Perdagangan, BPS Soroti Defisit Migas
Salah satu tambang migas milik Indonesia. (Foto: Dok Pertamina)

KABARBURSA.COM – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan hasil positif. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada April 2025, Indonesia berhasil mencetak surplus sebesar 160 juta dolar AS. 

Dengan capaian ini, Indonesia telah mempertahankan rekor surplus neraca perdagangan selama 60 bulan berturut-turut, atau lima tahun penuh sejak Mei 2020.

Dalam pemaparannya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa surplus tersebut didorong kuat oleh sektor nonmigas, sementara neraca perdagangan migas masih mengalami tekanan cukup berat.

“Pada April, surplus kita mencapai 0,16 miliar USD. Ini utamanya didorong oleh sektor nonmigas yang mencatatkan surplus sebesar USD1,51 miliar, meskipun sektor migas mengalami defisit USD1,35 miliar,” kata Pudji dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 2 Juni 2025.

Sejumlah komoditas unggulan masih menjadi penopang utama kinerja ekspor nonmigas. Di antaranya batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), serta besi dan baja. 

Tiga produk ini mencatat kontribusi ekspor yang signifikan, terutama ke negara tujuan utama seperti India, China, dan Amerika Serikat. Pudji menegaskan bahwa meski harga global sempat berfluktuasi, performa ekspor tetap relatif stabil.

Sektor Migas Dibayangi Tingginya Impor

Sebaliknya, sektor migas masih dibayangi oleh tingginya kebutuhan impor, terutama untuk hasil minyak dan minyak mentah. Keduanya menyumbang defisit yang cukup dalam, mencapai USD1,35 miliar hanya dalam satu bulan.

Jika ditarik lebih panjang, neraca perdagangan Indonesia dari Januari hingga April 2025 menunjukkan surplus kumulatif sebesar USD11,07 miliar. Angka tersebut berasal dari surplus sektor nonmigas sebesar USD17,26 miliar, sementara sektor migas masih defisit USD6,19 miliar.

Pudji menekankan bahwa meskipun tren surplus ini patut diapresiasi, defisit sektor migas tetap menjadi tantangan serius. Ketergantungan pada impor energi, menurutnya, masih membebani struktur perdagangan nasional.

“Ini jadi pekerjaan rumah bersama. Kita masih butuh dorongan lebih kuat untuk meningkatkan produksi migas domestik dan mendorong diversifikasi energi,” ujarnya.

Selain itu, Pudji juga menggarisbawahi pentingnya hilirisasi industri dan peningkatan nilai tambah ekspor. Menurutnya, langkah ini harus terus dikawal untuk memperkuat ketahanan perdagangan, apalagi di tengah kondisi global yang belum sepenuhnya stabil.

BPS sendiri akan terus memantau berbagai risiko eksternal yang bisa memengaruhi performa perdagangan Indonesia, mulai dari ketegangan geopolitik, volatilitas harga energi dan pangan, hingga ancaman perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama.

“Surplus masih ada, tapi tidak bisa membuat kita lengah. Penguatan pasar ekspor nontradisional dan pembangunan industri dalam negeri harus terus jadi prioritas,” tutup Pudji.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Dian Finka

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.