Logo
>

Taiwan Diguncang Gempa Magnitudo 6,3

Ditulis oleh KabarBursa.com
Taiwan Diguncang Gempa Magnitudo 6,3

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Gempa dengan magnitudo 6,3 mengguncang kawasan 34 km dari kota Hualien di timur Taiwan pada Jumat 16 Agustus 2024.

    Hingga kini, belum ada laporan tentang kerusakan langsung akibat gempa kedua yang mengguncang pulau ini dalam waktu kurang dari sehari.

    Gempa ini juga dirasakan di ibu kota Taipei, di mana pihak berwenang melaporkan layanan kereta bawah tanah tetap beroperasi meskipun dengan kecepatan yang lebih rendah.

    “Hampir terasa sekali,” kata Hsieh Yu Wei, seorang penyanyi yang menghentikan mobilnya segera setelah menerima peringatan gempa dari pemerintah saat mengemudi di jalan raya pesisir Hualien.

    Menurut badan meteorologi, gempa ini memiliki kedalaman 9,7 km dan terjadi setelah gempa magnitudo 5,7 yang mengguncang lepas pantai timur laut Taiwan pada Kamis 15 Agustus 2024 malam.

    Pejabat cuaca memperingatkan potensi gempa susulan yang mungkin mencapai magnitudo 5,5 dalam beberapa hari mendatang. Sekitar selusin gempa kecil telah tercatat di sekitar Hualien sejak gempa besar pagi ini.

    Selain itu, ada juga peringatan terkait risiko tanah longsor di daerah pegunungan setelah beberapa hari hujan deras.

    Baca Juga: Anggaran Pertahanan Taiwan Bakal Capai Rekor Baru di 2025

    Taiwan terletak di pertemuan dua lempeng tektonik, menjadikannya rawan terhadap aktivitas seismik.

    Pada bulan April lalu, Hualien dilanda gempa terbesar yang mempengaruhi Taiwan dalam lebih dari dua dekade terakhir. Tragedi itu menyebabkan sembilan orang tewas dan lebih dari 900 terluka.

    Taiwan berdiri di atas lempengan rapuh Cincin Api Pasifik, sebuah sabuk tektonik yang membentang mengelilingi Samudra Pasifik. Patahan-patahan seismik di wilayah ini menjadi saksi bisu bagi mayoritas gempa bumi yang mengguncang dunia.

    Dalam cengkeraman pergerakan Lempeng Laut Filipina dan Lempeng Eurasia, Taiwan menjadi episentrum ketidakpastian. Seperti dilaporkan Associated Press, tekanan dari interaksi dua lempeng ini sering kali memicu gempa yang mengguncang daratan dan lautan di sekitarnya. Pelepasan energi yang tiba-tiba dan masif menghasilkan getaran dahsyat.

    Tim investigasi merangkai bukti dari reruntuhan bangunan usai gempa di Hualien, 4 April 2024. Dalam gambar yang tertangkap oleh Getty Images, tim tersebut tampak mengumpulkan sampel dari gedung-gedung yang luluh lantak akibat guncangan.

    Sebagian besar wilayah rawan gempa Taiwan terpusat di pesisir timur. Daerah ini, meskipun didominasi oleh pedesaan yang sunyi dan penduduk yang jarang, juga merupakan magnet bagi wisatawan. Pegunungan yang terjal dan pemandian air panas yang mendamaikan kerap menjadi pelarian bagi mereka yang mencari kedamaian, meski di bawahnya gempa bumi mengintai.

    Alam pegunungan Taiwan menjadi perantara getaran tanah yang kuat. Longsoran sering kali terjadi tak jauh dari pusat gempa. Seperti pada 3 April 2024, reruntuhan menimpa terowongan dan jalan raya, menghancurkan kendaraan, dan merenggut nyawa beberapa orang.

    Berdasarkan data dari Survei Geologi Amerika Serikat, sejak 1980, Taiwan dan perairan di sekitarnya telah merasakan lebih dari 2.000 gempa berkekuatan minimal 4,0. Tak kurang dari 100 di antaranya memiliki magnitudo di atas 5,5.

