Logo
>

Swasembada Energi, Prabowo Soroti Bahan Bakar Nabati: dari Sawit hingga Singkong

Ditulis oleh Syahrianto
Swasembada Energi, Prabowo Soroti Bahan Bakar Nabati: dari Sawit hingga Singkong

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Presiden Prabowo Subianto menyoroti pemanfaatan sejumlah tanaman yang dapat menjadi salah satu sumber alternatif bahan bakar minyak (BBM). Ini adalah bentuk kemandirian untuk mencapai swasembada energi.

    "Kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi," kata Prabowo dalam pidato perdananya sebagai Presiden Republik Indonesia, di Gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat, Minggu, 20 Oktober 2024.

    Prabowo menambahkan, tanaman seperti kelapa sawit, singkong, tebu, sagu, hingga jagung adalah beberapa contohnya. Pemerintahannya nanti akan fokus memanfaatkan seluruh potensi yang ada demi meraih swasembada energi.

    "Seperti kelapa sawit bisa menghasilkan solar dan bensin. Kita juga punya energi bawah tanah geothermal yang cukup," ujarnya.

    Melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur dari sawit, serta bioethanol dari tebu dan singkong, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Prabowo optimistis bahwa program biodiesel B50 dan campuran ethanol E10 dapat terwujud pada 2029.

    Pengembangan Energi Baru Terbarukan

    Terkait pengembangan energi baru terbarukan (EBT), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan bahwa bauran bahan bakar nabati (BBN) telah mencapai B35, sedangkan B40 sudah melalui uji coba. Bauran EBT ini akan menjadi salah satu target pemerintah.

    Adapun, pemerintah sedang melakukan uji coba penggunaan B40 pada berbagai jenis kendaraan. Setelah melakukan uji coba pada industri otomotif, kini uji coba difokuskan pada alat-alat pertanian (alsintan) dan industri perkeretaapian. Selanjutnya, akan dilakukan uji coba pada industri pertambangan, alat berat, serta alat perkapalan dan pembangkit listrik.

    "Presiden terpilih menyampaikan bahwa  kita akan menuju B35, B40. Ke depan, diperhitungkan menjadi B50, B60,” ujar Bahlil dalam temu media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, 18 Oktober 2024.

    Bahlil menambahkan, dengan B50 atau B60, penggunaan minyak kelapa sawit akan lebih dominan dibandingkan bahan bakar fosil. “Kita harus mendorong energi bersih. B50, B60 sedang dihitung plus-minusnya, karena uji coba B40 sudah selesai,” kata dia.

    Lebih rinci, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyatakan optimisme bahwa penggunaan B40 akan meningkatkan penghematan devisa dengan mengurangi impor solar. Penerapan B35 yang saat ini berjalan telah berhasil menghemat devisa hingga Rp122 triliun.

    “Jika tahun depan kita sudah beralih ke B40, penghematan devisa bisa mencapai sekitar USD9 miliar atau setara dengan Rp144 triliun,” ujar Eniya dalam keterangan tertulisnya yang dikutip, Kamis, 25 Juli 2024.

    Selain menghemat devisa, penerapan B40 juga diharapkan dapat mengurangi emisi karbon dioksida (CO2). Diperkirakan, penurunan emisi CO2 bisa mencapai 42,5 juta ton dengan estimasi penggunaan 16 juta kiloliter (KL) B40 pada tahun 2025. Ini lebih besar dibandingkan penggunaan B35 yang mencapai 12,23 juta KL pada tahun 2023 dan diperkirakan mencapai 13 juta KL hingga akhir tahun 2024.

    Tantangan Produksi B40

    Sementara itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membutuhkan anggaran besar untuk mendorong produktivitas B40 yang ditargetkan beroperasi awal 2025. Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman menuturkan, kebutuhan dana akan semakin besar di tahun depan.

    Pasalnya, ujar Eddy, BPDPKS tidak hanya mendanai perkebunan kelapa sawit di sektor rumah tangga, melainkan pemanfaatan biodiesel. Volume biodiesel B40 sendiri bisa mencapai 16 juta kiloliter. Sementara yang berjalan saat ini B35, membutuhkan sekitar 13,4 kiloliter. Karenanya, kebutuhan dana dalam mendukung keberlangsungan B40 juga semakin meningkat.

    “Kalau itu B40 itu kira-kira volumenya bisa sampai 16 juta kiloliter karena sekarang B35 kita ini 13,4 juta kiloliter, kalau B40 itu bisa 16 juta kiloliter. Dikalikan dengan selisih harga yang kita tanggung, ini kan bugdet-nya juga harus naik,” kata Eddy kepada awak media di Jakarta, Kamis, 5 September 2024.

    Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengungkap, produktivitas menjadi tantangan pihaknya dalam mendukung pemanfaatan B40. Dalam hal ini, Eddy menilai Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi kunci dalam memacu produksi kelapa sawit. Seandainya PSR mencapai target 5 ton per hektare per tahun dengan luas perkebunan 16,3 hektare, Indonesia mendapatkan produksi kelapa sawit 81,5 juta ton.

    “Artinya apakah masih perlu itu penambahan areal yang terdegradasi? Belum tentu, tergantung bagaimana nanti kebijakannya. Kalau memang kita akan mencapai 100 juta ton di tahun 2045, kita cukup membuka areal yang terdegradasi itu sekitar 3 juta hektare,” ungkapnya.

    Menurutnya, banyak areal yang terdegradasi. Eddy menilai, perlu penugasan khusus kepada badan usaha milik negara (BUMN) untuk mengelola lahan tersebut. Kendati begitu, dia menegaskan penugasan tersebut perlu dikhususkan hanya untuk energi.

    Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Agus Pramono menjelaskan pemerintah harus memberikan insentif untuk mendukung pengembangan bioetanol di dalam negeri. Sebab saat ini terdapat beberapa pekerjaan rumah di Indonesia yang perlu segera dituntaskan untuk mendukung pengembagan bioetanol.

    Apalagi, lanjut Agus, Indonesia pada saat ini mempunyai 13 pabrik bioetanol dengan kapasitas produksi 365 juta liter per tahun. “Pada saat saat ini, untuk memenuhi kebutuhan bensin dalam negeri Pertamina masih melalukan impor sebesar 57 persen (56.368.118 liter per hari),” ungkapnya.

    Oleh karenanya, dengan menjalankan program bioetanol 5 persen (E5) sebagai campuran bahan bakar bensin, selain untuk menurunkan emisi di sektor energi juga untuk mengurangi impor bensin. “Keperluan bioethanol fuel grade untuk program E5 berkisar 5 juta liter/hari dan program ini akan dijalankan secara bertahap dengan target implementasi program E5 tercapai di seluruh Indonesia pada tahun 2028,” katanya.

    “Dari 13 pabrik bioetanol yang ada dengan kapasitas produksi hanya 1 juta liter per hari, sudah barang tentu untuk memenuhi kebutuhan program E5, E10 dan seterusnya, diperlukan penambahan areal perkebunan dan jumlah pabrik bioethanol,” pungkas Agus.

    Luas Perkebunan Kelapa Sawit

    Kementerian Pertanian (Kementan) telah merilis luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 16,38 juta hektare, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 833 tahun 2019. Produktivitas rerata nasional mencapai 3,36 ton per hektare per tahun.

    Luas perkebunan ini tersebar di 26 provinsi, yang dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan perkebunan swasta, dan petani sawit. Adapun luas kelapa sawit rakyat seluas 6,72 juta hektare.

    Riau menjadi provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia, berdasarkan data yang dihimpun oleh Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) dari Badan Pusat Statistik (BPS). (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.