    Pelajaran dari Gempa 1999: Perubahan Paradigma

    Gempa besar pada 21 September 1999 menjadi titik balik sejarah Taiwan. Gempa sebesar 7,3 magnitudo ini menelan 2.415 korban jiwa, melukai lebih dari 10.000 orang, dan menghancurkan lebih dari 100.000 rumah. Pusat gempa berlokasi di Taiwan tengah, dekat Nantou dan Taichung. Peristiwa ini menorehkan luka mendalam, sebuah memori kelam yang membekas hingga kini.

    Gempa yang dikenal sebagai "Gempa 921" ini menjadi peringatan bagi otoritas Taiwan. Setelahnya, aturan pembangunan gedung direnovasi secara besar-besaran agar lebih tahan guncangan, serta undang-undang mitigasi bencana diperkuat. Setiap 21 September, warga Taiwan mengenang gempa ini dengan melakukan simulasi bencana. Pesan-pesan peringatan dikirimkan ke ponsel warga, sementara sekolah dan kantor mengadakan latihan keselamatan. Media publik pun secara teratur menyebarluaskan informasi keselamatan terkait gempa.

    Profesor Wu Yi-min dari Universitas Nasional Taiwan mengungkapkan bahwa dalam dua dekade terakhir, notifikasi gempa bisa diterima dalam 15 detik setelah gempa terjadi. Pembaruan terus dilakukan oleh otoritas Taiwan, meskipun ini meningkatkan biaya konstruksi. Namun, keselamatan tetap diutamakan. Taiwan bahkan memberikan subsidi bagi warga yang ingin memeriksa ketahanan bangunan mereka. Tidak ada kompromi bagi pelanggar. Lima orang dipenjara karena kelalaian terkait ketahanan gedung apartemen yang roboh akibat gempa di Tainan pada 2016.

    Seberapa Siap Taiwan Menghadapi Gempa?

    Selama dua puluh tahun pasca-gempa 1999, sebuah surat kabar Taiwan melaporkan bahwa jika gempa serupa terjadi pada 2019, korban jiwa bisa mencapai 3.564 orang dan puluhan ribu rumah runtuh. Pembelajaran dari gempa-gempa sebelumnya, seperti yang terjadi di Hualien pada 2018, telah membuat Taiwan semakin siap. Koordinasi yang lebih baik telah terlihat.

    Regu penyelamat di Taiwan siaga 24 jam untuk menghadapi berbagai bencana. Sejam setelah gempa melanda Hualien pada 3 April 2024, otoritas di Kaohsiung segera mengirimkan tim bantuan. Sistem peringatan dini gempa di Taiwan juga berfungsi sebagai sistem yang sama jika terjadi serangan udara dari China.

    Indonesia dan Pelajaran dari Taiwan

    Indonesia, yang memiliki kemiripan kondisi tektonik dengan Taiwan, juga harus belajar dari pengalaman negara tersebut. Pakar kegempaan dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, menyebut bahwa meskipun Indonesia lebih besar secara wilayah, kerusakan signifikan masih terjadi meski gempa tidak terlalu besar, seperti pada Gempa Cianjur 2022. Irwan menekankan pentingnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam mengatasi kompleksitas masalah gempa di Indonesia.

    Sementara itu, Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Iswandi Imran, menyoroti perlunya mengembangkan peta risiko bencana gempa di daerah-daerah rawan. Indonesia juga memerlukan program penguatan atau rehabilitasi seismik untuk bangunan rakyat, terutama di daerah rawan gempa. Tantangannya adalah dana besar yang diperlukan.

    Pada akhirnya, seperti yang ditegaskan oleh Abdul Muhari, kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, tantangan terbesar di Indonesia adalah memperkuat struktur bangunan, khususnya rumah-rumah penduduk. Keselamatan bukan hanya soal gempa, melainkan bagaimana bangunan dibuat tahan terhadap guncangan. Sebuah PR besar bagi Indonesia. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi